Anak memiliki harga diri, dan dia manusia yang memiliki harkat dan martabat yang harus dihormati, termasuk hak atas privasi. Ayahanda dan bunda diberi kewenangan untuk mengatur dan mengawasinya, tetapi penuh penghargaan dan menjadi model bagi mereka.
Salah satu yang dapat dicontohkan kepada anak, karena ayahanda dan bunda sudah memiliki kamar sendiri, begitu juga dengan anak (maaf yang kamarnya belum terpisah). Ayahanda dan bunda menyampaikan kepada anak, kalau mau masuk kamar, perlu mengetuk pintu, minta izin, dan ucap salam. Itu berarti pada saat ayahanda dan bunda, jika ingin mengecek atau masuk ke kamar anak, maka berlaku juga hal yang sama. Begitu juga dengan mengecek dompet, tas, lemari anak.
Itu semua harus diawali dengan kesepakatan. Upaya bunda dan ayahanda tidak secara langsung sedang membimbing sekaligus mengajarkan "begini" nak untuk menghargai privasi orang lain.
Aturan Yang Maha Pengatur melalui Rasul-Nya, termuat dalam Q.24:58 menyatakan, bahwa "Wahai orang-orang yang beriman! Hendaklah ... orang-orang yang belum balig (dewasa) di antara kamu, meminta izin kepada kamu pada tiga kali (kesempatan) yaitu, sebelum shalat Subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari, dan setelah shalat Isya. (Itulah) tiga aurat (waktu) bagi kamu. Tidak ada dosa bagimu dan tidak (pula) bagi mereka selain dari (tiga waktu) itu..."
Jelas bukan, memasuki kamar saja ada aturan yang perlu dilaksanakan dan ditaati.
Bagaimana dengan menjaga identitas diri, agar marwah keluarga tetap terjaga. Mintakan kepada anak-anak untuk menyimpan secara rapi, tidak diumbar ke publik. Nama, alamat, status, dan lain sebagainya, diproteksi. Sehingga tidak mudah disalahgunakan oleh para pihak.
Hindarkan menceritakan secara gamblang tentang anak kita kepada orang lain, termasuk kepada siapapun, terutama oleh bunda. Kalau tidak jelas tujuannya. Bila sudah terlanjur, maka jadikan sebagai pembelajaran sekaligus peringatan. Siapa lagi yang menjaga privasi anak kita, kalau bukan kita sendiri.
Negara ini saja untuk menjaga privasi anak yang diduga berhadapan dengan hukum, privasi, berikut identitasnya harus diproteksi. Hal sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Setiap Anak dalam proses peradilan pidana berhak: ... i. tidak dipublikasikan identitasnya (Pasal 3). Identitas Anak (Pelaku), Anak Korban, dan/atau Anak Saksi wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak ataupun elektronik. Identitas yang dimaksud meliputi nama Anak, nama Anak Korban, nama Anak Saksi, nama orang tua, alamat, wajah, dan hal lain yang dapat mengungkapkan jati diri Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi (Pasal 19).
Bagi media cetak dan elektronik yang melanggar dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 97). Sampai saat pembacaan Putusan Hakim ditekankan untuk menjaga privasi anak, Identitas Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi tetap harus dirahasiakan oleh media massa dengan hanya menggunakan inisial tanpa gambar (Pasal 61).
Komite Hak Anak PBB dalam Komentar Umum Nomor 24 Tahun 2019 juga mendorong setiap Negara untuk memperkenalkan peraturan untuk mengizinkan penghapusan catatan kriminal anak, ketika mereka mencapi usia 18 tahun, secara otomatis atau dalam kasus luar biasa, mengikuti peninjauan oleh tim independen.