Mohon tunggu...
Haikal Amirullah
Haikal Amirullah Mohon Tunggu... Jurnalis - Wartawan Politik di salah satu media nasional di Jakarta, gemar traveling, dan senang silaturahmi

Wartawan politik yang gemar traveling dan menjalin silaturrahmi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Teguran Halus KPK pada Menteri Airlangga dalam Program Kartu Prakerja

19 Juni 2020   15:40 Diperbarui: 19 Juni 2020   15:53 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelaksanaan Program Kartu Prakerja | Dokpri, hasil screenshot

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan banyak permasalahan dalam pelaksanaan Program Kartu Prakerja. Tentu hal ini bukanlah sesuatu yang mengagetkan. Sebab, sedari awal, payung hukum yang digunakan dalam Program Kartu Prakerja sudah tidak beres, dipaksakan hanya melalui Peraturan Menko Perekonomian No. 3 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Perpres Nomor 36 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja. Peraturan yang berpotensi merugikan negara.

Dalam peraturan tersebut, Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto menyerahkan pelaksanaan Program Kartu Prakerja pada Manajemen Pelaksana sebagai PMO (Project Manajemen Office) Program Kartu Prakerja. PMO atau Manajemen Pelaksana ini terdiri dari Direktur Eksekutif dan dibantu lima direktur lainnya yakni Direktur Teknologi; Direktur Kemitraan, Komunikasi dan Pengembangan Ekosistem; Direktur Pemantauan dan Evaluasi; dan Direktur Hukum, Umum, dan Keuangan. Selain Manajemen Pelaksana juga dibentuk Komite Cipta Kerja yang struktur koordinasinya juga kurang transparan.

Manajemen Pelaksana ini sendiri menjadi kontroversi lantaran bukan institusi negara, bukan kementerian/lembaga, juga perusahaan BUMN, namun punya kewenangan powerfull dalam penggunaan APBN Rp 20 triliun dalam Kartu Prakerja. Sementara sistem perekrutan Manajemen Pelaksana juga tidak transparan, tahu-tahunya pemerintah menunjuk Direktur Eksekutif diemban Denny Puspa Purbasari yang juga merupakan salah satu deputi di Kantor Staf Presiden (KSP). Pemerintah sendiri tidak pernah mengumumkan ke publik penunjukkan Denny cs bersama lima direktur lainnya dalam Sebagai MPO Program Kartu Prakerja.

Tidak sampai disitu, Peraturan yang dikeluarkan Menko Airlangga ini jadi payung hukum penunjukan langsung kepada delapan 'broker' perusahaan platform penyedia pelatihan jasa online dalam Kartu Prakerja. Padahal, sejatinya, setiap pengadaan barang dan jasa yang dilakukan pemerintah seluruhnya mengacu kepada Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ). Peraturan yang dikeluarkan Menteri Airlangga inilah yang kemudian menjadi biang masalah dari Program Kartu Prakerja.

KPK dalam rekomendasinya kepada Menko Perekonomian dan pihak terkait untuk melakukan perbaikan implementasi pada Program Kartu Prakerja. Rekomendasi ini bisa jadi teguran halus dari KPK kepada Menteri Airlangga jangan sampai program peningkatan skill ini berujung pidana.  


Direktorat Litbang pada Deputi Pencegahan KPK telah melakukan kajian analisis terhadap Program Kartu Prakerja. Adapun kajian ini sebagai merupakan ikhtiar KPK pada pencegahan korupsi dan monitoring pelaksanaan Program Kartu Prakerja. Hasil analisis ini disampaikan oleh Pimpinan KPK Alexander Marwata di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (18/6/2020). Dalam kajiannya, KPK menemukan, setidaknya ada empat aspek masalah terkait tata laksana Program Kartu Prakerja yakni: Proses Pendaftaran Peserta Kartu Prakerja, Kemitraan Dengan Platform Digital, Konten Pelatihan Program Kartu Prakerja dan terakhir, Pelaksanaan Program Kartu Prakerja. Aspek ini kemudian diulas satu persatu oleh KPK.

Problem dalam Proses Pendaftaran Peserta Program Kartu Prakerja | Dokpri, hasil screenshot
Problem dalam Proses Pendaftaran Peserta Program Kartu Prakerja | Dokpri, hasil screenshot

Pertama, terkait aspek Proses Pendaftaran dalam Kartu Prakerja, KPK menemukan Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja belum mengoptimalkan utilisasi NIK (Nomor Induk Kependudukan) untuk validasi peserta. PMO membutuhkan biaya sebesar Rp5.500/orang untuk jasa face recognition dalam rangka validasi peserta, sehingga membutuhkan anggaran sebesar Rp30,8 Milyar (Rp5.500 x 5,6 juta peserta).

Sebenarnya, Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) bersama BPJS Ketenagakerjaan telah mengkompilasi data pekerja yang terkena PHK dan sudah dipadankan NIK nya berjumlah 1,7 Juta pekerja terdampak (whitelist). Faktanya hanya sebagian kecil dari whitelist ini yang mendaftar secara daring, yaitu hanya 143 ribu. Sedangkan, sebagian besar peserta yang mendaftar untuk 3 gelombang yaitu 9,4 juta pendaftar bukanlah target yang disasar oleh program ini.

KPK berpendapat penggunaan fitur face recognition untuk kepentingan pengenalan peserta dengan anggaran Rp30,8 Miliar tidak efisien. Proses pendaftaran pesertanya semestinya bisa mengacu pada penggunaan NIK dan keanggotaan BP Jamsostek karena datanya sudah memadai.

Penunjukan Ruangguru cs tidak melalui tender | Dokpri, hasil screenshot
Penunjukan Ruangguru cs tidak melalui tender | Dokpri, hasil screenshot
Kedua, terkait aspek kemitraan dengan Platform Digital. KPK menilai kerjasama dengan delapan platform digital tidak melalui mekanisme Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (PBJ). Delapan 'broker' perusahaan penyedia jasa pelatihan online tersebut adalah  Delapan platform digital tersebut, yakni Ruangguru, Bukalapak, Sisnaker, Mau belajar apa, Pintaria, Sekolahmu, Tokopedia, dan Pijar Mahir. Ke delapan perusahaan ini menerima biaya Rp 1 juta dari keikutsertaan 5.6 juta penerima manfaat Kartu Prakerja sehingga diperkirakan penyedia jasa pelatihan ini menerima value sebesar Rp 5,6 triliun.

Paket bantuan Kartu Prakerja terdiri dari bantuan pelatihan sebesar Rp 1 juta dan insentif pasca pelatihan sebesar Rp 600 ribu per bulan untuk empat bulan, serta insentif survei kebekerjaan dengan total Rp 150 ribu.

KPK juga menemukan adanya konflik kepentingan pada 5 dari 8 Platform Digital dengan Lembaga Penyedia Pelatihan dimana sebanyak 250 pelatihan dari 1.895 pelatihan yang tersedia adalah milik Lembaga Penyedia Pelatihan yang memiliki konflik kepentingan dengan platform digital.

Konten Program Kartu Prakerja 89 persen bisa diperoleh gratis tanpa harus bayar ke perusahaan platform digital | Dokpri, hasil screenshot
Konten Program Kartu Prakerja 89 persen bisa diperoleh gratis tanpa harus bayar ke perusahaan platform digital | Dokpri, hasil screenshot

Ketiga, terkait aspek Materi Pelatihan. KPK berpendapat kurasi materi pelatihan tidak dilakukan dengan kompetensi yang memadai. KPK menemukan pelatihan yang memenuhi syarat baik materi maupun penyampaian secara daring, tak lebih dari 13 persen dari 1.895 pelatihan. Rinciannya, 24 persen atau sekitar 457 konten pelatihan kartu prakerja yang layak untuk menjadi pelatihan Dari 457 konten pelatihan yang layak, hanya 55 persen konten pelatihan kartu prakerja yang sesuai untuk dilaksanakan secara online.

Sekitar 89 persen dari materi pelatihan yang disediakan dalam program Kartu Prakerja banyak tersedia melalui jejaring internet dan gratis termasuk di laman prakerja.org. Penilaian konten pelatihan dalam Kartu Prakerja juga tidak melibatkan ahli.

Pelaksanaan Program Kartu Prakerja | Dokpri, hasil screenshot
Pelaksanaan Program Kartu Prakerja | Dokpri, hasil screenshot
Terakhir, terkait aspek Pelaksanaan Program.  KPK menilai metode pelaksanaan program pelatihan secara daring berpotensi fiktif, tidak efektif dan merugikan keuangan negara karena metode pelatihan hanya satu arah dan tidak memiliki mekanisme kontrol atas penyelesaian pelatihan yang sesungguhnya oleh peserta.

Penilaian tersebut berdasar fakta di lapangan dimana hanya 55 persen dari konten yang layak sebagai pelatihan, dapat dilaksanakan secara online. Sisanya harus dilakukan secara offline dan kombinasi. Lembaga Pelatihan juga sudah menerbitkan sertifikat padahal peserta belum menyelesaikan keseluruhan paket pelatihan yang telah dipilih. Fakta lainnya, peserta sudah mendapatkan insentif meskipun belum menyelesaikan seluruh pelatihan yang sudah dibeli, sehingga negara tetap membayar pelatihan yang tidak diikuti oleh peserta.

Berdasarkan temuan-temuan tersebut, KPK merekomendasikan untuk perbaikan teknis pelaksanaan program. Pertama, peserta yang disasar pada whitelist, tidak perlu mendaftar daring melainkan dihubungi manajemen pelaksana sebagai peserta program.

Kedua, Penggunaan NIK sebagai identifikasi peserta sudah memadai, tidak perlu dilakukan penggunaan fitur lain yang mengakibatkan penambahan biaya.

Ketiga, KPK menyarankan agar Komite Cipta Kerja meminta legal opinion ke Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (JAMDATUN) Kejaksaan Agung tentang kerjasama dengan delapan platform digital ini apakah termasuk dalam cakupan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Ke empat, platform digital tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan Lembaga Penyedia Pelatihan. KPK meminta 250 pelatihan yang terindikasi harus dihentikan penyediaannya.

Rekomendasi KPK dalam Program Kartu Prakerja (I) | Dokpri, hasil screenshot
Rekomendasi KPK dalam Program Kartu Prakerja (I) | Dokpri, hasil screenshot
Ke empat, KPK merekomendasikan agar kurasi materi pelatihan dan kelayakan untuk menentukan apakah dilakukan secara daring, melibatkan pihak-pihak yang kompeten dalam area pelatihan serta dituangkan dalam bentuk petunjuk teknis.

Ke lima, materi pelatihan yang teridentifikasi sebagai pelatihan yang gratis melalui jejaring internet, harus dikeluarkan dari daftar pelatihan yang disediakan LPP.

Keenam, pelaksanaan pelatihan daring harus memiliki mekanisme kontrol agar tidak fiktif, misalnya pelatihan harus interaktif sehingga bisa menjamin peserta yang mengikuti pelatihan mengikuti keseluruhan paket.

Dalam kesimpulannya, KPK juga merekomendasikan pengembalian implementasi program ke kementerian yang relevan yaitu Kementerian Tenaga Kerja mengingat infrastruktur yang sudah tersedia disana.

Rekomendasi KPK Pada Program Kartu Prakerja (II) | Dokpri, hasil screenshot
Rekomendasi KPK Pada Program Kartu Prakerja (II) | Dokpri, hasil screenshot

Pimpinan KPK Alexander Marwata memaparkan seluruh hasil kajian dan rekomendasi ini telah dipaparkan kepada Kemenko Perekonomian dan pemangku kepentingan terkait lainnya dalam rapat pada tanggal 28 Mei 2020. Dalam rapat koordinasi tersebut, disepakati hal-hal sebagai berikut. Pertama, melakukan perbaikan tata kelola Program Kartu Prakerja berdasarkan rekomendasi dan masukan dari peserta rapat koordinasi. Kedua, menunda pelaksanaan batch IV sampai dengan dilaksanakan perbaikan tata kelola Program Kartu Prakerja. Ketiga, membentuk Tim Teknis yang terdiri dari berbagai kementerian/lembaga untuk perbaikan tata kelola Program Kartu Prakerja; dan terakhir, meminta pendapat hukum kepada JAMDATUN terkait pelaksanaan Program Kartu Prakerja.

"Menko Perekonomian saat ini sedang melakukan perbaikan sesuai rekomendasi KPK baik terkait regulasi, persiapan dari segi teknis maupun pelaksanaan Kartu Prakerja," tutup Alex dalam pemaparannya.

urat Pimpinan KPK kepada Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto | Dokpri, hasil screenshot
urat Pimpinan KPK kepada Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto | Dokpri, hasil screenshot

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun