Pemerintah mulai melonggarkan pemberlakukan Pembatasan Sosial Skala Besar atau PSBB. Â Sektor ekonomi yang dapat membuka lapangan kerja dan menggerakkan ekonomi masyarakat mulai dari pertambangan, perminyakan, industri, konstruksi, perkebunan, pertanian, peternakan, perikanan, logistik, hingga transportasi barang secara perlahan dibuka. Sayangnya, kebijakan ini tidak dibarengi dengan persyaratan yang lebih mudah.Â
Di sektor transportasi misalnya, pemerintah memberlakukan wajib test Covid-19 bagi penumpang pesawat udara dan kapal laut. Kebijakan ini memang bagus untuk mencegah penyebaran Covid-19 ke daerah lain, namun menjadi masalah lantaran ternyata biaya Test  Covid-19 ini terbilang mahal. Informasi dari werbsite Alodokter.com, untuk kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) saja, test Covid-19 ini paling murah ditaksir mencapai Rp 250 ribu per orang.Â
Tapi biaya tersebut untuk rumah sakit-rumah sakit pemerintah. Sementara di rumah sakit swasta bisa lebih dari harga tersebut. Bahkan ada yang rumah sakit yang memasang tarif biaya Rp 3 juta untuk test Covid-19. Wajib Test Covid-19, yang bikin dompet jebol.
Bagi warga Jakarta dan sekitarnya, masih beruntung karena banyak rumah sakit yang menyediakan pilihan. Â Tapi menjadi lain jika menilik harga Test Covid-19 yang berlaku di Luar Jabodetabek bahkan di luar Jawa. Harganya ditaksir Rp 489 ribu per kepala, bahkan bisa diatas Rp 1 juta, diatas harga tiket pesawat itu sendiri. Â Â
Tentu ini menjadi masalah tersendiri yang harus dicarikan solusinya jika ingin perekonomian bergerak di masa New Normal. Jika tidak, yang terjadi malah membebani masyarakat.Â
Selain membebani biaya, menyita energi dan waktu, juga tidak menjamin penumpang tersebut bebas dari virus Covid-19 saat menggunakan sarana dan prasarana transportasi. Bagaimana pun, transportasi merupakan urat nadi dan darah perekonomian sehingga tidak boleh dihambat dengan aturan yang tidak penting dan berbiaya tinggi.
Pemerintah sendiri melalui Gugus Tugas Covid-19 telah mengeluar Surat Edaran Nomor 7 tahun 2020, bahwa salah satu persyaratan calon penumpang transportasi umum baik laut dan udara untuk perjalanan harus uji tes PCR dengan hasil negatif yang berlaku 7 hari dan uji Rapid Test yang berlaku 3 hari pada saat keberangkatan.
Namun menjadi masalah, infrastruktur terminal serta sumber daya manusianya, belum sepenuhnya menerapkan standarisasi bebas Covid-19 yang terupdate dan dilakukan pengetesan Sumber daya manusia nya setiap 3-7 hari seperti yang diterapkan kepada calon penumpang.Â
Makanya, tak sedikit yang menganggap Surat Edaran Gugus Tugas (SEGT) Nomor 7 tahun 2020 menjadi bias dan tidak efektif bila semua petugas yang ada di Pelabuhan laut maupun udara termasuk regulator yang ada didalamnya serta crew, petugas tenant, Kementerian Kesehatan dan Keamanan di terminal tidak melaksanakan Test PCR setiap 3-7 hari dan menstandarkan bebas Covid-19 bagi terminal dengan mendapatkan sertifikasi maksimal setiap 7 hari sekali. Sebab para calon penumpang moda transportasi akan banyak berinteraksi dengan sumber daya manusia dan infrastruktur terminal tersebut selama perjalanan, mulai dari tempat asalnya hingga tujuan.Â
"Jadi kalau mau fair, jangan cuma penumpang yang diwajibkan test Covid-19, tetapi seluruh komponen yang ada  di bandara atau pelabuhan serta semua transportasi publik dari tempat asal yang menuju terminal ataupun dari terminal menuju tempat tujuan akhir juga wajib dilakukan tes PCR rutin per 3-7 hari. Jadi janganlah menyudutkan konsumen, sedangkan pemerintah yang menyediakan infrastruktur dan sumber daya manusianya tidak melaksanakan standarisasi covid-19 tersebut," mengutip keterangan mantan Anggota DPR Periode 2014-2019 Bambang Haryo Sukartono.
Bambang sendiri merasa tidak habis pikir dengan biaya test Covid-19 yang tergolong mahal. Baru-baru ini dia mengikuti test Covid-19 di salahs atu rumah sakit di Surabaya, tarif yang dikenakan berbeda-beda.Â
Untuk Rapid test yang tergolong cepat, harganya antara Rp 400 ribu - Rp 500 ribu. Namun menjadi beda jika ingin melakukan test swab PCR, tarif dikenakan berbeda-beda sesuai dengan lama waktu. Untuk test swab yang waktunya butuh 10 hari, tarif yang dikenakan berkisar Rp1,5 juta, namun jika ingin lebih cepat yakni tujuh hari mencapai Rp3,5 juta (7 hari), dan Rp6,5 juta jika ingin memperoleh hasil tesnya dalam 3 hari.Â
Karena itu, sangat tidak manusiawi kalau kemudian rumah sakit memanfaatkan pandemi Covid-19 ini sebagai ajang untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dengan dalih SEGT. Â Padahal di banyak negara-negara besar saja seperti Jepang, Amerika Serikat, Negara-negara Eropa, Australia, bahkan negara tetangga Malaysia dan Filipina dan lain lain, tidak memberlakukan pemeriksaan tes Covid-19 atau PCR bagi penumpang pesawat, kapal laut dan kereta api.
"Presiden Jokowi sudah bersiap menerapkan New Normal. Maka kebijakan Gugus Tugas tersebut seharusnya telah dicabut. Apalagi sebagian besar kota besar di Indonesia sudah menyandang predikat zona merah dan bahkan hitam. Sehingga interaksi antar kota didalam kepulauan atau antar pulau sudah tidak perlu adanya pengetatan sesuai dengan SEGT Nomor 7 tahun 2020," protes Bambang.
Ketentuan SEGT Nomor 7 tahun 2020 yang diberlakukan untuk transportasi udara, laut dan darat di Indonesia mengesankan bahwa Kementerian Perhubungan sebagai subsektor terlihat lemah dan kurang memahami esensi kebijakan transportasi sehingga diindikasi mudah dikendalikan oleh kepentingan komersial. Apabila aturan tersebut tetap dipaksakan, maka patut dicurigai ada indikasi permainan oknum pemerintah di Kementerian Perhubungan dan Kementerian Kesehatan dengan pengusaha oportunis yang memanfaatkan komersialisasi tes Covid-19. Seharusnya, Yayasan Lembaga Konsumen (YLKI) dan Ombudsman serta DPR sebagai lembaga pengawas dan kontrol kebijakan eksekutif bertindak tegas atas adanya dugaan konspirasi tersebut.
Kementerian Perhubungan akhirnya melunak dengan aturan yang mengharuskan penumpang menjalani syarat tes PCR tersebut. Menteri Perhubungan Budi Karya dalam keterangannya, Selasa (9/6) memastikan calon penumpang domestik tidak perlu memiliki hasil tes PCR, cukup dengan rapid test. Maskapai juga diperbolehkan mengangkut penumpang hingga 70 persen dari tingkat keterisian yang semula hanya 50 persen.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H