Mohon tunggu...
Diva Syafa
Diva Syafa Mohon Tunggu... Tutor - Tutor Qanda

Saya suka meluapkan perasaan saya lewat tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jangan Bully Aku

23 September 2023   17:53 Diperbarui: 23 September 2023   17:58 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pexels.com/RDNE Stock project

Aku mengangguk pertanda setuju dengan ucapan Bu Wati. Karena pinggangku masih sakit, aku disuruh Bu Wati untuk istirahat di UKS. Saat aku ingin duduk, tiba-tiba wali kelasku Bu Dira datang dengan membawa Tiwi dan Lia. Mereka tertunduk malu dan berdiri dihadapanku. Aku yakin ini hanya sementara saja karena tak ingin mencari masalah dengan guru. Bu Guru menyelesaikan masalahku bersama mereka hingga mereka mengatakan sesuatu kepadaku.

"Maafin, aku, ya Dela. Aku janji tidak akan begini lagi!" ucap Lia seraya memasang bola mata malas dan menyodorkan tangannya kepadaku.

"Iya, aku maafin!" ucapku singkat seraya menyodorkan tanganku kepada Lia.

Tiwi juga ikut minta maaf kepadaku karena ikut menertawakanku tadi. Aku lihat, baik Lia ataupun Tiwi seakan terpaksa minta maaf kepadaku. Mereka kembali ke kelas dan aku berbaring di ruangan yang dipenuhi lambang kesehatan ini. Aku yakin mereka tidak akan jera sampai puas menyakitiku. Sampai kapan mereka akan membullyku. Jangan bully aku, lagi! Aku bermonolog dalam hati.

Beberapa jam kemudian, ibuku datang karena ditelpon oleh Bu Dira wali kelasku dan menceritakan semua kejadian tadi. Ibu sedih melihatku diperlakukan seperti ini. Ibu membawaku pulang ke rumah menggunakan kendaraan roda dua dan langsung ganti baju. Aku dan Ibu akan pergi ke tukang pijit dekat rumahku. Setelah dipijit Mak Ida, pinggangku terasa enakan dan langsung pulang ke rumah.

"Bu, alhamdulillah pinggangku udah nggak sakit lagi. Ibu jangan sedih, ya!" ucapku seraya memeluk Ibu.

"Iya, Dela. Tapi kamu harus hati-hati dengan mereka. Ibu lihat mereka sangat jahat kepadamu dari dulu!" ucap Ibu seraya memelukku.
***
Beberapa bulan kemudian, aku menjalani hari-hariku seperti biasanya. Tiwi dan Lia sudah tidak lagi menggangguku. Tapi, mereka tetap saja kusut wajahnya bila berpapasan denganku. Aku memalingkan wajahku agar tak terpancing emosi dan kejadian itu tak terulang kembali. Hari ini aku piket bersama Tiwi dan Lia. Awalnya tidak ada yang aneh, aku menyapu bagian belakang, sedangkan Lia dan Tiwi melanjutkan hingga sampai ke depan kelas. Saat aku akan pulang, tiba-tiba Lia menarik tanganku dan membawaku ke depan kelas. Sementara, Tiwi dengan wajah nakalnya membawa tip-x ditangannya. Tiwi dengan santainya akan menumpahkan tip-x itu ke rok merahku.

"Tiwi, jangan lakukan itu. Jangan bully, aku Tiwi!" ucapku dengan mata berkaca-kaca dan tanganku dipegang oleh Lia.

"Diam, kau!" ucapnya singkat seraya menumpahkan tip-x ke rokku.

Tiwi dan Lia tertawa terpingkal-pingkal melihatku sudah mengeluarkan cauran bening di mataku. Mereka meninggalkanku seorang diri begitu saja tanpa merasa bersalah. Aku hanya tinggal seorang diri karena teman-temanku sudah pada pulang. Mereka sudah menawarkan untuk menungguiku piket, tapi aku melarangnya karena takut mereka menunggu lama.

Aku pulang ke rumah dan menemui Ibu. Aku menceritakan kejadian tadi kepada Ibu. Ibu geram dengan sikap Tiwi dan Lia.  Sampai-sampai Ibu ingin datang ke rumah Tiwi untuk menasihatinya tapi aku melarang Ibu untuk kesana. Biar sekolahlah yang menentukan hukuman apa yang pantas untuk mereka. Aku heran dengan sikap mereka yang semena-mena denganku. Apa salahku, sehingga mereka membullyku seperti ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun