Siapa sih yang tak ingin punya banyak teman? Pasti semua ingin bukan. Memiliki banyak teman merupakan suatu anugerah yang tidak bisa dibeli dengan uang. Saat aku masih menggunakan seragam merah putih, waktu itu aku masih kelas 5 disebuah sekolah dasar yang tak jauh dari rumahku, di Desa S. Aku mempunyai banyak teman karena mudah akrab dengan orang lain, tapi memiliki banyak teman pun pasti ada masalahnya. Aku memiliki dua orang teman yang tidak suka akan kehadiranku. Mereka selalu saja iri dengan apa yang aku miliki.
"Heh, Dela, jangan blagu ya, sama kami!" ucap Tiwi yang dianggukkan oleh Lia temannya Tiwi yang 11 12 dengannya.
"Blagu gimana maksudnya Tiwi?" tanyaku kepada Tiwi.
"Udah, intinyo lo jangan sok asyik sama teman-teman disini!" ucap Tiwi kepadaku.
Aku menghela napas kasar mendengar perkataan Tiwi dan tidak mengindahkan mereka. Hati dua orang temanku ini sudah dipengaruhi setan dan tertutup oleh kabut hitam. Entah apa maksud mereka sehingga selalu mencari gara-gara terhadap semua teman-teman disini. Mungkin mereka ingin dikenal oleh banyak orang dan menonjol di depan semua orang. Apalagi aku mendapat peringkat 2 semester kemarin di kelas yang membuat mereka semakin geram dan iri kepadaku.
"Eh, Dela, nggak usah sok pintar deh. Pake ngajarin teman-teman segala!" ucap Lia menatap tajam kearahku.
"Eh, Lia, aku nggak merasa pintar disini. Teman-teman cuma minta ajarin soal matematika kemarin!" ucapku seraya menatap tajam kearah Tia.
Lia geram mendengar perkataanku dan mendorongku hingga terjatuh dari bangku sekolahku. Tiwi tertawa terpingkal-pingkal dan senang melihatku terjatuh seperti ini. Teman-temanku membantuku berdiri dan seketika guru melihat kami. Guru membawaku ke ruang UKS dulu jikalau ada yang terluka. Ternyata tidak ada, tapi pinggangku terasa sakit.
"Bu Wati, pinggangku sakit banget!" ucapku seraya memegang pinggangku.
"Nanti Dela sama Mama pergi ke tukang pijit, ya!" ucap Bu Wati kepadaku.