Mohon tunggu...
Diva Syafa
Diva Syafa Mohon Tunggu... Tutor - Tutor Qanda

Saya suka meluapkan perasaan saya lewat tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jangan Jadikan Ibuku Tulang Punggung

15 September 2023   19:11 Diperbarui: 15 September 2023   19:15 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dilahirkan dari keluarga sederhana ysng bisa dikatakan jauh dari kata cukup adalah hal yang tidak kuinginkan. Bukannya aku sebagai seorang anak adalah orang yang gila harta. Tapi, tanpa harta kita tidak bisa apa-apa. Memang benar kata orang, uang bukan segalanya, tapi segala-galanya butuh uang. Seperti yang kualami sekarang. Saat kuliah pun aku hanya mengandalkan beasiswa dari pemerintah. Mungkin bisa dikatakan, tanpa beasiswa aku tidak bisa kuliah.

"Bu, tenang aja. Masalah uang kuliah nggak usah dipikirin. Tapi, untuk kos dan belanja bulananku nggak bisa diandalkan dari beasiswa itu!" ucapku dengan mata berkaca-kaca.

"Iya Dinta, Ibu tau kok. Makanya selain jadi guru honorer, Ibu juga bikin kue dan gorengan di kedai-kedai!" ucap Ibu seraya mengusap cairan bening yang keluar dari matanya.

Aku langsung memeluk Ibu dan mencoba menenangkannya. Cairan bening itu sudah jatuh dan membasahi pipiku. Aku tak tega melihat Ibu seperti ini, tapi aku bisa apa. Sakit rasanya bila orangtua kita membutuhkan uang, tapi kita tidak bisa membantunya. Aku janji, Bu, aku akan kuliah dengan rajin dan lulus tepat waktu sehingga aku bisa kerja untuk meringankan beban Ibu.

Dunia memang kejam, bahkan untuk mengejar pendidikan pun butuh uang. Ayahku yang hanya bekerja sebagai sopir yang membawa buah-buahan ke suatu kota membuat ibuku terpaksa membanting tulang untuk membiayai kebutuhanku dan adikku. Ibuku yang hanya sebagai seorang guru honorer terpaksa membanting tulang dengan jualan kue dan gorengan ke kedai-kedai sebelum berangkat sekolah.

"Bu, aku bantuin ya, bikin pastel. Kan aku seminggu lagi kuliah ke kota P!" ucapku seraya tersenyum sumringah kepada Ibu.

"Terimakasih, ya, Nak. Ibu bangga punya anak seperti kamu!" ucap Ibu seraya tersenyum sumringah kepadaku.

Aku menggangguk seraya tersenyum sumringah kepada Ibu. Setiap pagi aku selalu membantu Ibu sebelum dia berangkat ke sekolah. Ayahku pulang sekali seminggu dan hari ini dia akan pulang. Semoga saja ayah kasih Ibu duit hari ini karena banyak persediaan yang habis ditambah lagi ongkos buat sekolah adikku, Hani yang tak sedikit. Saat kami santai sore di rumah, tiba-tiba Ayah datang. Kami menyambut kedatangan Ayah dengan sukacita. Tapi, belum lagi lima menit Ayah duduk dan berkata sesuatu kepada Ibu.

"Yuni, maaf kali ini aku nggak bawa uang karena barang yang kubawa itu telat ngasih ke yang punya sehingga aku nggak dapat uang kali ini!" ucap Ayah seraya menatap netra Ibu.

"Mas, aku juga nggak ada uang. Ini saja aku hanya bisa untuk kebutuhan sehari-hari. Belum lagi ongkosnya Hani. Kalau kayak gini aku nggak sanggup, Mas!" ucap Ibu dengan mata berkaca-kaca.

Ayah terdiam mendengar perkataan Ibu. Aku kasihan melihat Ibu banting tulang seperti ini. Kenapa sih Ayah tidak cari kerja lain? Setiap pulang dia selalu mengeluh soal uang. Kadang aku capek melihat Ayah dan Ibu seperti ini. Kadang, aku sampai ngajak temanku kekuar cari ingin agar aku tidak memikirkannya lagi. Tapi, tetap saja kalau di dalam kamar aku menangis dan menyesali karena ayahku tidak mau punya usaha lain.
***
Seminggu kemudian, aku diantar Ibu ke Kota P untuk kuliah disana. Sebelum berangkat aku berpamitan dengan Ayah dan adikku. Aku berat rasanya meninggalkan Hani, tapi dia harus sekolah. Jadi, dia tidak bisa ikut dengan kami. Mereka hanya mengantarku sampai depan rumah saja karena travel sudah menunggu di depan rumahku. 

"Hani, Ayah, Dinta pergi dulu!" ucapku kepada Ayah dan adikku seraya berpamitan dengan mereka.

"Hani, Mas. Jaga rumah, ya. Dua hari lagi aku kembali kesini!" ucap Ibu kepada Ayah dan adikku.

"Iya!" ucap Ayah dan adikku singkat seraya melambaikan tangan kepada kami

Beberapa jam kemudian, aku sampai di Kota P dan kami menginap di rumah saudara Ibuku. Selama beberapa hari aku menginap hingga sampai mendapatkan kos. Ibu pulang dua hari setelahnya karena masih harus mengajar di sekolah. Hani juga tidak biasa berpisah dengan Ibu, jadi setelah Ibu mengurus keperluanku. Ibu hari ini berangkat menggunakan travel menuju rumahku.

Tak terasa sudah beberapa bulan aku kuliah dan disini terkena kabut asap yang parah. Kuliahku diliburkan hingga satu bulan ke depan. Untung, beasiswaku sudah cair sehingga aku memutuskan untuk pulang ke rumah. Sudah dua bulan lamanya aku disini dan belum pulang. Lagian jarak dari Kota P ke kampungku hanya tujuh jam saja sehingga hari ini aku pulang kampung. Tak lupa aku pamit dengan teman kos dan juga sahabatku. Aku hanya pamit lewat gawai kepada sahabatku.

Beberapa jam kemudian, aku sampai di kampung halamanku. Aku sengaja tidak memberitahukan kepulanganku karena ingin ngasih kejutan kepada keluargaku. Aku mengetuk pintu rumah seraya mengucapkan salam dan betapa terkejutnya Ibu melihatku.

"Dinta, kamu pulang, Nak. Emang kamu punya uang?" tanya Ibu seraya masuk ke dalam rumah.

"Ada Bu. Kan beasiswaku semester ini cair. Lagian kabut asap membuatku jenuh dan tidak bisa ngapa-ngapain. Mending aku pulang!" ucapku kepada Ibu.

"Kak Dinta. Aku kangen banget sama Kakak!" ucap Hani seraya memelukku.
"Iya, Kakak juga kangen Hani sama Ibu. Ayah mana, Bu?" ucapku kepada adikku dan Ibu.
"Iya Ibu tau karena nonton berita di televisi. Ayah udah berangkat kerja dari kemarin sore!" ucap Ibu seraya menatap kearahku.

Aku merebahkan tubuhku sebentar di kasur. Keliatannya Ibu sedih dan terpaksa senyum didepanku. Ya, Tuhan, ini pasti karena Ayah. Ya, siapa lagi yang bikin Ibu sedih kalau Ayah tidak mau cari usaha lain. Secara tidak langsung, Ayah sudah menjadikan Ibu tulang punggung keluarga. Ingin aku mengatakan kepada Ayah, jangan jadikan ibuku tulang punggung keluarga. Jangan siksa lagi batin Ibu dengan keadaan ini Ayah. Aku bermonolog dalam hati.

Keesokan harinya, seperti biasa aku menolong Ibu untuk bikin pastel. Karena hari ini hari Minggu, aku mengajak Ibu dan Hani untuk makan di cafe. Aku ingin sekali membahagiakan mereka walau hanya sebentar saja. Aku janji setelah aku lulus dan kerja nanti, Ibu tidak boleh kerja seperti ini lagi. Kami berangkat menggunakan angkutan umum.

Sesampainya di cafe, aku memanggil pelayan untuk mengambil menu yag sda disini. Aku beberapa kali pernah datang kesini diajak temanku dan ditraktirnya. Sedangkan Ibu dan adikku belum pernah kesini sehingga sesekali aku ingin menciptakan senyum di wajah mereka walau hanya sesaat.

"Ibu sama Hani mau pesan apa? Disini terkenal dengan spageti aglio olio yang enak. Tenang, biar aku yang bayar!" ucapku kepada Ibu dan adikku.

"Ibu mau pesan ayam bakar. Minumnya es teh manis saja!" ucap Ibu kepadaku.

"Aku samain aja sama Ibu, Kak!" ucap Hani kepadaku.

Pelayan mencatat menu yang kami pesan. Aku juga memesan ayam bakar dan es teh manis. Beberapa menit kemudian, pelayan datang dan membawa pesanan kami. Senyum terbit di wajah Ibu dan adikku. Mungkin mereka belum pernah memakan makanan yang enak sehingga mereka makan dengan lahapnya. Tak lupa aku juga membawa Ibu jajan di minimarket dan pulang setelahnya.

Sebulan kemudian, aku kembali ke kampusku. Berat hatiku meninggalkan mereka karena Ayah sudah seminggu di rumah dan belum kerja karena belum ada barang yang akan diangkutnya. Setiap hari kami usaha cari uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan Ayah, hanya santai-santai saja melihat kami bekerja. Semoga saja Ayah sadar dan bisa mencari pekerjaan lain dan tidak menjadikan ibuku sebagai tulang punggung keluarga lagi.
~END

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun