Mohon tunggu...
Diva Syafa
Diva Syafa Mohon Tunggu... Tutor - Tutor Qanda

Saya suka meluapkan perasaan saya lewat tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jangan Jadikan Ibuku Tulang Punggung

15 September 2023   19:11 Diperbarui: 15 September 2023   19:15 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ayah terdiam mendengar perkataan Ibu. Aku kasihan melihat Ibu banting tulang seperti ini. Kenapa sih Ayah tidak cari kerja lain? Setiap pulang dia selalu mengeluh soal uang. Kadang aku capek melihat Ayah dan Ibu seperti ini. Kadang, aku sampai ngajak temanku kekuar cari ingin agar aku tidak memikirkannya lagi. Tapi, tetap saja kalau di dalam kamar aku menangis dan menyesali karena ayahku tidak mau punya usaha lain.
***
Seminggu kemudian, aku diantar Ibu ke Kota P untuk kuliah disana. Sebelum berangkat aku berpamitan dengan Ayah dan adikku. Aku berat rasanya meninggalkan Hani, tapi dia harus sekolah. Jadi, dia tidak bisa ikut dengan kami. Mereka hanya mengantarku sampai depan rumah saja karena travel sudah menunggu di depan rumahku. 

"Hani, Ayah, Dinta pergi dulu!" ucapku kepada Ayah dan adikku seraya berpamitan dengan mereka.

"Hani, Mas. Jaga rumah, ya. Dua hari lagi aku kembali kesini!" ucap Ibu kepada Ayah dan adikku.

"Iya!" ucap Ayah dan adikku singkat seraya melambaikan tangan kepada kami

Beberapa jam kemudian, aku sampai di Kota P dan kami menginap di rumah saudara Ibuku. Selama beberapa hari aku menginap hingga sampai mendapatkan kos. Ibu pulang dua hari setelahnya karena masih harus mengajar di sekolah. Hani juga tidak biasa berpisah dengan Ibu, jadi setelah Ibu mengurus keperluanku. Ibu hari ini berangkat menggunakan travel menuju rumahku.

Tak terasa sudah beberapa bulan aku kuliah dan disini terkena kabut asap yang parah. Kuliahku diliburkan hingga satu bulan ke depan. Untung, beasiswaku sudah cair sehingga aku memutuskan untuk pulang ke rumah. Sudah dua bulan lamanya aku disini dan belum pulang. Lagian jarak dari Kota P ke kampungku hanya tujuh jam saja sehingga hari ini aku pulang kampung. Tak lupa aku pamit dengan teman kos dan juga sahabatku. Aku hanya pamit lewat gawai kepada sahabatku.

Beberapa jam kemudian, aku sampai di kampung halamanku. Aku sengaja tidak memberitahukan kepulanganku karena ingin ngasih kejutan kepada keluargaku. Aku mengetuk pintu rumah seraya mengucapkan salam dan betapa terkejutnya Ibu melihatku.

"Dinta, kamu pulang, Nak. Emang kamu punya uang?" tanya Ibu seraya masuk ke dalam rumah.

"Ada Bu. Kan beasiswaku semester ini cair. Lagian kabut asap membuatku jenuh dan tidak bisa ngapa-ngapain. Mending aku pulang!" ucapku kepada Ibu.

"Kak Dinta. Aku kangen banget sama Kakak!" ucap Hani seraya memelukku.
"Iya, Kakak juga kangen Hani sama Ibu. Ayah mana, Bu?" ucapku kepada adikku dan Ibu.
"Iya Ibu tau karena nonton berita di televisi. Ayah udah berangkat kerja dari kemarin sore!" ucap Ibu seraya menatap kearahku.

Aku merebahkan tubuhku sebentar di kasur. Keliatannya Ibu sedih dan terpaksa senyum didepanku. Ya, Tuhan, ini pasti karena Ayah. Ya, siapa lagi yang bikin Ibu sedih kalau Ayah tidak mau cari usaha lain. Secara tidak langsung, Ayah sudah menjadikan Ibu tulang punggung keluarga. Ingin aku mengatakan kepada Ayah, jangan jadikan ibuku tulang punggung keluarga. Jangan siksa lagi batin Ibu dengan keadaan ini Ayah. Aku bermonolog dalam hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun