Mohon tunggu...
Diva Syafa
Diva Syafa Mohon Tunggu... Tutor - Tutor Qanda

Saya suka meluapkan perasaan saya lewat tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Salah Apa Ibuku

6 Agustus 2023   11:28 Diperbarui: 6 Agustus 2023   11:32 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pexels.com/Diva Plavalaguna

Hari ini aku sangat bahagia karena akan mengirim novel ke editor lewat email.

Terlebih dahulu aku mengedit mulai dari cover, sinopsis, dan 5 bab awal novelku. Saat aku asyik-asyiknya mengedit novel, tiba-tiba Ibu menelponku, Papaku menyuruh loadspeaker.

"Rila, Ibu bertengkar sama Ani dekat sekolah Ibu yang jualan itu!" ucap Ibu seraya menangis terisak-isak kepadaku.

"Kok bisa Bu?" tanya dengan nada cemas kepadaku.

"Tadi Ibu lewat depan sekolah, terus dia manggil Ibu. Terus dia bilang, Buk Silva, kenapa anak-anak dilarang nongkrong tempat saya? Terus Ibu bilang, nggak ada saya melarang anak nongkrong disini. Terus dia bilang, kata wali murid iya, kemarin, Buk Silva yang melarang. Terus Ibu bilang, wali murid yang mana yang bilang? Terus dia bilang banyak wali murid yang bilang. Terus Ibu bilang, iyalah saya larang, masa murid saya disuruh berhutang. Minggir, saya mau ngajar. Terus dia bilang, nggak boleh kamu lewat sini, saya sudah sewa jalan ini. Terus Ibu bilang, sejak kapan jalan kamu yang sewa, kamu cuma sewa rumah. Terus dia hambat jalan Ibu dan Ibu terus dihambatnya, terus Ibu bilang kurang ajar kamu. Terus dia pegang kerah baju Ibu dekat leher hingga masker Ibu copot dan jilbab yang Ibu kenakan ditariknya dan saat dia menarik rambut ibu, Ibu pegang baju dia dan Ibu robek sampai dekat ketiaknya lalu Ibu remas  dia. Terus suaminya datang untuk melarai kami dan bilang ke dia, ngapain kamu disini? Terus dia bilang, biarin Buk Silva mati sekalian. Karena mendengar ribut-ribut keluar Buk Ira yang lagi di mushalla. Terus Buk Ira bilang, Astaghfirullah Kak Silva, yuk kita ke dalam. Guru lain yang melihat membawa Ibu ke dalam dan menenangkan Ibu!" ucap Ibu bercerita panjang lebar kepadaku.

"Ibu, tega sekali dia. Ibu, Rila jemput ke sekolah, ya?" ucapku dengan nada sedih kepada Ibu.
"Nggak usah, sebentar lagi Ibu ada pertemuan jam 9 di SDN 15!" ucap Ibu dengan suara serak kepadaku.
"Ibu udah minum teh manis belum?" tanyaku kepada Ibu.
"Sudah dibuatkan Buk Ira tadi!!" ucap Ibu kepadaku.
"Ibu jangan ngajar dulu, di kantor saja dulu!" ucapku kepada Ibu.
"Iya, Rila. Ibu masih di kantor bersama guru yang lain!" ucap Ibu kepadaku.

Setelah telpon ditutup, tanganku gemetar, linglung dengan kenyataan ini. Aku pun W'a adikku yang lagi kuliah di Kota P untuk menelpon Ibu. Aku, adikku dan Papa sedih sekaligus geram mendengar penjelasan Ibu tadi. Salah apa ibuku? Padahal, Ibu cuma memperingatkan murid untuk tidak diajar oleh Ani berhutang kepadanya. Masalah dilarang nongkrong, Ibu tak pernah melarang anak nongkrong disana. Kenapa dia menyerang Ibu tiba-tiba? Setan apa yang merasukinya hingga dia menyerang Ibu? Aku tak terima dengan semua ini. Ini sudah pengancaman dan termasuk tindak kriminal. Aku akan lapor kejadian ini ke polisi.

Beberapa menit kemudian, Ibu pun pulang. Aku menyambutnya dengan perasaan sedih dan kesal dengan perbuatan manusia gila itu. Aku pun berdiri disamping Ibu untuk mendengarkan apa yang akan diceritakan Ibu. Ternyata Pak Dipo, kepala sekolah Ibu sudah bicara dengan suaminya Bu Ani. Tapi, Ibu tidak tahu kejelasan gimananya karena Ibu sangat shock dengan kejadian ini.
"Bu, makan dulu ya!" ucapku kepada Ibu.
"Nanti saja, Ibu jadi nggak nafsu makan gara-gara dia. Ibu pergi pertemuan dulu, ya!" ucap Ibu kepadaku.
"Iya, Bu. Hati-hati!" ucapku kepada Ibu.

Ibu pun berlalu dari hadapanku dan Papa. Kami terbuai dalam lamunan masing-masing. Pokoknya dia harus minta maaf kepada Ibu atau nggak dia masuk penjara atau diusir dari kamoung ini. Dia cuma pendatang disini, berani-beraninya dia mengancam Ibu. Kasus ini harus dilaporkan agar si pelaku jera dengan perbuatannya.

Beberapa jam kemudian, saudara sepupu Ibu dekat rumahku datang ke rumahku. Aku menceritakan semua kejadian tadi kepada mereka. Mereka tidak terima saudaranya diperlakukan seperti itu. Mereka mau menyerang dia ke rumahnya, untung Papa mencegah mereka agar tidak gegabah dalam mengambil tindakan. Aku didukung mereka untuk dilaporkan ke polisi.

Tidak lama kemudian, Ibu pun pulang dari pertemuan. Aku pun bilang kalau saudara Ibu datang kesini dan Ibu lalu pergi menghampiri mereka. Ibu menceritakan kembali secara detail kejadiannya. Dari raut wajah saudara Ibu, jelas sekali mereka tidak terima kalau Ibu diperlakukan seperti itu.
***
Hari Senin pun tiba, sekarang waktunya aku dan keluargaku melapir ke Kantor Desa terlebih dahulu untuk didudukkan permasalahannya. Karena tak begitu ditanggapi oleh Kepala Kantor Desa, kami pun memutuskan untuk lapor polisi. Alhamdulillah, pihak polisi pun memanggil Bu Ani dan suaminya untuk dimintai keterangan lebih lanjut.

Beberapa menit kemudian, Bu Ani dimintai keterangan polisi dan ternyata benar dia mengakui kesalahannya dan minta maaf kepada Ibu. Sekarang, polisi memberinya dua pilihan, pergi dari kampung ini atau di penjara. Akhirnya dia memilih pergi dari kampung ini secepatnya. Aku lega mendengar perkataan polisi. Setidaknya Ibu jadi aman jika pergi ke sekolah tanpa was-was lagi. Setelah mereka pergi dari kantor polisi, keluargaku pun berbicara.
"Alhamdulillah Mbak Silva, polisi sudah menegakkan keadilan!" ucap Tante Siti kepada Ibu.
"Iya, syukurlah Mbak Silva, dia akhirnya pergi dari kampung ini!" ucap Tante Ilna kepada Ibu.
"Yana senang dengarnya, Tante Silva. Akhirnya dia pergi jauh dari sini!" ucap Kak Yana kepada Ibu.
"Alhamdulillah, terimakasih semuanya, terimakasih juga Pak Polisi!" ucap Ibu kepada kami semua.
"Iya sama-sama!" ucap kami nyaris serempak.

Aku dan keluargaku pun pulang dengan perasaan lega. Ada pelajaran yang harus diambil dari kejadian ini. Kita harus menjaga sikap dan perbuatan kita dimanapun berada, jika tidak, maka terima konsekuensinya. Jika dia bicara baik-baik waktu itu, pasti tidak akan seperti ini jadinya.
~END

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun