Oleh: Diva Ramadina, Moch Athallah A., Angelia Lorensya C., Nur Qomariah, Desi Nurwidawati
Self-esteem atau harga diri adalah cara seseorang menilai dirinya, mencakup penerimaan terhadap kelebihan, kekurangan, dan nilai-nilai yang dimilikinya. Namun, banyak individu merasa sulit menerima diri sendiri, sering kali terjebak dalam perasaan tidak cukup baik atau tidak layak.
Mengapa fenomena ini terjadi? Â
1. Standar Sosial yang Tinggi
Di era digital, media sosial berperan besar dalam membentuk ekspektasi tentang "kehidupan sempurna." Studi dari Fardouly et al. (2015) menemukan bahwa penggunaan media sosial secara intensif terkait dengan perasaan rendah diri akibat perbandingan sosial. Kita sering melihat pencapaian orang lain tanpa menyadari bahwa itu hanya potongan kecil dari kehidupan mereka.
2. Pengaruh Masa Lalu
Pengalaman masa kecil, seperti kritik yang berlebihan atau pola asuh yang terlalu menuntut, dapat meninggalkan luka emosional yang bertahan hingga dewasa. Menurut teori Attachment oleh Bowlby (1988), pola hubungan kita dengan pengasuh utama memengaruhi bagaimana kita memandang diri sendiri. Anak yang tumbuh tanpa validasi emosional cenderung mengalami kesulitan menerima diri mereka di masa depan. Â
3. Perfeksionisme
Perfeksionisme sering dikaitkan dengan self-esteem rendah. Hewitt & Flett (1991) menjelaskan bahwa perfeksionisme maladaptif menciptakan rasa takut gagal yang kronis. Ketika seseorang tidak mencapai standar yang terlalu tinggi, ia merasa tidak berharga atau gagal. Â
4. Kurangnya Pemahaman Diri
Orang yang kurang mengenal diri sendiri cenderung lebih mudah dipengaruhi oleh ekspektasi eksternal. Carl Rogers (1951), dalam teori Self-Concept, menekankan pentingnya keselarasan antara self-image, ideal self, dan realitas. Ketidaksesuaian antara ketiga elemen ini dapat menyebabkan konflik internal dan rendahnya penerimaan diri. Â
 5. Tekanan Budaya dan Lingkungan
Budaya tertentu menekankan pentingnya pencapaian dan pengakuan dari orang lain sebagai ukuran nilai diri. Sebuah penelitian oleh Cheng et al. (2018) menunjukkan bahwa budaya kolektivis sering kali memengaruhi individu untuk menilai dirinya berdasarkan kontribusi sosial, yang dapat mengarah pada rasa tidak cukup baik jika ekspektasi tersebut tidak tercapai. Â
Bagaimana Mengatasi Dilema Ini?
1. Berlatih Self-Compassion Â
Menurut Neff (2003), self-compassion atau kasih sayang terhadap diri sendiri membantu mengurangi kritik internal yang berlebihan. Hal ini mencakup penerimaan atas kesalahan dan mengakui bahwa ketidaksempurnaan adalah bagian dari kemanusiaan. Â
2. Kurangi Membandingkan Diri Â
Menyadari bahwa perbandingan sosial sering kali tidak realistis dapat membantu kita fokus pada perjalanan pribadi. Festinger (1954), dalam Social Comparison Theory, menyarankan bahwa membandingkan diri ke arah yang lebih sehat (seperti membandingkan dengan versi diri sebelumnya) lebih bermanfaat untuk pengembangan diri. Â
3. Kenali Diri Sendiri Â
Refleksi dan pengenalan diri melalui jurnal atau terapi dapat membantu mengidentifikasi nilai-nilai personal dan menetapkan tujuan yang lebih sesuai dengan diri sendiri. Brown & Ryan (2003) dalam penelitian tentang mindfulness menyarankan bahwa kesadaran penuh dapat meningkatkan pemahaman terhadap diri sendiri. Â
4. Hargai Kemajuan Kecil Â
Menurut Bandura (1997), konsep self-efficacy atau keyakinan akan kemampuan diri memainkan peran besar dalam meningkatkan self-esteem. Mengapresiasi kemajuan kecil dapat memperkuat rasa percaya diri. Â
5. Cari Dukungan Â
Berbicara dengan orang terpercaya atau terapis dapat membantu memberikan perspektif baru dan membangun pola pikir yang lebih positif. Dukungan sosial telah terbukti memperkuat kesehatan mental dan penerimaan diri (Cohen & Wills, 1985). Â
Sulitnya menerima diri sendiri merupakan hasil dari kombinasi faktor internal dan eksternal, seperti standar sosial, pengalaman masa lalu, dan pola pikir yang tidak sehat. Namun, dengan pemahaman lebih dalam dan strategi yang tepat, kita dapat membangun self-esteem yang lebih sehat. Ini adalah perjalanan panjang, tetapi langkah kecil yang konsisten akan membawa kita lebih dekat pada penerimaan diri yang utuh. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H