Sifat dan karakter pada diri individu pasti berbeda-beda, hal ini untuk menjalani kegiatan dalam hidup mereka sehari-hari. Dalam membentuk tingkah laku, sifat dan karakter dalam menjalani kehidupan terutama pada pendidikan ini disebut dengan konsep diri.
Menurut Mead (dalam Burns, 1993) konsep diri sebagai pandangan, penilaian, dan perasaan individu mengenai dirinya yang timbul sebagai hasil dari suatu interaksi sosial. Konsep diri atau self-concept adalah cara individu memandang dirinya sendiri, bukan hanya melihat dirinya didepan cermin melainkan menganalisis kemampuan diri, karakteristik, serta menilai diri sendiri.
Jenis konsep diri ada 4 yaitu:
1. Konsep diri positif
Individu dengan konsep diri positif memiliki pandangan positif tentang dirinya sendiri. Mereka percaya pada kemampuan, nilai, dan keunggulan diri. Biasanya mereka cenderung lebih percaya diri didepan umum atas kemampuan diri mereka serta optimis dan pantang menyerah dalam menghadapi tantangan hidup.
2. Konsep diri negatif
Berbanding terbalik, individu dengan konsep diri negatif memiliki pandangan negatif tentang dirinya sendiri. Mereka mungkin merasa tidak mampu, tidak berharga, dan merasa rendah diri. Individu dengan konsep diri negatif sangat mempengaruhi hubungan diri mereka dengan lingkungan sosial, Individu dengan konsep diri negatif juga disebut dengan Toxic People.
3. Konsep diri akademik
Konsep ini merujuk pada pandangan seseorang tentang kemampuan akademik diri mereka. Individu dengan konsep ini cenderung lebih bersemangat dalam menjalani proses akademik, mereka juga lebih percaya diri dan berambisi dalam menjalani kehidupan akademik mereka. Anak sekarang menyebut individu dengan konsep ini dengan sebutan si paling ambis / anak ambis.
4. Konsep diri sosial
Sedangkan pada konsep ini lebih fokus pada keberhasilan seseorang dalam memiliki kemampuan berinteraksi dengan kehidupan sosial mereka. Biasanya seseorang dengan konsep diri ini mereka lebih banyak memiliki relasi atau disebut dengan high social-butterfly. Individu yang memiliki konsep diri ini mereka sangat nyaman juga mudah dengan bergaul kepada banyak orang, memiliki banyak teman dan teman baru serta mampu membangun hubungan yang sehat dengan banyak orang.
Konsep diri terus berubah dan berkembang seiring waktu. Erikson memandang perkembangan konsep diri melalui serangkaian tahapan perkembangan psiko-sosial yang dilalui sepanjang kehidupan, dari masa kanak-kanak hingga dewasa.
Konflik yang berhasil diselesaikan pada setiap tahap perkembangan akan membantu membentuk identitas yang kuat dan sehat, sementara konflik yang tidak terselesaikan dapat memengaruhi tingkah laku maladaptif dan ketidakstabilan identitas.
Carl Rogers ia mengatakan bahwa konsep diri yang positif sangat penting bagi kesejahteraan psikologis individu, termasuk dalam lingkungan pendidikan. Jika siswa memiliki konsep diri yang positif, mereka cenderung merasa lebih kompeten dan termotivasi untuk mencapai prestasi akademis yang baik.
Siswa dengan konsep diri akademik yang positif cenderung lebih percaya diri, lebih terbuka terhadap pembelajaran baru, dan lebih mampu menghadapi kegagalan dengan sikap yang konstruktif. Hal ini dapat meningkatkan prestasi sekolah mereka.
Emosi adalah respon psikologis dan fisiologis seseorang terhadap suatu stimulus, baik dari luar maupun dari dalam dirinya. Emosi mencakup perasaan subjektif yang bisa berupa senang, marah, sedih, takut, atau jijik, dan biasanya disertai dengan perubahan fisiologis, seperti detak jantung yang meningkat atau perubahan ekspresi wajah.
Walter Cannon dan Philip Bard dalam Teori Cannon-Bard menyatakan bahwa emosi dan reaksi fisiologis terjadi secara bersamaan dan independen.
Ketika seseorang mengalami situasi yang memicu emosi, otak mengaktifkan respons tubuh dan perasaan emosional secara bersamaan. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku laku (reaksi tubuh) tidak selalu menjadi penyebab dari emosi yang dirasakan, tetapi keduanya saling terkait dalam proses yang kompleks.
Karakteristik emosi ada 5 yaitu:
1. Intensitas emosi
Emosi pada anak seringkali bersifat intens, dengan reaksi yang kuat terhadap situasi tertentu. Ini berarti bahwa anak dapat merasakan emosi dengan sangat mendalam, baik positif maupun negatif.
2. Durasi emosi
Emosi anak biasanya berlangsung singkat dan bersifat temporer. Mereka dapat dengan cepat beralih dari satu emosi ke emosi lainnya, seperti dari kegembiraan menjadi kesedihan.
3. Frekuensi munculnya emosi
Anak-anak cenderung mengalami emosi yang muncul cukup sering, yang menunjukkan bahwa mereka sedang dalam proses belajar mengenali dan mengekspresikan perasaan mereka.
4. Respon beragam
Respon emosional anak bervariasi, tergantung pada situasi dan konteks sosial yang mereka hadapi. Ini mencakup berbagai ekspresi wajah dan perilaku yang mencerminkan perasaan mereka.
5. Kemampuan menahan emosi
Seiring bertambahnya usia, anak mulai belajar untuk menahan tangis dan kekecewaan, serta menunjukkan kesabaran saat menunggu giliran.
Pengertian dari Moral, Nilai, Sikap, Kreativitas. Moral sebagai seperangkat prinsip yang mengatur perilaku manusia dalam konteks baik dan buruk, benar dan salah. Moral mencakup setiap tindakan yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Nilai konsep atau keyakinan yang dianut oleh individu atau kelompok mengenai apa yang dianggap penting atau berharga dalam hidup. Nilai mencakup keadilan, kejujuran dan rasa hormat.
Selanjutnya, Sikap merupakan kecenderungan seseorang untuk bertindak atau bereaksi terhadap objek, orang, atau situasi tertentu dengan cara tertentu. Sikap mencakup keyakinan, perasaan dantindakan.
Dan yang terakhir kreativitas, Kreativitas adalah perjalanan membuka pintu imajinasi. Kita belajar menemukan ide-ide baru dan solusi yang inovatif. Kecerdasan, bakat, dan minat menjadi kunci untuk membuka pintu ini.
Lingkungan yang mendukung kreativitas, seperti sekolah yang mendorong eksplorasi dan kebebasan berekspresi, menawarkan kesempatan untuk mengembangkan potensi kreativitas kita
Teori Moral menurut para ahli:
1. Teori Jean Piaget
Piaget mengemukakan bahwa perkembangan moral melalui tahap-tahap: heteronomi (patuh pada aturan eksternal), otonomi (memahami aturan sebagai kesepakatan sosial), dan moralitas prinsip (berdasarkan prinsip-prinsip moral universal).
2. Teori Kohlberg
Kohlberg mengembangkan tahap-tahap perkembangan moral berdasarkan dilema moral: tahap pra-konvensional (fokus pada hukuman dan imbalan), tahap konvensional (patuh pada aturan dan norma sosial), dan tahap pasca-konvensional (berdasarkan prinsip-prinsip moral universal).
Setiap anak memiliki pengalaman dan latar belakang yang berbeda, sehingga perkembangan moral, nilai, dan sikap mereka juga bervariasi. Beberapa anak mungkin lebih mudah menyerap nilai-nilai moral, sementara yang lain mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk memahami dan menerapkan nya. Banyak faktor yang mempengaruhi Perkembangan Moral, Nilai, dan Sikap. Beberapa faktor yang memengaruhi perkembangan moral, nilai, dan sikap seseorang meliputi:
• Keluarga: Orang tua dan keluarga merupakan pengaruh utama dalam membentuk moral, nilai, dan sikap seseorang.
• Sekolah: Sekolah juga memiliki peran penting dalam membentuk moral, nilai, dan sikap seseorang. Melalui kurikulum, guru, dan lingkungan sekolah.
• Teman: Teman dapat memengaruhi moral, nilai, dan sikap seseorang baik secara positif maupun negatif.
• Budaya dan Masyarakat: Budaya dan masyarakat dan lingkungan tempat tinggal juga memengaruhi moral, nilai, dan sikap mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H