Mohon tunggu...
Divanda Ayudhya
Divanda Ayudhya Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Merupakan mahasiswa aktif Program Studi Ekonomi Pembangunan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Dampak Fluktuasi Harga Minyak terhadap Neraca Pembayaran di Indonesia

8 Juli 2024   22:13 Diperbarui: 8 Juli 2024   22:45 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Data Olahan Excel/pribadi

Karena minyak sering menjadi komoditas yang sangat penting dan mendasar dalam perekonomian banyak negara, kenaikan biaya ini dapat sangat signifikan. Dampaknya, cadangan devisa berkurang karena lebih banyak mata uang asing yang keluar daripada yang masuk. Kondisi ini bisa memaksa bank sentral untuk menggunakan lebih banyak cadangan devisa untuk menjaga stabilitas nilai tukar mata uang domestik, terutama jika negara tersebut bergantung pada impor minyak untuk kebutuhan energi dalam negeri.

Di sisi lain, pendapatan ekspor yang lebih tinggi memiliki potensi untuk meningkatkan cadangan devisa. Ketika sebuah negara mengalami kenaikan dalam pendapatan ekspor, misalnya dari komoditas seperti pertanian, pertambangan, atau manufaktur, lebih banyak mata uang asing masuk ke negara tersebut. Pendapatan ini diperoleh dari hasil penjualan barang dan jasa ke pasar internasional. Peningkatan ini bisa terjadi karena berbagai faktor seperti meningkatnya harga komoditas, bertambahnya volume ekspor, atau peningkatan permintaan global untuk produk-produk tertentu dari negara tersebut. 

Dengan lebih banyaknya devisa yang masuk, bank sentral memiliki lebih banyak alat untuk mempertahankan stabilitas ekonomi, termasuk stabilitas nilai tukar dan kontrol inflasi. Oleh karena itu, meskipun biaya impor minyak yang tinggi dapat menguras cadangan devisa, peningkatan pendapatan dari ekspor dapat berfungsi sebagai penyeimbang dan bahkan meningkatkan cadangan devisa secara keseluruhan. Kombinasi dari kedua aspek ini menjadi kunci dalam menentukan dinamika cadangan devisa suatu negara.

Kenaikan harga minyak dunia memiliki dampak signifikan terhadap nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS. Hal ini disebabkan oleh dua faktor utama: pertama, meningkatnya kebutuhan akan dolar AS untuk membayar impor minyak, dan kedua, tekanan inflasi yang dapat mempengaruhi kebijakan moneter negara. Ketika harga minyak naik, biaya impor minyak Indonesia juga meningkat, yang pada gilirannya meningkatkan permintaan akan dolar AS untuk melakukan transaksi internasional. Karena Indonesia merupakan importir netto minyak mentah, kenaikan biaya impor minyak akan menyebabkan lebih banyak dolar AS diperlukan untuk memenuhi kebutuhan impor energi. Permintaan yang lebih tinggi untuk dolar AS cenderung melemahkan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS, karena lebih banyak Rupiah yang harus ditukar dengan dolar untuk membayar impor.

Selain itu, kenaikan harga minyak juga dapat memicu tekanan inflasi di dalam negeri. Biaya impor yang lebih tinggi akan meningkatkan biaya produksi secara keseluruhan, terutama dalam sektor-sektor yang sangat tergantung pada energi seperti transportasi dan manufaktur. Tekanan inflasi ini dapat mempengaruhi kebijakan moneter, di mana bank sentral mungkin perlu menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi, atau bahkan melakukan intervensi mata uang untuk menjaga stabilitas nilai tukar. Kedua dampak ini, baik dari sisi permintaan dolar AS yang meningkat untuk impor minyak maupun tekanan inflasi dalam negeri, berpotensi melemahkan Rupiah terhadap dolar AS dalam jangka pendek. Namun, respon kebijakan pemerintah dan bank sentral dalam menangani dua faktor ini juga sangat penting dalam menentukan seberapa besar dampaknya terhadap nilai tukar Rupiah dalam jangka panjang.

Fluktuasi harga minyak global memiliki dampak langsung terhadap inflasi dan kebijakan subsidi energi suatu negara. Ketika harga minyak naik, biaya produksi dan transportasi meningkat, yang selanjutnya bisa mengakibatkan kenaikan harga barang dan jasa secara keseluruhan. Kenaikan ini memicu tekanan inflasi karena biaya produksi yang lebih tinggi cenderung disalurkan kepada konsumen akhir melalui harga jual yang lebih tinggi. Dalam konteks ekonomi domestik, ini mengurangi daya beli masyarakat karena harga-harga yang lebih tinggi mengurangi nilai uang mereka. Inflasi yang lebih tinggi juga dapat mempengaruhi kebijakan moneter negara, memaksa bank sentral untuk menaikkan suku bunga guna menekan inflasi. Hal ini dapat mengurangi pertumbuhan ekonomi dan mengganggu stabilitas ekonomi makro secara keseluruhan.

Pemerintah sering kali bereaksi terhadap fluktuasi harga minyak dengan menyesuaikan subsidi energi. Subsidi energi merupakan upaya untuk menstabilkan harga energi yang penting bagi sektor-sektor ekonomi dan konsumen. Ketika harga minyak naik, beban subsidi energi bagi pemerintah meningkat karena mereka harus menanggung sebagian besar biaya kenaikan harga untuk mencegah dampaknya yang langsung terasa bagi konsumen. Ini berdampak langsung pada anggaran negara karena meningkatkan belanja pemerintah untuk subsidi, yang bisa mengganggu alokasi dana untuk sektor-sektor lain seperti infrastruktur, pendidikan, atau kesehatan. 

Selain itu, penyesuaian subsidi energi juga bisa mengubah dinamika pasar energi domestik, mengarah pada diskusi tentang keberlanjutan ekonomi energi dan pilihan kebijakan jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan pada subsidi yang mahal dan tidak efisien. Oleh karena itu, fluktuasi harga minyak tidak hanya berdampak pada inflasi dan daya beli masyarakat, tetapi juga pada kebijakan anggaran negara dan arah kebijakan energi nasional secara keseluruhan.

Sumber : Data Olahan Excel/pribadi
Sumber : Data Olahan Excel/pribadi

Selama periode ini, harga minyak dunia mengalami variasi yang signifikan, tercermin dari data tahunan yang diberikan. Pada tahun 2015 dan 2016, harga minyak turun tajam karena kelebihan pasokan global yang dipicu oleh produksi tinggi dari produsen utama seperti AS dan OPEC. Pada tahun-tahun berikutnya, harga mulai pulih seiring dengan pemangkasan produksi yang disepakati oleh OPEC dan produsen minyak utama lainnya untuk mengimbangi pasar. Periode ini juga melihat pengaruh faktor ekonomi global seperti perlambatan pertumbuhan ekonomi di beberapa negara dan geopolitik, yang mempengaruhi kestabilan harga minyak.

Pada tahun 2021 dan 2022, harga minyak mengalami lonjakan signifikan karena pemulihan ekonomi global pasca pandemi COVID-19 dan juga disertai dengan faktor-faktor geopolitik seperti ketegangan di Timur Tengah yang berpotensi mempengaruhi pasokan global. Ini mengilustrasikan betapa dinamisnya pasar minyak dunia yang dipengaruhi oleh berbagai faktor kompleks, baik dalam hal produksi maupun permintaan global.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun