Surfaktan diketahui tidak hanya digunakan sebagai agen pembersih, tetapi dapat digunakan juga dalam bidang farmasi sebagai bahan dalam obat-obatan. Lalu apakah surfaktan yang digunakan dalam kedua bidang tersebut sama jenisnya, ataukah terdapat perbedaan jenis surfaktan yang digunakan untuk aplikasi sebagai agen pembersih dan dalam obat-obatan? Secara keseluruhan surfaktan dalam produk pembersih memiliki fokus utama untuk menghilangkan kotoran dan minyak, sedangkan surfaktan dalam produk farmasi memiliki fungsi untuk meningkatkan kelarutan obat, stabilitas formulasi dan bioavailabilitas obat.
Menurut penelitian Wulandari (2022) dan penelitian yang dilaksanakan oleh Sett (2023), secara umum surfaktan diklasifikasikan menjadi empat kelompok yaitu surfaktan kationik, surfaktan anionik, surfaktan zwitterionik dan surfaktan non-ionik.
- Surfaktan kationik: Surfaktan kationik memiliki ion positif pada bagian kepalanya. Dalam industri farmasi surfaktan kationik berfungsi untuk mengobati luka bakar serta dapat berfungsi sebagai penghantaran gen atau vaksin karena dapat berinteraksi dengan DNA bermuatan negatif.
- Surfaktan anionik: Surfaktan anionik memiliki kepala bermuatan negatif. Surfaktan kationik dapat digunakan sebagai deterjen, agen berbusa serta agen pengemulsi. Dalam industri farmasi, surfaktan anionik berfungsi sebagai pembersih kulit pra operasi, sampo obat dan memiliki aktivitas bakteriostatik.
- Surfaktan Zwitterionik: Surfaktan zwitterionik merupakan surfaktan yang mengandung ion positif dan ion negatif pada bagian kepalanya. Aplikasi surfaktan zwitterionik umumnya digunakan dalam formulasi sampo dan shower gel karena memiliki tingkat iritasi yang rendah. Sedangkan dalam industri farmasi, surfaktan zwitterionik dapat diaplikasikan dalam aspek dermatologis karena memiliki sifat dermatologis yang sangat baik.
- Surfaktan non-ionik: Surfaktan non-ionik umumnya memiliki sifat yang lebih stabil dan kompatibel sehingga dalam industri farmasi, surfaktan non-ionik umumnya digunakan untuk penghantaran obat yang bersifat hidrofobik maupun hidrofilik. Selain itu, surfaktan non-ionik dapat digunakan dalam industri plastic, tekstil, kertas sampai dengan industri makanan.
Akan tetapi, taukah Anda molekul surfaktan yang memiliki banyak manfaat bagi manusia baik sebagai agen pembersih sampai dengan digunakan dalam aplikasi kosmetik maupun obat, ternyata limbah molekul surfaktan ini mampu menyebabkan pencemaran lingkungan di Indonesia? Lalu apa dampak buruk pemakaian surfaktan yang berlebihan bagi lingkungan?
Limbah surfaktan yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan salah satunya pencemaran tanah. Hal ini terutama disebabkan karena adanya limbah deterjen, sampo dan sabun yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Beberapa studi termasuk penelitian yang dilakukan oleh Naufal (2024) dengan judul "Analisis Dampak Pencemaran Tanah Akibat Limbah Deterjen Terhadap Lingkungan Hidup Masyarakat Di Daerah Pedesaan" mengemukakan bahwa limbah surfaktan dalam deterjen, sampo maupun sabun mampu merusak struktur tanah dan mempengaruhi mikroorganisme tanah.
Kandungan surfaktan dalam limbah deterjen diketahui mampu bertahan lama di dalam tanah sehingga menyebabkan perubahan tanah baik secara fisik maupun kimia yang dapat menurunkan kualitas tanah secara keseluruhan. Selain itu, studi yang dilakukan oleh Naufal (2024) menemukan bahwa limbah deterjen yang mengandung kadar surfaktan tinggi yang kemudian meresap ke dalam tanah dan mencemari sumber air yang digunakan oleh masyarakat untuk keperluan sehari-hari, mampu menyebabkan dampak negatif bagi kesehatan manusia termasuk resiko gangguan kulit dan penyakit pencernaan.
Dilansir melalui laman berita betahita.id, ternyata limbah surfaktan terutama dalam deterjen tidak hanya mencemari tanah saja loh! Tetapi dapat juga mencemari air sungai. Detergen yang dibuang ke sungai bisa berdampak bagi ekosistem perairan baik di sungai maupun laut. Karena nantiny air sungai ini akan masuk ke laut dan limbah deterjen akan terakumulasi di dalam laut. Salah satu contohnya pada hari Jum'at, 4 Januari 2019 dilaporkan bahwa terdapat buih di Kali Sentiong dan diketahui jumlah deterjen dalam Kali tersebut yaitu 2500 miligram/liter (2500 ppm), padahal batas surfaktan dalam suatu Kali yang masih aman menurut Standar nasional Indonesia hanya 200 mg/liter (200 ppm).
Selain itu, dilansir melalui berita dari Kompas.com, dampak negatif penggunaan deterjen bagi lingkungan dapat menyebabkan:
- Eutrofikasi tanah yang ditandai dengan perkembangan alga berbahaya.
- Merusak lapisan pelindung ikan yang mana surfaktan dalam deterjen mampu mendenaturasi protein pada ikan.
- Merusak insang pada ikan, kadar surfaktan dalam limbah deterjen yang berlebih mampu merusak insang pada ikan sampai dengan menyebabkan kematian.
- Menurunkan tegangan permukaan air, surfaktan dalam jumlah yang tinggi dapat menyebabkan menurunnya tegangan permukaan di air, sehingga ikan dan ekosistem di air mampu menyerap lebih banyak polutan dari biasanya. Hal ini dapat menyebabkan polutan-polutan tersebut akan terakumulasi dalam lemak pada jaringan tubuh ikan dan akan sangat berbahaya jika terdapat organisme hidup tersebut atau organisme hidup lain mengkonsumsinya.
Analisis terhadap berita yang beredar menunjukkan bahwa masyarakat di Indonesia cenderung menggunakan produk pembersih dengan kandungan surfaktan yang sangat tinggi. Apakah Anda pernah mendengar anekdot yang berbunyi "semakin banyak air sabun, semakin bersih pakaiannya"? adanya anekdot tersebut menyebabkan sebagian besar ibu rumah tangga cenderung menggunakan sabun lebih banyak dari takaran sebenarnya untuk menghasilkan pakaian yang lebih bersih. Hal tersebut tentu saja, menyebabkan limbah surfaktan yang dihasilkan menjadi lebih banyak di dalam lingkungan.
Meskipun surfaktan memiliki peran penting dalam menjaga kebersihan, tetapi apabila surfaktan digunakan secara berlebihan dan tidak terkendali dapat menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap lingkungan. Konsentrasi surfaktan yang tinggi dalam limbah rumah tangga dapat mencemari sumber air, merusak habitat alami, dan mengganggu keseimbangan ekosistem.Â
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk lebih selektif dalam memilih produk pembersih sehingga, kita dapat tetap menjaga kebersihan tanpa harus mengorbankan kesehatan lingkungan. Lalu bagaimana cara kita untuk mengurangi masalah lingkungan akibat penggunaan surfaktan dalam jumlah yang berlebihan sedangkan kita membutuhkan surfaktan untuk menjaga kebersihan hidup kita? Caranya dengan memilih produk pembersih yang mengandung surfaktan ramah lingkungan. Produk-produk tersebut biasanya terbuat dari bahan alami yang lebih mudah terurai dan memiliki tingkat toksisitas yang rendah bagi lingkungan.