Mohon tunggu...
Diva Yulismayora
Diva Yulismayora Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Suburnya Dinasti Politik Menjelang Pilkada Serentak 2020

10 Desember 2019   11:11 Diperbarui: 10 Desember 2019   11:11 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilihan Kepala Daerah serentak menjadi topik hangat yang diperbincangkan belakangan ini. Pilkada 2020 akan dilaksanakan serentak pada 23 September 2020, hal ni justru membuat dinasti politik di daerah semakin mencuat. Sejumlah nama anak pejabat mulai gencar didengung-dengungkan dipenghujung tahun 2019 ini. Berbekal eksistensi orangtua yang berkuasa dalam pemerintahan, membuat mereka percaya diri untuk maju keranah politik.

Baru-baru ini kita mendengar beberapa nama anak pejabat yang berniat maju dalam pilkada serentak pada 2020, diantaranya ada anak dan menantu dari Presiden Jokowi yaitu, Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution yang dikabarkan akan maju di Pilkada 2020. 

Putra sulung Jokowi tersebut akan maju sebagai Calon Walikota Solo pada 2020 dan memutuskan bergabung dengan partai PDIP, karena ia yakin PDIP akan mengusungnya sebagai calon di Pilkada Solo nantinya. Sementara  Bobby Nasution sendiri akan maju sebagai Calon Walikota Medan pada Pilkada 2020 mendatang.

Selain itu juga ada putri dari Wakil Presiden Ma'ruf Amin yaitu, Siti Nur Azizah. Azizah sendiri berniat maju ke Pilkada Tanggerang Selatan (Tangsel) dan mengaku sudah mendapat dukungan dari keluarga. Azizah optimis, bahwa ia akan berhasil melewati tantangan tersebut dan memenangkan hati masyarakat Tangsel dalam Pilkada 2020 mendatang.

Selanjutnya ada putra Sekretaris Kabinet Pramono Agung, yaitu Haninditho Himawan Pramono atau kerap disapa Dhito Pramono dikabarkan akan maju dalam Pilkada Kabupaten Kediri 2020 nanti. Dikabarkan bahwa ia telah memiliki persiapan untuk pencalonan dirinya nanti.

Dinasti Politik memang bukan fenomena baru dalam kancah perpolitikan di Indonesia, praktik ini masih lumrah dilakukan dan diartikan sebagai kekuasan yang dijalankan sekelompok orang yang masih memiliki hubungan keluarga, baik keturunan, ikatan perkawinan, hubungan darah maupun sanak saudara. Dinasti politik lebih identik dengan kerajaan, karena kekuasaan akan diwariskan secara turun temurun. Namun Indonesia sendiri menganut sistem demokrasi, sehingga dinasti politik sangatlah tidak tepat jika diterapkan di Indonesia. 

Memang setiap orang dengan berbagai latar belakang memiliki kesempatan yang sama  untuk ikut serta dalam kontestasi politik, begitupula untuk mengakses jabatan publik baik sebagai Gubernur, Bupati maupun Walikota. Namun demokrasi melalui Pilkada serentak yang seharusnya memberikan kesempatan lebih luas bagi banyak orang, justru menumbuhsuburkan dinasti politik didaerah. 

Alih-alih kontestasi politik yang seharusnya dilakukan dengan adil dan terbuka, justru cenderung dipengaruhi oleh sistem kepentingan keluarga, mulai dari proses pencalonan hingga kemenangan tersebut dilakukan dengan berbagaimacam cara asal keluargalah yang berkuasa. Ini bukanlah yang pertamakali dalam praktik dinasti politik, mulai dari keluarga Soekarno, Keluarga Soeharto dan  Keluarga SBY, sudah menerapkan dinasti politik yang mengancam demokrasi.

Politik dan strategi memang hal yang tidak bisa dipisahkan, atau bisa disebut juga dengan Geopolitik. Geopolitik yang diterapkan di Indonesia merupakan wawasan nusantara yang berlandaskan pancasila dan UUD 1945. Untuk menghasilkan strategi politik yang menyatu padu, pemerintah perlu berpikir Holistik atau tak hanya melihat masalah dari satu sisi saja, tapi secara menyeluruh dengan mempertimbangkan segala aspek yang bahkan kurang atau tidak disadari. Hal ini dapat sesuai dengan konsep modern dari geografi terapan dibidang geopolitik dan geostrategi.

Jika berbicara dinasti politik daerah, yang pertamakali terpikirkan adalah  Ratu Atut Chosiyah. Beliau merupakan Gubernur Banten yang menjabat dua periode sejak tahun 2007 hingga dinonaktifkan pada tahun 2014. Sejumlah kerabatnya pernah menduduki posisi strategis dalam instansi pemerintahan. Mulai dari adik tiri yang menjabat sebagai Wali Kota Serang (2011-2018), saudari ipar sebagai Wali Kota Tanggerang Selatan (2011-2021), hingga anaknya menjabat sebagai Wakil Gubernur Banten (2017-2022).

Tak hanya dinasti Ratu Atut, ada pula dinasti Kutai Kartanegara yaitu Bupati Kutai, Rita Widyasari, tersandung kasus korupsi  mengkuti jejak sang ayah, Syaukani Hassan Rais saat menjabat menjadi Bupati Kutai Kertanegara yang sudah lebih dlu mengalami kasus serupa. Adapula kasus korupsi yang melibatkan bapak dan anak, yakni Asrun sebagai Calon Gubernur Sulawesi Tenggara dan Putranya, Adriatma Dwi Putra sebagai Walikota Kendari. Setelah ayahnya selesai menjabat, sang anak mengisi jabatan yang ditinggalkan ayahnya.

Beberpa contoh kasus tersebut sudah cukup membuktikan bahwa dinasti politik  sangat rentan tehadap kasus korupsi. Fenomena tersebut membuat kita bertanya-tanya, apakah tidak ada undang-undang yang mengatur tentang Politik Dinasti? Jawabanya adalah ada, yaitu Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada yang memberikan batasan definisi "tidak memiliki konflik kepentingan" , antaralain, tidak memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan dan/atau garis keturunan satu tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping, dengan petahana, yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, adik, ipar, anak, menantu. 

Namun pasal tersebut medapat banyakagugatan hingga membuat MK akhirnya melegalkan dinasti politik dan membatalkan Pasal 7 huruf (r) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang pilkada, yang menyebutkan bahwa syarat calon Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, Walikota) tidak memiliki konflik petahana. Hakim Konstitusi berpendapat bahwa meski pembatasan dibutuhkan demi menjamin pemegang jabatan publik dalam memenuhi kapasitas dan kapabilitas, suatu pembatasan tidak boleh membatasi hak konstitusional warga negara.

Jika melihat putusan MK tersebut terlihat bahwa politik dinasti  adalah fenomena yang tidak bisa dihindarkan di negara demokrasi seperti Indonesia. Indonesia yang menganut sistem politik demokrasi, seharusnya bisa memberikan kesempatan lebih bagi setiap orang untuk mencalonkan sebagai pejabat publik, namun karena adanya politik dinasti yang mencuat membuat lawan politik lain kalah, karena kekurangan modal (mahar politik), kurangnya dukungan hingga eksistensi yang telah dimiliki keluarga dinasti politik membuat lawan politik harus mundur atau kalah telak. 

Tidak adanya aturan yang melarang keluarga untuk berpartisipasi aktif dalam jabatan politik mendorong anggota keluarganya untuk maju mencalonkan diri sebagai pejabat publik.  Padahal fenomena tersebut justru mebuat terhambatnya demokrasi, karena dinasti politik yang hanya mengincar kekuasaan akan  melahirkan korupsi yang melibatkan keluarga, yang membuat keresahan demokrasi mulai terusik. 

Proses demokrasi sendiri membentuk kesadaran suatu bangsa dan meletakkan pola sentimen nasionalisnya. Bagaimana proses itu berlangsung dipengaruhi oleh (1) tahap dan pola perkembangan sosial dan ekonomi NSMD bersangkutan, (2) ketangguhan dan sifat lembaga-lembaga politiknya, dan (3) kepentingan-kepentingan yang memimpin dalam nation-building. 

 Mereka yang terlibat dalam lingkaran dinasti politik sering menyalahgunakan kekuasaan, menyelewengkan amanah dan jabatannya. Bahkan ketika sudah tidak lagi menjabat lagi, mereka tetap bisa mengendalikan pemerintahan lewat anggota keluarganya yang juga menjabat dalam instansi pemerintahan. 

Seperti pernyataan populer Lord Acton yang mengatakan kekuasaan cenderung korup "Power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely".Mereka yang menyalahgunakan kekuasaan, menyelewengkan amanah dan jabatannya demi kepentingan pribadi seolah-olah tidak peduli dengan nasib rakyatnya dan tentu saja hukum atau kebijakan yang mereka buat sangatlah bertentangan dengan kekuasaan Allah dan Hukum Allah. 

Padahal sudah sejak lama Al-Qur'an berulang-ulang kali memperingatkan, jika suatu umat memiliki kesempatan untuk memegaang kekuasaan disuatu wilayah dan mereka gagal menerapkan hukum da kekuasaan yang berlandaskan pada hukum Tuhan yang telah diwahyukan, maka Al-Qur'an dengan tegas megutuk mereka dan menghina mereka berbuat Kufur (tidak beriman), Zalim (tidak adil), dan Fasiq (kejahatan dan dosa besar). Maka sudah jelas bahwa politik dan agama adalah hal yang tak bisa dipisahkan dan harus didasarkan pada pertimbangan yang baik.

Jika memang politik dinasti merupakan hal yang dianggap wajar dan tidak bisa dihindarkan, karena konstitusi telah menjamin seluas-luasnya, maka seharusnya pemerintah meningkatkan pengawasan lebih ketat untuk membatasi dan mecegah suburnya dinasti politik yang akan menghambat demokrasi, juga menegakkan hukum terhadap kasus suap pencalonan (mahar politik) agar biaya politik bisa ditekan sehingga setiap warga memiliki kesempatan untuk mencalonkan dalam kontestasi politik dan menjadi pejabat publik yang adil. 

Karena kita memerlukan pemimpin yang menang dengan cara adil dan terbuka untuk memimpin suatu daerah atau wilayah. Pemimpin yang amanah, yang akan mendengar dan mementingkan suara rakyatnya dibanding kepentingan pribadi dan kelompok yang hanya menguntungkan segelintir orang atau golongan elite saja. Juga menciptakan pemerintahan yang bersih dari korupsi dan dapat dipercaya oleh rakyatnya. Pemerintah juga perlu berpikir Holistik demi mewujudkan geopolitik yang menyatu padu, membentuk kesadaran suatu  bangsa agar proses demokrasi tercapai, serta menerapkan hukum yang adil yang berlandaskan dengan hukum Tuhan.

*Ditulis oleh mahasiswa semester 1 mata kuliah pengantar ilmu politik, prodi ilmu komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Untirta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun