Mohon tunggu...
Aditia Ekalaya
Aditia Ekalaya Mohon Tunggu... wiraswasta -

Lahir di Bandung, besar di Cilegon Banten, nakal di Bandung, merasakan pedih nya menuntut ilmu di Sydney Australia, bercinta di Bandung lagi, belajar hidup mandiri di Jakarta sampai akhirnya mencari rejeki di Kramatwatu Banten... oiii Rejeki, where are youuuu ??

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Saya manusia dan bukan barang.

17 September 2011   22:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:52 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Berita tentang tindak kriminal di angkutan umum yang baru-baru ini terjadi di banyak media kembali mengusik
keinginan saya untuk ikut mengungkapkan pendapat..
Maafkan saya jika ada kalimat atau kata yang tidak berkenan.
Maafkan dan mohon dimaklum jika ada kekurangan..
saya hanya ingin menulis apa yang telah dialami dan apa yang enggan saya alami...
Ini bukan ide atau solusi, hanya sebuah cerita, sebuah pengalaman, sebuah keinginan, dan juga sebuah harapan.

Suka atau tidak, angkutan umum seperti angkot, kopaja, bajaj, bemo, dan lainnya memang masih kita butuhkan.
Tapi apa pernah kita mencoba untuk menata nya lagi menjadi hal yang lebih beradab daripada sekedar mengangkut
manusia dari titik A ke titik B ?
Setahu saya baru Bus TransJakarta yang mencoba untuk menjadi transportasi umum yang manusiawi, selebihnya cuma
menuntut kenaikan tarif atau rebutan trayek.

Dahulu ketika saya masih SMA di kota Bandung, kemana-mana saya naik angkutan umum.
Sekolah, kursus, nonton, pulang ke Banten, sampai ngapel pacar pun pake angkutan umum.
Dan dahulu saya tidak mempermasalahkan angkutan umum yang satu ini.
Toh kebutuhan saya untuk transportasi tidaklah serumit saat ini dan pada saat itu
jumlah kendaraan umum seimbang ( mungkin kurang ) dengan masyarakat yang membutuhkannya.

Mungkin ketika saya menginjak bangku kuliah hal itu mulai berubah..
Angkot yang saya tumpangi ke kampus lebih sering ngetem mencari penumpang sehingga saya harus bangun lebih pagi untuk
mengantisipasi hobi ngetemnya sang angkot.
Toh saya masih bisa memaklumi hal tersebut karena saya pikir rejeki sang sopir dan pemilik angkot didapat dari penumpang
sehingga angkot yang tepat waktu tapi tidak penuh sudah pasti tidak menguntungkan daripada angkot yang lambat tapi
bermuatan penuh.
Sama ketika saya sehabis kerja kelompok dikampus dan diturunkan ditengah jalanan yang gelap gulita karena menurut sang sopir,

angkotnya akan langsung pulang karena tidak ada penumpang lagi selain saya dan dua orang penumpang lain yang hanya bisa

melongo karena ternyata uang yang telah mereka bayarkan kepada sang sopir adalah uang terakhir mereka...
Sama seperti penumpang yang lain dan mungkin juga penumpang transportasi umum di seantero negara ini, saya memaklumi dan diam

tidak mengeluh akan kondisi seperti itu.
Mengeluh juga percuma karena tidak ada yang mendengarkan......

Tapi disatu ketika saya mulai merasa kesal tapi saya masih menganggap sebagai sebuah pengalaman lucu..
Pengalaman saya menggunakan transportasi umum dari Lembang menuju Bandung.. Saya duduk berdesak-desakan dengan penumpang

lain. Kendaraan tersebut sudah penuh sesak, jangankan bisa duduk dengan nyaman.
Duduk dengan setengah bokong menggantung saja sudah sebuah berkah yang tidak terkira.
Ditambah dengan barang muatan seperti dua ekor ayam yang diam dengan manis memandang kearah saya duduk, intinya penderitaan

saya sudah cukup lengkap.
Ketika angkot tersebut memulai perjalanan saya dan penumpang lainnya mulai terheran-heran dengan cara sang sopir membawa

kendaraannya yang cenderung ngebut ugal-ugalan dan kami juga tahu bahwa rem kendaraan tersebut tidak berfungsi dengan baik

karena terlihat dari sang sopir yang selalu menginjak rem berkali-kali untuk sekedar memperlambat laju.
Mungkin karena tidak berdaya, salah seorang penumpang bertanya kepada sang sopir.
Berikut percakapan dalam bahasa sunda tapi sudah saya bahasa Indonesiakan agar lebih mudah dimengerti :

Penumpang 1 :     " Mang sopir, pelan-pelan atuh bawa angkotnya.. ",
Sopir :     " Kalem we pak, saya dah biasa koq bawa mobil yang rem nya kaya gini. ",
Penumpang 1 :    " Emang rem nya kenapa mang ? ",
Sopir :        " Biasa pak, harus dikocok dulu soalnya seal rem nya sobek. "

Penjelasan sang sopir mulai membuat panik seantero kabin angkot tapi keadaan masih aman terkendali sehingga seorang penumpang

lagi kali ini seorang ibu yang kelihatannya baru berbelanja dari pasar Lembang bertanya :

Penumpang 2 :    " Tiap hari kaya gini mang ? ",
Sopir :        " Enggak bu, saya mah cuma ngegantiin sopir yang biasa bawa mobil ini. ",
Penumpang 1 :    " Memangnya sopir yang biasa kenapa mang ? ",
Sopir :        " Kan minggu kemarin kecelakaan nabrak pohon pak. ",
Penumpang 1 :    " Parah kondisinya mang ? ",
Sopir :        " Cuma kaki nya patah pak. ",
Penumpang 2 :     " Mobilnya gimana mang ? ",
Sopir :        " Kan ini mobilnya bu, ini juga belum beres diperbaiki.. ",
Semua penumpang : " ......................................STOP KIRI ! "

Alhamdulillah, walau sang sopir sambil mengomel dan harus beberapa kali memompa pedal rem semua penumpang termasuk sepasang

ayam tadi bisa turun dengan selamat dan menumpang di angkot berikutnya.

Dan akhirnya.. Saya merasa muak dengan transportasi umum..
Awalnya dikarenakan tarif transportasi yang naik karena menyesuaikan dengan kenaikan BBM.
Yang oleh pemerintah disebut-sebut kenaikan tarif tersebut untuk meningkatkan pelayanan.
Kenyataannya ?
Omong kosong !
Saya masih diturunkan ditengah perjalanan.
Saya masih sempat bertemu dengan transportasi umum yang sudah tak laik jalan akan tetapi masih beroperasi sampai saat ini.
Saya masih sering melihat sopir kendaraan umum membawa kendaraannya dengan ugal-ugalan.
Saya masih duduk berdesak-desakan dan menunggu transportasi umum tersebut berjalan karena penumpang yang belum juga penuh

sesak.
Saya masih sempat menjadi korban pencopetan di dalam bis kota.
Saya masih bertemu dengan ayam yang kali ini ada 4 pasang menuju arah Cileunyi...

Akhirnya saya dan banyak orang menyerah...
Saya berpindah ke kendaraan pribadi dengan alasan : Lebih aman, nyaman dan manusiawi !

Tapi ternyata penderitaan saya tidak berhenti..
Kendaraan umum ternyata sangat senang untuk menyiksa diri saya...
Mereka berhenti seenaknya tanpa memberikan lampu sen.
Mereka berhenti lebih lama di persimpangan untuk mencari penumpang.
Mereka berhenti mencari penumpang tanpa perduli bahwa posisi kendaraan mereka menghalangi kendaraan lain.
Dan jika saya teruskan mungkin akan lebih banyak lagi dosa-dosa mereka..
Biarlah, saya kali ini masih bisa memaklumi karena mereka juga berjuang untuk hidup.
Tapi apa tidak bisa berjuang dengan benar ??

Nah saat ini Pemerintah terutama pemerintah kota Jakarta menghimbau agar masyarakat menggunakan kendaraan umum daripada

kendaraan pribadi. Himbauan yang bagus akan tetapi sudah adakah transportasi yang cepat ( minimal tepat waktu ) , nyaman,

aman dan manusiawi ?
Jawabannya ada di Bus Transjakarta dan mungkin kelak monorail...
Di dalam Bus Transjakarta, saya merasa diperlakukan sebagai konsumen yang telah membayar sejumlah uang untuk diperlakukan

sebagai manusia.
Ini sebenarnya yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Alat transportasi umum yang nyaman, aman, dan manusiawi... Oke lah untuk soal ketepatan waktu Bus Transjakarta masih suka

telat..

Sebagai contoh adalah negara tetangga kita Australia, Bis yang mulai tua diremajakan dan dilengkapi dengan alat-alat

penunjang kenyamanan dan keamanan penumpang.
Bis didalam kota hampir semua nya menggunakan AC dan hanya berhenti di lokasi-lokasi yang telah ditentukan.
Bosan dengan bis, kita bisa menggunakan Subway. Kereta bawah tanah yang walau beroperasi sampai tengah malam akan tetapi

selalu ada petugas keamanan yang berpatroli.
Masih ingin mencoba hal lain ?
Masih ada monorail dan trem yang tidak kalah nyaman.
Inti dari perbandingan ini adalah berikan yang terbaik untuk pelayanan publik sehingga publik tidak akan menemukan alasan

lain untuk tetap menggunakan kendaraan pribadi.

Bercermin dari negara tetangga kita, apa kita tidak mampu untuk minimal menyamai mereka ?
Saya yakin kita bisa.
Hanya dibutuhkan kemauan dan ketegasan saja.
Saat ini transportasi umum di negeri kita seperti negara tak bertuan.
Keamanan para pengguna jasa transportasi umum ini tidak terjamin dikarenakan tidak ada pihak yang bisa diminta pertanggung

jawabannya selain sopir dan kenek.
Manusia yang telah membayar jasa dianggap hanya sebagai barang yang memenuhi kabin kendaraan dan harus diturunkan secepatnya.
Jangan tanyakan soal kenyamanan. Bisa duduk tanpa diganggu pengamen saja sudah serasa terbang ke surga ke tujuh.
Jangan berharap cepat sampai tujuan kecuali anda menyewa taksi yang ternyata sama mengerikannya juga...
Entah kapan, pemerintah mulai perduli dengan transportasi umum ini...

Saat ini tidak ada jalan lain kepada pemerintah selain lebih menata lebih tegas lagi tentang kebijaksanaan tentang angkutan

umum di seantero negeri ini.
Tanpa penataan yang tegas, jangan harap para pengguna kendaraan pribadi akan berpindah menggunakan kendaraan umum.

Saya pun salah satu yang akan menolak untuk menggunakan kendaraan umum sampai pihak yang berkepentingan dalam hal ini mulai

memperlakukan saya sebagai manusia dan bukan barang !

By the way, sepasang ayam yg dulu... apa kabarnya ya ?

Salam ayam.
Peace !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun