Mohon tunggu...
Ditya Mubtadiin
Ditya Mubtadiin Mohon Tunggu... Freelancer - @ditya_mub28

Penikmat balap. Founder F1 Speed Indonesia. Penggemar Manchester United. Sosial media, Instagram: @ditya_mub28 , Twitter: @ditya_mub

Selanjutnya

Tutup

Balap Pilihan

"Sambat" bersama Ferrari

1 Juni 2019   08:29 Diperbarui: 1 Juni 2019   10:39 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hal di dunia ini yang selalu membuat kita sambat (mengeluh): uang, cinta, kuliah dan Ferrari. Iya, Ferrari. Tim berjuluk Kuda Jingkrak yang memegang rekor sebagai tim dengan jumlah gelar juara dunia di F1 terbanyak ini sudah tak terhitung berapa kali mereka membuat penggemar setia mereka sambat. 

"Ahh, Ferrari katrok!!," atau "PHP terooooosss!!!". Sampai-sampai sudah ada yang putus asa dan menyerahkan sisa musim F1 2019 ini kepada Tuhan. Selagi ber-sambat tentunya.

Sebelumnya, saya sebenarnya dulu adalah penggemar Ferrari. Sudah tentu, sebagai orang yang pertama kali menonton F1 tahun 2003, saya adalah penggemar Michael Schumacher bersama Ferrari yang dulu seperti tidak ada obatnya. 

Sekarang? Untuk menang saja susahnya minta ampun. Menang sekali serasa juara dunia. Tidak menang? sambat, dong.

Sebenarnya, saya sendiri tidak masalah jika yang juara dunia bukanlah pembalap dari Ferrari. Namun, jujur saja dan mungkin kalian para pembaca juga mempunyai perasaan yang sama, cukup membosankan jika melihat Lewis Hamilton juara dunia lagi. 

Lebih tepatnya menyebalkan, hehe. Oleh karena itu, saya sampai berdoa. Jangan sampai Hamilton juara dunia lagi tahun ini. Terserah siapapun itu, asal jangan Hamilton. Syukur-syukur dari Ferrari.

Kita lihat sejauh ini. Sampai GP Monako akhir pekan lalu, Lewis Hamilton sudah memimpin klasemen sementara dengan 137 poin. Unggul 17 poin dari rekan setimnya, Valtteri Bottas dan unggul jauh 55 poin dari Sebastian Vettel. 

Ketika melihat klasemen, rasanya ingin berteriak sambat: "Iki meneh, iki meneeeeehhhh!!!!" . Pertengahan musim belum sampai, namun Vettel sudah tertinggal 55 poin dari Hamilton. Wajar jika banyak yang sudah putus asa.

Ada apa dengan Ferrari?

Ferrari being Ferrari. Pada tes pra-musim, seperti biasa mereka unjuk kekuatan, mobil terlihat kencang, catatan waktu impresif, desain mobil dipuji, stabil di semua tikungan dan semua tampak berjalan mulus. 

Sampai akhirnya ronde Australia dimulai dan kita bisa melihat betapa katrok-nya tim Italia kesayangan sejuta umat ini. Apa yang terjadi? jawabannya hanya satu: ini adalah Ferrari.

Memang, mereka tampil jauh lebih baik pada ronde kedua di Bahrain, dimana mereka sikat habis semua sesi latihan bebas, Charles Leclerc raih pole position  perdananya dan mereka bisa dominasi balapan. 

Namun, mereka tetap gagal menang. Vettel lagi-lagi melintir saat berduel penuh tekanan dengan Hamilton dan Leclerc alami nasib sial dengan masalah pada mesinnya. Hari itu, saya menyimpulkan bahwa tim Ferrari adalah generator sambat paling mutakhir.

Sejauh ini, Ferrari diobok-obok oleh Mercedes. Bagaimana tidak, bisa-bisanya tim Panah Perak ini mampu mencetak sejarah sebagai tim pertama yang kedua pembalapnya meraih hasil finis berurutan 1-2 selama lima balapan beruntun. 

Mengalahkan catatan tim Williams tahun 1992 era Mansell-Patrese dengan suspensi aktifnya. Sudah bisa ditebak, kan. Siapa yang akan juara akhir musim nanti.

Bahkan, sebenarnya Ferrari saat ini tidak bersaing dengan Mercedes. Bukan kelasnya. Mereka justru bersaing dengan Red Bull yang bahkan Ferrari sendiri kesulitan untuk finis di depan Max Verstappen. Makin parah saja. 

Atau, justru Ferrari malah bertarung sendiri. Seperti pada GP Tiongkok dan Spanyol. Dimana Vettel dan Leclerc malah diadu oleh "team order" yang tidak jelas dan membuat kita bertanya-tanya dan sambat: "Ferrari maunya apa, siihhh??".

Belum lagi jika kita melihat masalah yang ada pada mobil andalan mereka musim ini, SF-90. Makin sambat lagi. Jika melihat pada tenaga mesin, jangan tanyakan lagi. Dua musim terakhir, Ferrari menjadi rajanya. 

Kecepatan mereka sudah mengungguli Mercedes. Namun, sayangnya walau mesin secepat kilat dan bertenaga, ketika menikung mereka lagi-lagi membuat kita sambat. Hadeh. 

Awalnya, konsep desain aerodinamika mobil ini dipuji, tentu saat pra-musim, saat mereka membuai penggemar dengan catatan waktu yang mengundang decak kagum. Konsep ini berbeda dengan Mercedes, dimana Ferrari berfokus pada efisiensi aliran outwash sedangkan Mercedes sudah jelas berfokus pada menghasilkan downforce. 

Konsep Ferrari saat itu dipuji karena mobil mereka begitu stabil di tikungan. Saat musim berjalan, bagaimana? Kalah telak dengan Mercedes, hadeh. Memang stabil, sih. Tapi lambat.

Konsep sayap depan Ferrari yang radikal ini rupanya berefek pada perolehan downforce yang mereka dapat. Padahal regulasi musim ini saja untuk sayap depan, perolehan downforce pada bagian itu dikurangi. 

Dan Ferrari justru mengambil direksi yang radikal dengan berfokus pada efisiensi daripada downforce. Hasilnya sudah terlihat, kalah telak dari Mercedes. 

Paling terlihat di Catalunya, dimana pada kualifikasi Vettel terpaut 0,8 detik dari peraih pole, Valtteri Bottas. Dan dari tayangan ulang, terlihat sekali betapa katrok-nya Ferrari di tikungan. Sambat lagi, kan?.


Perbedaan sayap depan Mercedes dan Ferrari - sumber: F1
Perbedaan sayap depan Mercedes dan Ferrari - sumber: F1
Bukan hanya aerodinamika saja masalah mereka, namun juga pada ban. Ban musim ini bereaksi berbeda dari musim-musim sebelumnya, dimana lebih sulit untuk memanaskan ban supaya mencapai suhu optimal demi daya cengkram maksimal. 

Ferrari masih bergelut dengan ini. Sebenarnya bukan cuma Ferrari saja yang mengalami masalah ini, hampir setiap tim mengalaminya, kecuali Mercedes. Iya, mereka memang sempurna.

Penunjukan Mattia Binotto sebagai tim prinsipal yang baru untuk musim ini menggantikan Maurizio Arrivabene sempat membawa secercah harapan bagi penggemar Ferrari. 

Posisi Binotto sebelumnya adalah sebagai kepala teknis dan sukses membuat mobil yang sukses membuat Toto Wolff dan kawan-kawan ketar-ketir pada 2017 dan 2018. Hal ini membuat mayoritas penggemar Ferrari berharap Binotto mampu membuat mobil yang sempurna bagi Ferrari.

Beberapa penggemar bahkan membandingkan sosok Binotto dengan Ole Gunnar Solkjaer yang menggantikan Jose Mourinho menjadi pelatih Manchester United, yang parahnya bukan main. 

Berharap Binotto mampu membangkitkan Ferrari seperti Ole membangkitkan Manchester United. Dan hasilnya, sama. Terlihat bangkit di awal, makin kesini semakin terjun bebas dan melawak. Sambat lagi, deh.

Salah satu tujuan penunjukan Mattia Binotto adalah karena Arrivabene sering membuat kesalahan strategi. Sekarang, kita lihat musim ini. Berapa kali Ferrari melakukan keputusan dan strategi yang tidak jelas ketika balapan? banyak. 

Mulai dari team order yang tak jelas maksudnya apa, strategi pit stop yang berantakan dan yang terbaru strategi Ferrari saat kualifikasi GP Monako yang sebabkan Charles Leclerc keluar pada sesi Q1 dan menghancurkan balapannya. 

Apa yang harus dilakukan Ferrari untuk memperbaiki performa mereka musim ini dan menyelamatkan jutaan penggemar mereka yang sambat tiap kali balapan berakhir?. 

Satu hal yang perlu diketahui, mobil SF-90 adalah mobil dengan potensi paling besar saat ini. Kita tahu apa yang mereka tampilkan di GP Bahrain, saat semuanya berjalan 'hampir' sempurna. Dan kita juga tahu kekuatan mesin Ferrari yang luar biasa bertenaga.

Mattia Binotto mengatakan bahwa mereka sampai saat ini masih menginvestigasi dan masih mencoba mencari solusi untuk masalah mobil mereka. Dan mungkin mereka tidak akan menguban konsep sayap depan mereka. 

Perubahan-perubahan kecil mungkin bisa menjadi solusi cepat untuk masalah mereka, namun mungkin tidak dapat mengejar Mercedes yang levelnya sudah berbeda dengan mereka. Intinya, masalah Ferrari meliputi mobil (aerodinamika dan ban) dan strategi.

Lebih baik mereka perbaiki dulu cara mereka menyusun strategi dan membuat keputusan. Karena jujur saja, faktor kesalahan strategi ini adalah faktor yang membuat penggemar Ferrari berada dalam mode sambat tingkat tertinggi. 

Jika semisal gagal menang atau gagal podium karena mobil kalah cepat, masih bisa diterima. Tetapi, kalau karena kesalahan strategi. Geregetan sekali rasanya. Rasanya ingin menyentil jakunnya Mattia Binotto. Apalagi tim lawan, Mercedes serta Red Bull, dikenal dengan strategi-strategi mereka yang jitu.

Kegagalan karena kesalahan strategi menurut saya cukup menyakitkan, karena pembalap sudah memberikan segalanya dan terkadang ketika mobil juga dalam kondisi terbaik serta tim mekanik yang bekerja sangat baik, namun dihancurkan karena kesalahan strategi. Saat itulah, keluar sambatan-sambatan tingkat tinggi (baca: misuh)

Dan juga, apabila penampilan mereka tak berubah sampai setidaknya GP Inggris, lebih baik tinggalkan musim 2019 dan fokus ke 2020 atau bahkan fokus ke 2021.

Ya, kita harapkan semoga saja peforma mereka kembali seperti apa yang mereka tampilkan pada GP Bahrain lalu. Syukur-syukur seperti tes pra-musim. Setidaknya bisa memberi perlawanan sengit pada Lewis Hamilton. Dan semoga saja, yang juara bukan dia lagi, hehe. Jika tidak dan sama saja, ya sudah, mari kita ber-sambat bersama.

Sambat bersama Ferrari

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Balap Selengkapnya
Lihat Balap Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun