Kedua, Vergne tampil sangat konsisten. Pembalap asal Perancis ini adalah pembalap yang tampil paling konsisten dalam seri Formula E musim ini. Dari 12 seri musim ini, Vergne selalu menyentuh garis finis di peringkat sepuluh besar, dengan finis terendah di posisi sepuluh di Zurich ePrix. Konsisten meraih poin, itulah kunci Vergne memenangkan gelar. Ditambah torehan enam kali podium dengan koleksi empat kemenangan dan empat kali pole position, suatu catatan yang sangat impresif.
Ketiga, Vergne selalu memberikan yang terbaik. Dia selalu memberikan peforma terbaik untuk tim dan dirinya, berkali-kali dia menunjukan semangat bertarung yang tanpa lelah. Salah satu kehebatan Vergne yang sudah diakui adalah cara dia bertahan. Mungkin, Vergne adalah satu-satunya pembalap yang bisa menahan Lucas di Grassi dari awal balapan sampai finis, itu terjadi di Punta del Este dan New York balapan kedua, dimana Vergne bertahan habis-habisan tanpa celah ketika menghadapi Lucas di Grassi.
Tidak ada yang menyangka tim Audi Sport akan menjadi tim yang mengerikan di akhir musim setelah melihat apa yang terjadi pada tim ini pada empat balapan pertama. Mereka melakukan hal yang bahkan sulit dipercaya sebagai sebuah tim.
Awal musim, tampil sebagai tim hasil evolusi dari tim Abt ke Audi Sport sekaligus berganti status menjadi tim manufaktur, tentunya ekspektasi besar membebani Allan Mcnish yang berposisi sebagai team principal. Mereka sebenarnya berhasil memenangi balapan pada seri pembuka di Hongkong, namun harus didiskualifikasi karena kode mesin yang tidak sesuai.
Setelah itu mereka dihantam mimpi buruk. Masalah teknikal dan reliabilitas menghantam mobil mereka. Menyebabkan dalam tiga balapan, tim Audi hanya mendapat satu poin. Lucas di Grassi menjadi pembalap paling frustasi dengan keadaan ini. Dalam empat balapan beruntun, juara bertahan ini gagal meraih poin satu pun. Membuatnya hanya mampu menatap klasemen dari urutan paling bawah.
Alasan rasional yang bisa menjawab masalah reliabilitas mereka adalah karena tim Audi Sport sedang dalam masa transisi dari ajang balap ketahanan dengan mobil prototype, beralih ke ajang balap formula. Alasan 'takhayul' masalah Audi adalah, Lucas di Grassi berstatus juara bertahan dan menggunakan nomer identitasi (1), dunia balap sudah tidak asing dengan mitos pembalap juara bertahan yang menggunakan nomer identitas (1) akan bernasib sial.
Audi mulai bangkit di Meksiko. Dimana Daniel Abt berhasil meraih kemenangan perdananya sejak tahun 2012 dan Lucas di Grassi meraih poin perdananya setelah finis di urutan kesembilan dan mencatat waktu lap tercepat. Sejak itu, tim Audi berubah menjadi tim mengerikan. Sejak Meksiko ePrix, pembalap Audi selalu ada di podium sampai seri terakhir di New York, mencatat total delapan podium secara beruntun!. Delapan podium dengan statistik empat kemenangan, dua diantaranya Abt dan Di Grassi menyelesaikan balapan di urutan satu dan dua.
Dari delapan podium beruntun tersebut, tujuh diantaranya diraih oleh Lucas di Grassi yang juga dia torehkan secara beruntun. Terhitung sejak meraih posisi dua di Punta del Este sampai seri terakhir di New York. Statistiknya luar biasa, dari 7 podium beruntun yang dia torehkan dua diantaranya adalah kemenangan, sisanya dia berhasil mendapat podium kedua.
Statistik Audi yang luar biasa ini membawa mereka merengkuh gelar juara tim yang tidak disangka-sangka. Begitu bahagianya Allan Mcnish yang menjalani debut sebagai team principal ketika mengetahui timnya sukses menjuarai klasemen tim Formula E musim keempat dengan gap dua poin dari tim Techeetah.