Mohon tunggu...
Ditya RizkaRahim
Ditya RizkaRahim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Tertarik dengan dunia kepenulisan

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Menyelami Pola Attachment Sebagai Kunci Hubungan Pribadi

16 Desember 2023   12:00 Diperbarui: 16 Desember 2023   12:10 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Love. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Prostooleh

Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa ada orang yang sangat sulit ditinggal meskipun hanya sebentar oleh pasangannya, atau mengapa ada orang yang kesulitan untuk mempercayai orang lain, termasuk pasangannya sendiri? Selain itu, permasalahan yang umum dihadapi oleh anak-anak zaman sekarang adalah kesulitan untuk membuka hati dan sulit move on. Apakah Anda mungkin merasa relate dengan salah satu pernyataan tersebut dan ingin tahu alasannya? Berbagai problema ini dapat ditinjau dengan teori "attachment". Dengan memahami pola attachment, kita bisa mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam dan memungkinkan pemahaman yang lebih baik tentang kunci hubungan pribadi. Yuk, mari kita simak informasinya lebih lanjut.

APA ITU ATTACHMENT?

Sebelum melangkah lebih jauh, mari kita pahami terlebih dahulu definisi attachment. Konsep teori Attachment (kelekatan) pertama kali diperkenalkan oleh psikolog Inggris, John Bowlby, yang mengembangkan gagasan teori attachment berdasarkan pengalamannya mengajar anak-anak berbakat.

Pada tahun 1939, Bowlby tertarik pada gangguan anak-anak di panti asuhan, yang menurutnya sering mengalami masalah emosional, termasuk kesulitan membentuk hubungan intim. Anak-anak ini kesulitan mencintai karena kurangnya keterikatan dengan figur ibu pada awal kehidupan. Bowlby juga memperhatikan tanda-tanda serupa pada anak-anak yang berpisah lama. Anak-anak tersebut tampak sangat terganggu dan cenderung menjauh secara permanen dari hubungan dekat. Melalui pengamatannya, Bowlby menyimpulkan pentingnya perhatian pada hubungan ibu dan bayi untuk memahami perkembangan. Dari situ, muncul pertanyaan mengapa ikatan sangat penting dan dapat berdampak menyakitkan pada kehidupan seseorang, yang menjadi dasar pemikirannya tentang teori attachment.

Attachment adalah ikatan emosional yang terbentuk antara individu dan orang lain secara khusus, membawa mereka ke dalam hubungan saling mengikat, yang dapat berlangsung secara permanen dan sepanjang waktu (Ainsworth, dalam Ikrima & Khoirunnisa, 2021). Ikatan emosional inilah yang menjadi landasan dari perasaan kenyamanan dan keamanan. Menurut Bowlby (dalam Ainsworth, 1985) kelekatan tumbuh karena usaha menjaga hubungan yang erat dengan seseorang yang dianggap mampu memberikan perlindungan dan dukungan, terutama ketika individu merasa sakit, takut, atau terancam. Proses pembentukan kelekatan berlangsung terus-menerus dan cenderung bertahan lama. Oleh karena itu, peran orang tua, terutama ibu, sangat penting dalam membentuk perilaku kelekatan pada anak. Sehingga berdasarkan definisi tersebut, attachment atau kelekatan merupakan ikatan emosional yang muncul sejak awal kehidupan anak, dan terus berlanjut, mempengaruhi dalam pembentukan hubungan dengan orang lain.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ATTACHMENT

Menurut M. D. Ainsworth & Bell (dalam Ikrima & Khoirunnisa, 2021), attachment dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari dalam diri (internal) atau dari lingkungan dan luar individu (eksternal).

Faktor Internal:

  • Genetika sangat berpengaruh, karena anak biasanya cenderung meniru perilaku orang tua dalam membentuk attachment.
  • Pengalaman masa kecil, terutama saat bayi dan anak-anak, memiliki dampak besar pada pembentukan attachment saat dewasa.
  • Pengasuhan yang tidak konsisten, baik secara fisik maupun emosional, dapat menimbulkan kebingungan pada anak saat membangun attachment, khususnya dalam tahap perkembangannya.

Faktor Eksternal:

  • Peristiwa penting dalam keluarga, seperti pindah rumah, perceraian, pernikahan, atau kematian orang tua atau pasangan, dapat secara drastis mengubah kehidupan attachment individu.

JENIS-JENIS ATTACHMENT

Attachment atau kelekatan, seperti yang diuraikan oleh Bowlby dan Ainsworth (dalam Santrock, 2003), dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama, yaitu secure attachment dan insecure attachment. 

1. Secure attachment (kelekatan yang aman)

Individu yang memiliki secure attachment menunjukkan tanda-tanda percaya diri, optimis, serta mampu membentuk hubungan dekat dengan orang lain. Attachment terjadi ketika kebutuhan emosional anak dipenuhi oleh orang tua atau pengasuh yang mampu memberikan secure attachment kepada individu, maka individu tersebut kemungkinan besar akan mencari mereka saat menghadapi masalah atau situasi tertekan karena figur attachment tersebut telah menjadi landasan aman yang stabil bagi individu tersebut. Individu ini menjadi sosok yang dapat diandalkan, penuh kehangatan, mampu mengatasi perpisahan dengan pasangan, memberikan dukungan emosional saat dibutuhkan, dan umumnya menciptakan hubungan romantis yang positif. Mereka meyakini bahwa hubungan cinta romantis memang ada dan dapat berlangsung lama.

2. Insecure attachment (kelekatan yang tidak aman)

Individu dengan insecure attachment cenderung menarik diri, merasa tidak nyaman dalam hubungan dekat, mengekspresikan emosi berlebihan, dan berusaha mengurangi ketergantungan pada orang lain. Dalam pola attachment yang kurang aman ini, kebutuhan emosional tidak dipenuhi dengan cara yang hangat seperti pada secure attachment, tetapi anak dan pengasuh masih terlibat dalam perilaku yang erat. Anak juga seringkali mengalami perlakuan yang kurang baik, seperti diberikan konsep diri yang negatif, dan kurang efektif dalam pemberian perhatian dan dukungan. Kemudian Ainsworth membagi lagi jenis insecure attachment menjadi tiga kategori, yaitu sebagai berikut:

1) Insecure-Avoidant(menghindar)

Berkaitan dengan pola attachment pada masa kanak-kanak, orang dewasa dengan attachment avoidant cenderung takut pada kedekatan dan kurang mempercayai orang lain. Mereka yakin bahwa kebutuhan mereka tidak akan direspons, sehingga memiliki pandangan negatif terhadap orang lain.

Individu dengan avoidant attachment biasanya memiliki hubungan keluarga yang jauh, adanya jarak emosional dari orang tua, kurangnya rasa kehangatan, kurangnya kedekatan, dan kekurangan kepercayaan pada orang tua. Mereka seringkali merasa takut akan keintiman, kesulitan dalam menjalin komitmen emosional, tidak mampu memberikan dukungan emosional yang tinggi pada pasangan, serta bersikap sinis terhadap cinta romantis dan meragukan kemampuannya untuk bertahan lama, sebagaimana dijelaskan oleh Mischel dkk (dalam Damayanti, 2010). 

2) Insecure-Anxious/Ambivalent(cemas)

Individu yang memiliki ambivalent attachment biasanya menjalani hubungan romantis yang singkat, penuh kekhawatiran dan takut kehilangan pasangan. Mereka rela berkorban untuk menyenangkan pasangan, dan merasa tertekan saat berpisah, yakin bahwa jatuh cinta mudah tapi tidak akan berlangsung lama. Mereka juga percaya bahwa orang lain tidak menginginkan kedekatan seperti yang mereka harapkan, dan khawatir bahwa pasangan mungkin tidak mencintai mereka sepenuh hati dan akan meninggalkan mereka (Mischel dkk dalam Damayanti, 2010). Mereka cenderung mengalami hubungan intim yang intens, selalu mencari kontak dan keintiman dengan orang lain, dan merasa sibuk dengan pertanyaan apakah orang lain akan ada untuk mereka, dan memandang negatif terhadap diri sendiri. 

3) Insecure-disorganized

Individu menunjukan kombinasi dari dua jenis pola attachment di atas, sehingga sulit untuk dikategorikan ke dalam salah satu dari kedua pola tersebut.

Namun, penting untuk dicatat bahwa perasaan secure dan insecure yang dialami seseorang bergantung pada internal working models of attachment yang dimilikinya, sebagaimana dikemukakan oleh Bowlby dalam Collins & Feeney (2004). Working models of attachment merujuk pada representasi umum tentang cara orang terdekat akan merespons dan memberikan dukungan ketika dibutuhkan, serta keyakinan bahwa dirinya mendapatkan perhatian dan dukungan. Model internal ini sangat berpengaruh dalam membentuk cara seseorang berpikir, merasakan, dan berperilaku dalam hubungan attachment (Collins & Feeney, 2004). Model internal ini terbentuk dari pengalaman masa lalu individu dengan figur attachment-nya. Seseorang yang mengalami secure attachment akan membentuk model internal yang positif terhadap diri sendiri sebagai individu yang dicintai, sementara melihat orang lain sebagai sosok yang dekat, perhatian, dan responsif terhadap kebutuhan mereka. Di sisi lain, individu dengan insecure attachment akan membentuk model internal yang negatif terhadap diri sendiri sebagai individu yang tidak berharga atau tidak kompeten, serta menganggap orang lain menolak atau tidak responsif terhadap kebutuhan mereka.

BAGAIMANA POLA ATTACHMENT MEMPENGARUHI HUBUNGAN PRIBADI?

Menurut konsep Bowlby (dalam Quevedo et al., 2018), keterikatan tidak hanya terkait dengan cara individu melihat diri dan orang lain, tetapi juga mencakup harapan terhadap hubungan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, orientasi keterikatan memiliki potensi untuk mempengaruhi tingkat optimisme dan harapan sejak usia dini, serta berdampak luas pada berbagai aspek kehidupan, salah satunya aspek hubungan pribadi.

Temuan penelitian Ainsworth dan Bowlby (1978) yang menjelaskan jenis pola attachment menunjukkan bahwa pola attachment berpengaruh pada berbagai aspek hubungan pribadi seseorang, khususnya dalam konteks hubungan romantis di masa dewasa. Aspek-aspek tersebut mencakup kepuasan, kepercayaan, keintiman, dan self-disclosure (Bilings, 2015).

Pola attachment memiliki pengaruh besar terhadap hubungan pribadi seseorang. Pola attachment mencerminkan cara individu membentuk dan menjalani ikatan emosional dengan orang lain, terutama dalam hubungan dekat. Secure attachment membawa dampak positif, menciptakan kenyamanan dan kepercayaan dalam hubungan. Mereka lebih mampu mengungkapkan emosi dan pikiran secara terbuka, serta merasa nyaman bergantung pada dukungan dan memberikan dukungan kepada orang lain. Sebaliknya, insecure attachment, seperti avoidant atau anxious/ambivalent attachment, memerlukan usaha ekstra untuk mengatasi tantangan dan meningkatkan interaksi interpersonal. Individu dengan insecure attachment mungkin menarik diri, merasa tidak nyaman dalam kedekatan, memiliki emosi yang berlebihan, dan cenderung mengurangi ketergantungan pada orang lain. Oleh karena itu, pemahaman pola attachment menjadi langkah kunci untuk meningkatkan kualitas hubungan pribadi seseorang.

Referensi:

Ainsworth, M. D. (1985). Patterns of attachment. Clinical Psychologist. 38(2).

Aji, P., & Uyun, Z. (2010). Kelekatan Attachment) Pada Remaja Kembar. Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi, 12(1).

Aryanti, Z. (2015). Kelekatan Dalam Perkembangan Anak. Rumah Jurnal IAIN Metro (Institut Agama Islam Negeri), 12(No. 2).

Bilings, A. (2015). The Roles of Attachment Style and SelfDisclosure in Relation to Satisfaction in Dating Relationships. Wisconsin Lutheran College.

Cenceng. (2015). Perilaku kelekatan pada anak usia dini : Perspektif John Bowlby. IXX(No. 2).

Collins, N. L., & Feeney, B. C. (2004). Working Models of Attachment Shape Perceptions of Social Support: Evidence From Experimental and Observational Studies. Journal of Personality and Social Psychology, 87(No. 3). 10.1037/0022-3514.87.3.363

Damayanti, N. (2010). Hubungan Antara Tipe Kelekatan (Attachment Style) Dengan Kecemburuan Pada Pasangan Berpacaran Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ikrima, N., & Khoirunnisa, R. N. (2021). Hubungan Antara Attachment (Kelekatan) Orang Tua Dengan Kemandirian Emosional Pada Remaja Jalanan. Jurnal Penelitian Psikologi, 8(Nomor 9).

Quevedo, R. J. M., Hernndez, P. J. B., & Cabrera, J. A. H. (2018). Adult Attachment and Psychological Well-Being: The Mediating Role of Personality. Journal of Adult Development. https://doi.org/10.1007/s10804-018-9297-x

Riza, W. L. (2018). Asosiasi Antara Attachment Styles Dalam Hubungan Romantis Pada Relationship Satisfaction (Kepuasan Dalam Suatu Hubungan). Psychophedia Jurnal Psikologi Universitas Buana Perjuangan Karawang.

Santrock, J. W. (2003). Adolescence. Perkembangan Remaja. (6th ed.). Erlangga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun