Dear Gen Z dan Milenial,
Sebagai orang tua, sering kali kami merasa khawatir melihat kalian yang terjebak dalam fenomena doom spending.Â
Sebagai bentuk pelarian dari stres dan kecemasan, tindakan belanja impulsif ini kalian anggap tepat untuk melupakan tekanan kehidupan modern.Â
Namun, di balik kepuasan sesaat ini, ada dampak jangka panjang yang sering kali tidak kalian sadari.
Doom Spending: Penyebab dan Akibatnya
Dalam era digital di mana konsumsi instan menjadi gaya hidup, doom spending atau belanja impulsif tanpa perhitungan menjadi respons umum terhadap rasa cemas atau ketidakpastian. Kalian, yang berada dalam pusaran sosial media dan tren, rentan terhadap hal ini.Â
Mudahnya akses ke e-commerce, promosi yang agresif, hingga penawaran program paylater yang menggila, makin memperburuk keadaan. Siklus "belanja untuk merasa lebih baik" pun terjadi berulang, tetapi sering kali berakhir dengan penyesalan setelah pengeluaran tak terkendali.
Kami paham bahwa fear of missing out (FOMO) menjadi salah satu pendorong utama lahirnya doom spending. Di era media sosial, saat keinginan untuk terlihat relevan sangat tinggi, rasa takut tertinggal tren membuat kalian merasa harus segera membeli barang yang sedang populer.
Media sosial pun makin memperburuk situasi ini dengan pengaruh para influencer dan promosi yang mendorong konsumerisme dan berdampak negatif pada kesejahteraan emosional dan mental.
Secara finansial, doom spending dapat merusak generasi. Kalian yang seharusnya membangun pondasi ekonomi yang stabil justru terjebak dalam utang dan pengeluaran yang tidak terencana. Survei menunjukkan bahwa hampir setengah dari generasi kalian kesulitan menabung secara konsisten.Â