Danar dan Icha berkenalan dalam suatu seminar pengembangan diri. Saat itu Nadia dan Icha bertindak sebagai EO acara tersebut dan Danar adalah salah satu narasumber. Tidak diduga, dari pertemuan tersebut, mereka tetap saling kontak. Awalnya hanya membahas soal pengembangan diri hingga berlanjut menjadi bahasan pribadi. Meski tak sekali pun keluar kata cinta dari keduanya, kedekatan itu terasa mengikat mereka dalam jalinan kasih.
Sepertinya sikap dewasa Danar menggugah perasaan terdalam Icha. Entah karena itu saja atau bisa jadi Danar seperti sosok pengganti seorang ayah, hanya Icha yang bisa memahami rasa sebenarnya. Ketika Danar kembali menjadi narasumber suatu seminar yang diadakan di kota tempat Icha tinggal, mereka pun berjanji untuk bertemu.
Hari janjian mereka pun tiba. Icha memakai baju dengan warna kesayangannya. Gaun sederhana berwarna merah dengan bunga-bunga kecil sebagai pemanis membuat kulit kuning langsatnya semakin bercahaya. Rambutnya dia urai dengan jepit cantik di salah satu sisi. Dia tampak begitu menawan.
Nadia merasa bahagia melihat segala rona bahagia yang terpancar dari diri Icha. Dengan sabar dia mendengarkan celoteh bahagia dari sahabatnya sambil tetap fokus memandang jalanan. Ya, Nadia memilih untuk mengantarkan Icha bertemu dengan Danar di sebuah cafe di Bandung. Dia tidak tega membiarkan Icha berangkat sendiri. Dia berencana akan mengantar Icha dan menunggunya di hotel tempat mereka menginap.
Saat tiba di cafe, Nadia langsung menuju tempat parkir. Pintu masuk cafe tersebut berada di sebuah lorong kecil berpagar tanaman berbunga yang tidak memungkinkan mobil Nadia melewatinyai. Saat itulah, Nadia melihat sosok Danar menunggu di depan pintu masuk.
Menggunakan kemeja polos biru muda dan celana katun yang serasi serta rambut yang tersisir rapi, Danar tampak gagah dan tampan. Kulitnya yang agak gelap justru menambah pesonanya.
Tepat ketika Nadia memarkir mobilnya, hujan tiba-tiba turun dengan derasnya tanpa berawal gelayut mendung, membuat pikiran Nadia sejenak merasa bimbang meninggalkan Icha sesuai rencananya. Sementara itu, Icha bergegas mengambil tasnya dan melambaikan tangannya. Setengah berlari, dia menuju pintu masuk, tak memedulikan hujan.
Danar, yang menyadari kehadiran Icha, segera berlari menghampiri dan merengkuh Icha dalam pelukannya agar terhindar dari hujan. Mereka berdua pun hilang dari tatapan Nadia yang segera meninggalkan cafe.
oOo
"Kamu tentu tahu, Nad." Pelukan dan suara lembut Icha menarik Nadia kembali pada momen saat itu, di kamar Icha. "Hari itu adalah hari terindah dalam hidupku. Ketika aku bisa menatap langsung mata indah penuh cinta itu, jantung ini serasa berhenti berdebar. Kurasakan kedamaian yang tak bisa aku lukiskan saat rengkuh hangatnya melindungiku dari hujan. Badanku yang bergetar kedinginan karena basah kuyup tiba-tiba tak lagi kurasa ketika dia kecup ringan kepalaku yang masih dalam pelukannya."
Kembali Icha mengulang cerita itu, cerita yang sudah Nadia hafal setiap detailnya, cerita saat dia bertemu kembali dengan Danar, cinta sejatinya. Nadia tahu Danar memang tipe lelaki yang menarik, nyaris sempurna. Saat baru mengenalnya di acara seminar, Nadia sudah bisa merasakan kharismanya. Dia lelaki yang penuh perhatian ramah, dan Icha memang benar, mata Danar penuh cinta untuknya.
Yang Nadia tangkap dari cerita-cerita sahabatnya itu, Danar seperti menemukan belahan jiwanya begitu bertemu dengan Icha. Namun, Nadia tidak bisa berbahagia untuknya karena Danar adalah lelaki yang sudah beristri dengan dua anak. Meskipun, bagi Danar, Icha juga cinta pertamanya karena istrinya adalah hasil perjodohan yang ditentukan oleh kedua orang tua mereka.