Dilla duduk di ruang tamu dengan buku catatan yang terbuka di pangkuannya, sesekali menatap keluar jendela yang menampilkan pemandangan sore yang tenang. Bunda, yang baru saja keluar dari dapur, memperhatikan putrinya yang tampak termenung.
"Kenapa, Dek? Ada yang kamu pikirkan?" tanya Bunda dengan lembut kepada si bungsu yang biasa dipanggil Adek. Diletakkannya secangkir teh yang dibawanya di meja dan duduk di samping Dilla.
Dilla menarik napas panjang sebelum menjawab, "Aku sedang memikirkan tugas sekolah tentang Bhinneka Tunggal Ika, Nda. Rasanya sulit untuk menjelaskan konsep itu dengan benar."
Bunda tersenyum, "Apa yang membuatmu merasa sulit, Sayang?"
Dilla menggeleng pelan, "Aku tahu arti kata-katanya, Bhinneka berarti beranekaragam, Tunggal berarti satu, dan Ika berarti itu. Jadi, arti Bhinneka Tunggal Ika adalah beraneka ragam itu satu. Tapi, aku bingung bagaimana menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, terutama di sekolah."
"Mungkin Adek bisa mulai dengan membayangkan sekolah sebagai sebuah miniatur Indonesia?"
Dilla mengerutkan kening, "Maksud Bunda?"
"Bayangkan semua temanmu di sekolah berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Ada yang berbeda suku, agama, dan budaya. Seperti apa kehidupan di sekolah jika semua itu dilihat sebagai bagian dari satu kesatuan?"
"Seperti satu keluarga besar?" tanya Dilla sambil tersenyum kecil.
"Benar, seperti satu keluarga besar," jawab Bunda dengan semangat. "Misalnya, ketika kalian merayakan hari besar keagamaan bersama-sama, kalian saling menghargai dan merayakannya dengan cara yang berbeda-beda, kan? Meskipun cara merayakannya berbeda, kalian tetap satu dalam kebahagiaan."
Dilla mulai mengangguk-angguk, "Seperti ketika teman-teman di sekolah mengadakan perayaan hari kemerdekaan, semua ikut berpartisipasi tanpa memandang latar belakang mereka. Kita semua menyanyikan lagu kebangsaan dengan penuh semangat."