"Kelas Ibu Bapak, adalah surga bagi anak-anak" -- Pak Vudu
Masya Allah, seketika saya harus menahan air mata saat mendengar kalimat tersebut meluncur dari salah satu narasumber Workshop Penulisan Publikasi Ilmiah dan Informasi Pendidikan, Pak Vudu.
Kegiatan workshop yang diselenggarakan oleh Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Jawa Barat ini dilaksanakan selama tiga hari (20-22 Juli 2023) di Ardan Hotel, Bandung. Pegiat literasi serta pendidik dan tenaga kependidikan dari 27 kabupaten/kota se-Jawa Barat menjadi sasaran dari kegiatan ini.
Rasanya seperti mendapat martabak spesial paket komplet. Ilmu yang saya dapat dari para narasumber sangat beragam, luas, kekinian, dan tentu saja bermanfaat di bidang penulisan khususnya di lingkup jurnal dan artikel ilmiah populer.
All about Journal
Di hari pertama usai pembukaan, peserta workshop mendapat materi tentang publikasi ilmiah. Dr. Asep Miftahuddin, S.Si, M.A.B. dari UPI hadir sebagai pemateri.
Layaknya guru dan murid di kurikulum merdeka, Pak Asep juga melakukan asesmen diagnostik. Tak tanggung-tanggung, salah satu pertanyaannya adalah apakah kami pernah submit jurnal kategori Q1?
Whooo ... yang saya tahu tentang jurnal Q1 adalah it's a very very high class of journal. Numero uno. Tingkatan paaaaling sulit ditembus untuk publikasi ilmiah. Bahkan, menjadi salah satu syarat bila seseorang ingin jadi "profesor". Hmm hmm.
Di rentang waktu 2020-2022 saja, dari 7.598 usulan guru besar, Kemendikbudristek hanya meloloskan 36% (Kompas.id). Salah satu alasannya karena artikel ilmiah yang dilampirkan sebagai syarat guru besar terbit di jurnal yang tidak berkualitas. Â Â
Narasumber yang sering dipanggil "Adon" tersebut lantas memberikan tips agar tak tertipu dengan publisher jurnal. Salah satu cara yang mudah dilakukan adalah dengan melihat "coverage years" publisher jurnal di menu source detail scopus.Â
Pilih yang endingnya "to present", saran beliau. Karena, jika sudah berhenti (misal yang tertera 2013-2018), artinya ada sesuatu dengan publisher tersebut. Sebaiknya tidak digunakan untuk referensi atau tempat submit jurnal kita nanti.
Tips lainnya adalah dengan melihat percentile. Pastikan range-nya di atas 50 (menunjukkan jurnal tersebut memiliki kualitas yang bagus dan pasti masuk Q2 atau bahkan Q1).
Selain membedah Scopus, peserta juga diajak untuk mencoba berbagai aplikasi lain seperti deepL untuk menerjemahkan teks berbahasa asing, turnitin untuk mengecek plagiat, Drone Emprit untuk menganalisa media sosial dan platform online, formulir kemdikbud, chatGPT yang berbasis kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), mendeley, sci-hub, publish or perish, ResearchGate, jurnal SAGE dll.Â
Inilah rahasia dalam menulis jurnal. Jika bisa memanfaatkan semuanya dengan baik, membuat jurnal pun bisa lebih mudah. Yah, meski beberapa di antaranya ada yang berbayar. Tapi segala sesuatu butuh effort bukan?
Spirit dalam Dunia Menulis
Di hari kedua, peserta belajar tentang teknik penulisan artikel ilmiah dengan memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) antara lain dengan ChatGPT dan chat pdf.
Sebelum mengikuti workshop, sebenarnya saya sudah pernah mencoba menggunakan ChatGPT dari openAI. Penggunaannya mudah. Cukup buka di browser, login, lalu kita bisa mencari tahu tentang apa pun dalam waktu yang sangat-sangat singkat.
ChatGPT akan memberi kita jawaban dengan menganalisis ribuan, jutaan, atau bahkan miliaran data terkait apa yang ingin kita ketahui. Hanya saja saat ini masih terbatas hingga data tahun 2021. Artinya jika ada perubahan setelahnya, mungkin chatGPT tidak akan memberikan jawaban yang terlalu akurat.
Saat bingung membuat judul artikel, misalnya. Tanya saja pada ChatGPT maka kita akan mendapat saran sesuai kata kunci yang dimasukkan.
Meski sempat jadi pro-kontra karena dengan ChatGPT bahkan anak SD pun bisa membuat artikel ilmiah dengan baik, namun ternyata sudah ada aplikasi-aplikasi yang dapat mendeteksi apakah tulisan kita dibuat dengan chatGPT atau tidak. Wah, harus tetap bijak dalam menulis ya.
Pak Vudu Abdul Rahman, seorang guru yang menjadi narasumber kedua, mengenalkan peserta dengan chat pdf. Aplikasi ini bisa menerjemahkan artikel berbahasa asing dengan hasil yang baik langsung dari file pdf-nya.
Pak Vudu lebih banyak mengajak peserta untuk melakukan refleksi. Seperti kalimat yang saya tulis di awal artikel, Pak Vudu berhasil membuat peserta workshop untuk merenung. Menyampaikan spirit bagi peserta workshop.
Terkadang, kita sebagai guru menginginkan anak berperilaku, berpikir seperti yang kita mau. Namun, jarang dari kita yang mau melakukan sebaliknya, masuk ke dunia mereka.Â
Setiap guru mungkin paham bahwa antara anak yang satu dan yang lainnya berbeda. Namun, tidak semua benar-benar melakukan pendekatan yang tepat.Â
Seringkali, yang menjadi kekurangan guru adalah "pengamatan". Sedangkan yang mahal adalah pengamatan yang dibuat menjadi ilmiah. Begitulah kurang lebih beberapa pemikiran Pak Vudu yang mengajak peserta workshop untuk merenung.
Pak Vudu lantas bercerita, jika guru pandai menggunakan seluruh pancainderanya, maka hal-hal yang terperhatikan bisa dibuat menjadi sebuah artikel. Ketika ada anak yang selalu mengintip malu-malu di pintu, misalnya. Coba perhatikan. Ajak berbicara, biarkan mereka bercerita lalu buatlah tulisan dan tambahkan dengan informasi-informasi yang relevan sehingga lebih ilmiah.Â
Hal demikian juga sering dilakukan oleh Pak Vudu bahkan sampai membawanya mendapat berbagai penghargaan dan pergi ke Jepang. Masya Allah.Â
See? Betapa banyak sesungguhnya sumber ide yang bisa dijadikan bahan tulisan selama kita mampu menajamkan pancaindera kita. Sebagaimana kutipan Prof. Dr. Ersis Warmansyah Abbas, M.Pd., B.A. yang ditunjukkan Pak Vudu, "Tulis apa yang ada dalam pikiran, bukan memikirkan apa yang akan ditulis."
Kelas Artikel Ilmiah Populer
Setelah jumatan, peserta langsung dibagi menjadi dua kelas sesuai minat masing-masing. Ada kelas jurnal dan ada kelas artikel ilmiah populer.
Di masing-masing kelas, peserta difasilitasi oleh tim BBPMP untuk praktik langsung membuat tulisan. Saya dan Pak Dadan yang sama-sama dari Subang masuk ke kelas artikel ilmiah populer. Begitu pula dengan roomate saya, Bu Rachma yang merupakan Kepala Sekolah Penggerak di SDN Sukaresmi, Cianjur.
Di kelas ini saya juga bertemu dengan Bu Erni (saya mengenal beliau di Komunitas Pengajar Penulis Jawa Barat, KPPJB) dan Bunda Yulia (Ketua GLN Gareulis Jabar). Masya Allah, keduanya adalah senior dalam dunia kepenulisan.
Pak Idris Apandi, Widyaprada Ahli Madya BBPMP Jabar, hadir sebagai fasilitator kelas bersama Bu Muthia Pusparini. Keduanya membekali para peserta workshop terkait informasi majalah NADI yang diterbitkan BBPMP, artikel berita, feature, serta bagaimana cara membuat artikel ilmiah populer dari best practice.
Pembawaan yang serius tapi santai dari fasilitator membuat suasana kelas terasa sangat menyenangkan. Pak Idris menyampaikan bahwa dalam rangka membuat artikel ilmiah dari praktik baik ada beberapa langkah yang bisa dilakukan, yaitu:
- Baca kembali laporan best practice yang telah dibuat;
- Tandai bagian-bagian penting;
- Salin bagian yang sudah ditandai untuk dijadikan artikel lalu parafrasekan;
- Periksa kembali untuk mengecek keruntutan dan keterbacaan artikel.
Kegiatan pelatihan tak berhenti hanya di workshop saja. Ke depannya akan ada pendampingan ke sekolah peserta serta revisi draft tulisan yang telah dibuat. Jika sesuai, maka bisa dimuat di jurnal maupun majalah terbitan BBPMP Jabar.
Saya sungguh bersyukur bisa mengikuti kegiatan ini. Terima kasih pada Yang Maha Memiliki Ilmu, pada BBPMP, Disdikbud Subang, para narasumber dan fasilitator serta ibu bapak peserta workshop. Sampai berjumpa lagi dan semoga ilmunya berkah. Aamiin.
Referensi :
Dhavid, D., dkk. (2023). Separuh Lebih Usulan Guru Besar Ditolak. Diakses pada 23 juli 2023 dari https://www.kompas.id/baca/investigasi/2023/02/09/separuh-lebih-usulan-guru-besar-ditolak
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H