"Untuk meraih sukses dibutuhkan 1% bakat dan 99% kerja keras" (Thomas Alfa Edison)
Ada hal menarik yang saya temukan saat menjadi panitia Workshop Karya Tulis Ilmiah (KTI) se-Kabupaten Subang. Kegiatan workshop yang dilaksanakan sejak tanggal 3 hingga 7 September 2019 ini melibatkan 20 orang panitia dari MGMP IPA Kabupaten Subang dan 198 peserta (guru SD, SMP, SMA dan sederajat lintas mapel).
Kegiatan workshop dibagi menjadi dua bagian: daring dan tatap muka. Kegiatan daring dilaksanakan selama empat hari (3-6 September 2019), sedangkan kegiatan tatap muka dilaksanakan dalam satu hari (Sabtu, 7 September 2019 di Aula Pemda Subang).
Kegiatan Workshop KTI sudah memanfaatkan google formulir untuk pendafaran online serta pengumpulan tugas daring. Di awal pendaftaran, peserta diharuskan mengisi sejumlah data pada google form yang telah disediakan. Penggunaan google formulir diharapkan dapat membantu panitia dalam proses perekapan data. Baik data diri peserta maupun penugasan, karena setiap isian/tanggapan yang masuk akan langsung tersimpan ke google drive admin (tidak akan tercecer).
Setelah tergabung dalam grup Workshop KTI (02/09/19), peserta mendapatkan sosialisasi tentang tata tertib saat daring berikut jadwal kegiatan daring. Tentu saja, banyak peserta yang tidak mengira bahwa sebelum workshop berlangsung akan ada proses daring terlebih dahulu. Hal ini sebetulnya memang sengaja tidak diberitahukan di awal karena kegiatan workshop yang mengadakan daring adalah sesuatu yang baru di lingkungan pendidikan Kabupaten Subang.
Kegiatan workshop jelas berbeda dengan seminar. Jika dalam mengikuti seminar peserta umumnya hanya mendapat pemaparan materi dari narasumber, maka pada kegiatan workshop harus ada sesuatu yang dihasilkan. Dengan kata lain harus ada yang dilakukan oleh peserta wokshop itu sendiri.
Begitu pula dengan kegiatan Wokshop KTI yang baru saja selesai dilaksanakan. Selain mendapat materi secara online dan tatap muka, peserta juga diberi tugas tambahan yang disesuaikan dengan materi. Sebagaimana membuat soal untuk evaluasi yang memiliki tingkat kesukaran beragam mulai dari soal yang mudah, sedang hingga sulit, panitia dan pemateri pun merembukkan tugas dengan tingkatan berbeda untuk peserta Workshop KTI.
Tugas #1 Membuat Akun Kesharlindung (Kategori Mudah)
Sebelum materi tentang inovasi pembelajaran disampaikan secara daring, setiap peserta diminta oleh pemateri untuk mengisi survei terlebih dahulu. Salah satu pertanyaannya adalah "Apakah Anda sudah memiliki akun Kesharlindung?"
Dari 113 orang responden yang mengisi survei, 14 orang (12%) menjawab sudah sedangkan 99 orang lainnya (88%) menyatakan belum memiliki akun kesharlindung.
Oleh karena itu penugasan pertama dan yang termasuk kategori mudah adalah membuat akun kesharlindung. Dengan memiliki akun kesharlindung, peserta akan mendapat manfaat antara lain dapat mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Kesharlindung Dikdas seperti seminar nasional, workshop literasi, bimtek pelindungan guru dan lomba inovasi pembelajaran. Â
Dari hasil penugasan, diketahui sebanyak 90 orang peserta yang sebelumnya tidak memiliki akun berhasil membuat akun kesharlindung sementara sisanya masih terkendala dengan koneksi yang buruk.
Tugas #2 Membuat Rumusan Penelitian Tindakan Kelas/PTK (Kategori Sedang)
 Di tugas kedua, peserta diminta untuk membuat rumusan PTK. Mulai dari menuliskan masalah yang ditemukan di kelas, bagaimana cara mengatasi masalah tersebut, rencana judul penelitian, rumusan masalah hingga tujuan diadakannya PTK tersebut.
Tugas ini didasarkan pada hasil survei dimana 64 responden menyatakan belum pernah membuat PTK, 42 responden menyatakan pernah membuat 1-2 PTK, Â dan 7 responden lainnya menyatakan pernah membuat 3 atau lebih PTK.
Di pengecekan tugas akhir (07/09/19), sebanyak 91 peserta telah berhasil menyelesaikan tugas membuat rumusan PTK.
Tugas #3 Membuat Best Practice (Kategori Sulit)
Tugas ketiga termasuk kategori sulit karena tidak seperti dua tugas sebelumnya dimana peserta mendapat pemaparan materi terlebih dahulu oleh narasumber (Fera Maulidya Sukarno, M.Pd.) baru kemudian diberikan tugas, tugas ketiga justru kebalikannya. Peserta diberikan softcopy materi, mempelajari secara mandiri terlebih dahulu, kemudian diberikan tugas membuat Best Practice sebanyak minimal 3 halaman dan maksimal 5 halaman A5 spasi 1 ( 500-750 kata).
Peserta baru mendapatkan pemaparan materi tentang Best Practice oleh Idris Apandi pada sesi tatap muka di hari Sabtu, 7 September 2019. Hasilnya? Dari 198 peserta terdaftar, hanya 65 guru (33%) yang mampu menyelesaikan tugas membuat best practice tepat waktu (ditugaskan Kamis, 5 September 2019 pukul 22.00 WIB dan maksimal dikumpulkan Sabtu, 7 September 2019 pukul 07.00 WIB).
Tentu saja, penugasan ketiga yang hanya berdurasi 33 jam (jika dikurangi waktu tidur dua malam, maka hanya tersisa 21 jam) banyak menuai protes. Bahkan dari peserta yang terampil menulis sekalipun. Hal ini dikarenakan kegiatan daring berlangsung di hari kerja. Selain itu, beberapa peserta ada yang tengah disibukkan dengan persiapan supervisi, Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), perkemahan Pramuka, dsb. Â Oleh karena itu, peserta masih diberi kesempatan untuk merevisi kembali hasil karya tulisnya selama 2 minggu pasca kegiatan Workshop KTI.
Para Pejuang Tangguh
Pada acara puncak Workshop KTI, 120 peserta telah mengerjakan tugas dengan baik. 65 diantaranya bahkan mampu menyelesaikan ketiga tugas dalam waktu 3 hari. Inilah hal yang saya soroti dari peserta Workshop KTI.
Di balik semua kesibukan peserta dalam kesehariannya, mereka tetap mampu mengeksekusi tugas-tugas yang diberikan. Menjadi para pejuang tangguh bahkan dengan segala keterbatasan. Tidak sedikit di antara peserta yang telah berusia separuh baya atau mendekatinya. Mereka bahkan rela harus begadang demi menyelesaikan tugas-tugas workshop. Rela belajar "online" menyelesaikan tugas pertama hingga ketiga. Padahal beberapa dari peserta masih ada yang merasa asing dengan email, google formulir, dsb.
Namun sekali lagi, mereka adalah orang-orang hebat. Para pejuang tangguh yang dapat membuktikan bahwa 99% kesuksesan itu berasal dari semangat pantang menyerah.
Bravo guru-guru Indonesia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H