Di sebuah desa kecil bernama Kencong, Kabupaten Kediri, hiduplah seorang pria bernama Pak Hilaludin. Ia seorang petani yang tinggal bersama keluarganya di lahan warisan nenek moyangnya.
Sebagai petani, tanah adalah harta tak ternilai bagi Pak Hilal (sapaan beliau). Bukan hanya untuk bertani, tetapi juga untuk masa depan anak-anaknya. Namun, perubahan zaman membawa tantangan atau konflik yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Suatu hari, pemerintah desa mengadakan pertemuan. Topiknya adalah tentang program "bank tanah" yang mulai diterapkan di wilayah tersebut. Banyak warga yang bingung dan bertanya-tanya apa itu bank tanah dan bagaimana manfaatnya bagi mereka. Pak Hilal pun penasaran dan memutuskan untuk mendengarkan penjelasan kepala desa.
Apa Itu Bank Tanah?
Bank tanah, seperti dijelaskan kepala desa, adalah sebuah lembaga yang bertugas mengelola, menyimpan, dan mendistribusikan tanah untuk kepentingan masyarakat luas. Tanah-tanah yang telantar, belum terdaftar, atau dimiliki negara akan dikelola secara profesional oleh bank tanah untuk berbagai keperluan, seperti pembangunan rumah, infrastruktur, atau konservasi lingkungan.
Kepala desa juga menekankan bahwa salah satu fungsi utama bank tanah adalah untuk memastikan bahwa masyarakat kecil, seperti petani, tetap memiliki akses ke lahan dan tidak kehilangan hak atas tanah mereka akibat urbanisasi atau investasi besar-besaran.
Seperti di Desa Kencong, pemerintah memiliki tanah kas desa. Mereka menyewakan kepada petani setempat. Hasil sewa lahan tersebut masuk kas desa. Dan akan digunakan untuk keperluan umum, yang penting menyejahterakan masyarakat.
Pak Hilal dan Konflik Tanah Warisan
Pak Hilal ingat bahwa beberapa tahun lalu, ia hampir kehilangan sebagian tanahnya karena masalah warisan. Tanah tersebut sempat tidak jelas status kepemilikannya, dan ada pihak luar yang mencoba mengklaimnya. Untungnya, ia berhasil mempertahankannya setelah melalui proses hukum yang panjang dan melelahkan.
Jadi, Pak Hilal pernah membeli tanah seluas 150 ru dari kakaknya sekitar tahun 1970. Sekitar 100 ru untuk sawah dan sisanya untuk perumahan. Di desa, lazim penamaan ukuran tanah menggunakan ru (ubin/unit rak). Untuk mengonversi menjadi meter persegi, tinggal dikalikan 14 meter.