Mohon tunggu...
Ditha Aditya P
Ditha Aditya P Mohon Tunggu... Lainnya - Be different be you are

Be different be you are

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perempuan sebagai Tonggak Peradaban

20 September 2023   14:51 Diperbarui: 24 September 2023   20:21 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada dasarnya kehidupan itu diciptakan secara berpasang-pasangan oleh Allah SWT., seperti yang telah tertuang dalam surat QS. Az-Zariyat :49 yang ayatnya bisa kita baca sebagai berikut:

 وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ

Artinya: Segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu mengingat (kebesaran Allah)." (QS. Az Zariyat: 49).

Mari kita telaah ayat tersebut! Segala sesuatu yang ada di muka bumi diciptakan secara berpasang-pasangan, begitupun dengan manusia yang tentu keduanya merupakan pasangan laki-laki dan perempuan yang berbagi peran dengan saling mengisi dan menggenapkan. Memang harusnya seperti itu, tapi faktanya sebagian besar dari peranan perempuan di dalam kehidupan selalu dianggap inferior, selalu saja laki-laki yang mendominasi. 

Mirisnya itu semua berlaku tidak hanya di Indonesia, namun negara- negara seperti India, Arab, Yunani, bahkan negara- negara yang ada di Benua Eropa dan Amerika. Kebiasaan tersebut yakni ditilik dari kontruksi sosial zaman dahulu dan tradisi yang telah dianut secara turun temurun yang dalam keseharian kita lebih dikenal dengan gender. 

Berbicara tentang gender saya jadi ingat sama tulisannya Mansour Faqih dalam bukunya yang berjudul "Analisis dan Transformasi Sosial" dikatakan bahwa "Gender" digunakan untuk menjelaskan perbedaan peran perempuan dan laki-laki yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan. Gender adalah pembedaan peran, kedudukan, tanggung jawab, dan pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat perempuan dan laki-laki yang dianggap pantas menurut norma, adat istiadat, kepercayaan atau kebiasaan masyarakat. 

Misalnya   laki-laki lebih pantas menjadi pemimpin masyarakat, sementara perempuan lebih pas melakukan pekerjaan rumah tangga. Namun "Gender" tidak sama dengan kodrat.

Pernah tidak kalian sebagai perempuan merasakan sendiri ketimpangan-ketimpangan sosial hanya karena status kalian perempuan? Misalnya seperti pernah ditolak oleh sebuah perusahaan karena dianggap perempuan itu makhluk yang lemah, mengalami kekerasan verbal hingga seksual? atau kalian sebagai perempuan dilarang untuk sekolah tinggi. Katanya mau setinggi apapun gelar perempuan, ujung-ujungnya tetap masuk ke dapur. Tapi bukankah mengolah makanan akan lebih bervariatif dengan ilmu yang seorang perempuan miliki? Karena memasak juga kan ada ilmunya. 

Memasak yang keberadaannya di masyarakat sangat erat kaitannya sebagai peran perempuan, seolah melupakan bahwa memasak itu sebenarnya adalah skill kehidupan yang harus dimiliki oleh perempuan maupun laki-laki. Berangkat dari hal tersebut, sudah sangat jelas bahwa sejatinya kodrat perempuan belum sepenuhnya dipahami semua orang. Kodrat adalah sesuatu atau yang ditetapkan oleh Tuhan YME., sehingga manusia tidak mampu untuk merubah atau menolak.

Kodrat juga bersifat universal, misalnya melahirkan, menstruasi dan menyusui adalah kodrat bagi perempuan, sedangkan mempunyai sperma adalah kodrat bagi laki-laki. Maka dari adanya gender tersebut menyebabkan ketidakadilan sosial yang menimpa terhadap perempuan yang meliputi marginalisasi, subordinasi, stereotipe,kekerasan, dan beban kerja.

Dalam ajaran Islam, kedudukan laki-laki dan perempuan pada dasarnya adalah setara. Namun sayangnya kodrat perempuan di masyarakat sering dikaitkan dengan kedudukan perempuan dalam ajaran islam yang disalah artikan.  Memang benar yang dikatakan oleh Hendi Hernawan Adi Nugraha dalam penelitiannya bahwa pada zaman pra Islam dalam budaya masyarakat Arab Jahiliyah kondisi perempuan sangat memilukan. Perempuan sering mendapatkan perlakuan yang tidak baik, dianggap sebagai sosok yang tidak berdaya (lemah), tidak dihargai, ditindas, tidak disetarakan dengan laki-laki bahkan dianggap sebagai aib keluarga. Namun semenjak kehadiran Islam, budaya tersebut menghilang karena secara perlahan hak-hak perempuan sebagai manusia yang merdeka mulai dirasakan. Apalagi semenjak kehadiran Rasulullah SAW., yang membawa perubahan secara revolusioner bagi kehidupan perempuan. Kesetaraan gender saat itu mulai dirasakan. 

Perempuan tidak lagi dianggap sebagai makhluk yang lemah dan yang paling penting tidak ada lagi anggapan bahwa perempuan itu the second class. Eksitensi perempuan saat itu setara dengan laki-laki. Dari cerita riwayat nabi didapatkan pula bahwa pada zaman Rasulullah SAW., perempuan diberi hak yang sama untuk menuntut ilmu seperti laki-laki. Perempuan diberi kebebasan untuk mengikuti kajian dakwah Rasullah SAW., di masjid ataupun di rumah-rumah. Rasulullah SAW., juga memperbolehkan perempuan untuk mengikuti shalat berjamaah di masjid asalkan didampingi oleh muhrimnya ataupun telah mendapat ijin dari suaminya. Contoh lain ketika perempuan meminta waktu tertentu guna belajar, Rasullullah SAW., pun dengan senang hati mengabulkannya.

Perempuan dituntut untuk terus belajar dan meningkatkan kualitas diri, apalagi salah satu tugas utama perempuan adalah mendidik anak-anaknya dengan sifat keibuan yang luar bisa dan kecerdasannya yang hanya dapat diperoleh melalui belajar. Siapa bilang perempuan tidak harus belajar dan menjadi intelektual? Buktinya pada jaman Rasulullah SAW., banyak intelektual perempuan islam yang berpengaruh. Perempuan-perempuan intelektual tersebut seperti Khadijah binti Khuwailid, Asma binti Abubakar, Hafasah binti Umar, Fatimah Az-zahr,Sakinah binti Husein. Bahkan Aisyiyah yang merupakan istri dari Rasullulloh SAW., juga mampu menjadi pemimpin dalam perang. 

Sayangnya realita yang nampak di dalam kehidupan masyarakat masih keliru memaknai ayat-ayat Al Qur'an. Seperti bahasan "perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam." Dalam pemikiran masyarakat umumnya terkesan bahwa kerendahan derajat kemanusiaannya dibandingkan dengan lelaki. Padahal sudah sangat jelas Islam sangat memuliakan kedudukan perempuan. Fakta tersebut diperkuat dengan ayat ke-13 yang tercantum dalam Qur'an Surat Al-Hujurat. Dalam ayat tersebut mempertegas dan menempatkan bahwa kedudukan perempuan dengan laki-laki itu sama di hadapan Allah SWT., adapun yang membedakannya yaitu takwanya.

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

Artinya: "Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS. Al-Hujurt: 13)

Dari ayat diatas dapat kita ketahui bahwa Islam mengajarkan kepada umatnya baik itu laki-laki maupun perempuan untuk mempuyai kesempatan atau peranan yang sama di dalam kehidupan bermasyarakat.

Selain tokoh-tokoh islam, ada juga tokoh perempuan-perempuan di masa sebelum kemerdekaan Indonesia yang memiliki kontribusi yang bisa dirasakan hingga saat ini ketika Indonesia sudah merdeka, diantaranya yaitu Raden Ajeng Kartini, Dewi Sartika, Rohana Kudus, Rohamah El-Yunusiyah, Rusuna Said,KH. Ahmad Dahlan, dan Siti Walidiah.

Pada masa Pra kemerdekaan Indonesia, kaum perempuan memperoleh kebebasan dalam pendidikan. Kebebasan bersekolah mulai dari pendidikan dasar hingga ke jenjang yang lebih tinggi, perempuan saat ini lebih eksis dalam memposisikan haknya sama dengan hak laki-laki. Eksitensi kaum perempuan terlihat dari kedudukannya sebagai tenaga pengajar di Lembaga formal hingga nonformal.

 

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Agustin Hanapi "Mengabaikan perempuan dan tidak melibatkannya dalam kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat berarti menyia-siakan paling tidak setengah dari potensi Masyarakat"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun