Mohon tunggu...
Dita Deviana
Dita Deviana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Ahmad Dahlan

Saya adalah seseorang yang suka membaca

Selanjutnya

Tutup

Book

Buku IMM Autentik

14 November 2023   23:50 Diperbarui: 14 November 2023   23:55 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Judul Buku : IMM Autentik

Penulis : Ahmad Sholeh

Tahun Terbit : 2017

Halaman : 152 lembar

 

          Wacana gerakan dalam tubuh IMM sendiri bukanlah menjadi suatu hal yang tabu. Ragam gagasan dan pemikiran yang berkembang di dalamnya menjadi potensi besar bagaimana IMM mampu membangun gerakan lebih masif dan membumi. Terlebih, di usianya yang sudah menginjak 50 tahun ke atas ini, IMM semakin menghadapi persoalan yang harus disikapi dengan bijak dan kritis. Entah itu urusan politik praktis yang menjangkiti kadernya, permasalahan sosial, ekologi, dan budaya yang mendera masyarakat di sekitarnya. Dengan usia yang tidak lagi muda, IMM mesti terus bergeliat dan berdiri di garda terdepan menebarkan spirit untuk mencintai keadilan, kemanusiaan, dan menentang kesewenang-wenangan. Spirit itulah yang kemudian menjadi dorongan bagi penulis untuk menuliskan rentetan ide, gagasan, dan renungan, yang mungkin bisa menjadi tawaran bagi IMM, dan kaum muda Muhammadiyah lain pada umumnya. Dengan harapan bisa menemukan kembali autentisitas (kemurnian) dan substansi gerakan IMM yang tentunya perlu digali dan dipahami, untuk kemudian dihayati dan dijadikan landasan dalam bergerak.

          IMM Autentik tidaklah dimaknai sebagai sebuah klaim, bukan pula menjadi sebuah vonis bahwa ada sebagian kader IMM karbidan (yang menjadikan IMM sebagai batu loncatan). Namun, lebih kepada upaya untuk mengembalikan IMM kepada khittah dan muruah perjuangan IMM, yang sejatinya diabdikan untuk kepentingan rakyat, agama, dan bangsa. Buku ini merupakan salah satu manifestasi kegalauan dan respons penulis terhadap situasi yang terjadi di dalam tubuh IMM. Sekaligus menjadi perenungan terhadap cita-cita gerakan IMM yang termaktub dalam konstitusi (AD/ART). Dengan kehadiran IMM Autentik, penulis juga berharap bisa menjadi motivasi untuk menghadirkan kelompok-kelompok minoritas kreatif (creative minority) yang memiliki ide, pikiran, dan tawaran yang solutif di tengah-tengah kehidupan. Serta dapat merawat intelektualitas di kalangan mahasiswa, wabilkhusus IMM, yang sejatinya memiliki tanggung jawab moral terhadap kehidupan dan kemanusiaan.

          IMM memiliki posisi yang sangat strategis bahkan core bagi determinasi gerakan Muhammadiyah saat ini dan di abad-abad mendatang. Mengapa? Karena IMM merupakan anak “intelektual” Muhammadiyah. Hal ini pula menjadi satu-satunya alasan fundamental mengapa IMM lahir di pangkuan Muhammadiyah dan berada di perut Bumi Pertiwi ini, tiada lain karena alasan intelektualisme. Salah satu tokoh sentral pendiri IMM, yakni IMMawan Djazman al-Kindi, di berbagai kesempatan mewanti-wanti untuk menegaskan posisi atau domain gerakan IMM. Pada 1989, dalam bukunya, Muhammadiyah Peran Kader dan Pembinaannya, Pak Djazman telah secara spesifik dan mempertegas membagi domain gerakan di kalangan Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) atau ortom Muhammadiyah. Pemetaan oleh Pak Djazman ini memang sangat urgen, supaya terbangun titik fokus gerakan di masing-masing level ortom. Sebab, tanpa titik fokus gerakan, bukan tidak mungkin organisasi AMM akan mengalami kebingungan dan bahkan terjadi tumpang tindih. Sebab, nadinya Muhammadiyah pun ada pada gerakan tajdid (pembaruan), gerakan progresif (senantiasa melihat ke depan), dan gerakan yang berkemajuan. Gerakan-gerakan ini sangat ditentukan oleh human resource kader-kader Muhammadiyah, khususnya kader-kader muda yang merupakan penentu dan pemilik sah masa depan Muhammadiyah.

          IMM akan jaya dan dirasakan kehadirannya di tengah-tengah derita umat dan bangsa jika kader-kadernya menjiwai, membuktikan identitas, dan mengaktualisasikan nilai-nilai dan prinsip-prinsip fundamental IMM dan kemudian menjayakan dirinya. Lalu, nilai-nilai, identitas, atau prinsip-prinsip fundamental IMM itu apa? Untuk tidak menjelaskan semuanya, penulis mengutarakan dua hal fundamental yang menjadi core dari esensi dan eksistensi IMM (kader IMM). Pertama, IMM sebagai gerakan intelektual, dan Kedua, IMM sebagai gerakan akhlak. Dua hal ini sesungguhnya mewakili keseluruhan konsep-konsep IMM yang ada. Baik itu Enam Penegasan, Tujuan IMM, Tri Kompetensi Dasar, Nilai Dasar Ikatan, Profil Kader, dan lain-lainnya.

          Pertama, IMM sebagai gerakan intelektual. Setidaknya sebagai gerakan intelektual, kader IMM harus menjunjung tinggi empat hal penting yang mengintarinya, yakni menjunjung tinggi budaya membaca (read and understand), menjunjung tinggi budaya berdiskusi (discuss), menjunjung tinggi tradisi menulis (write), dan menyemarakkan budaya meneliti (search and research). Empat hal ini merupakan nadi atau nyawa kader IMM sebagai gerakan intelektual. Dengan berbagai ekspresi, varian, dan model gerakanya, empat pilar ini harus dijunjung tinggi oleh kader IMM di masing-masing level pimpinan. Kedua, IMM sebagai gerakan akhlak. Sebagaimana cita-cita awalnya, IMM lahir di rahim Muhammadiyah adalah untuk menjalankan visi perbaikan akhlak di kalangan masyarakat kampus (mahasiswa). Semangat historisitas ini tidak boleh bergeser apalagi berubah, bahwa IMM merupakan kekuatan moral bangsa, IMM merupakan pundi-pundi integritas bangsa, IMM merupakan laboratorium pendidikan karakter bagi mahasiswa di berbagai kampus di pelosok Bumi Pertiwi ini.

          Ini yang tidak boleh dilupakan dan harus dijiwai oleh setiap kader-kader IMM bahwa esensi dan eksistensi IMM ada di perut Bumi Pertiwi ini dalam rangka mengemban visi profetik (perbaikan akhlak), khususnya di kalangan mahasiswa. Oleh karena itu, penguatan nilai-nilai moralitas, etik, dan akhlak di kalangan kader ikatan harus terus dikuatkan. Tentunya dengan penjiwaan terhadap ajaran Islam sebagaimana paham keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah atau pedoman akhlak warga Muhammadiyah. Penjiwaan nilai-nilai dan akhlak Islam perlu saling menguatkan, saling mendukung, saling mengingatkan, saling menasihati, saling menegur dalam cinta dan kasih sayang, saling mengajak pada kebaikan dengan penuh cinta dan kepedulian, dan saling mengerti tanpa ada paksaan apalagi hinaan dan diskriminasi, karena pada hakikat-nya kebaikan (akhlak) itu perlu proses yang tulus. Kita ber-IMM adalah jembatan untuk sebuah proses pematangan diri dan kekeluargaan yang penuh kasih dalam suasana cinta yang diikat dalam ikrar “Ikatan” Mahasiswa Muhammadiyah.

Merawat Muruah Persyarikatan dan Bangsa 

          Bagi IMM, kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat seyogianya menjadi wujud pengamalan nilai-nilai kemanusiaan, keislaman, dan keindonesiaan. Nilai-nilai yang tersemat dalam diri setiap kader menjadi kepribadian, karakter, dan perilaku yang mampu merepresentasikan nilai-nilai Islam yang hanif dan rahmat. Sehingga kehadiran kader IMM menjadi bagian dari inti masyarakat. Tentu, IMM sebagai organisasi dakwah, memiliki peran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam dakwahnya, IMM berpegang teguh kepada nilai-nilai moral. Baik itu dalam dakwah keagamaan maupun kemasyarakatan, termasuk dalam urusan politik. IMM tidak perlu berafiliasi dengan parpol atau terlibat dalam politik praktis menjalankan misi dakwahnya. Karena, parpol ataupun politik praktis (real politic) lebih berorientasi jangka pendek dan cenderung memandang politik sebagai ajang perebutan kekuasaan. Sementara IMM –sebagaimana Muhammadiyah-, memandang politik sebagai ilmu, sebagai jalan untuk mewujudkan cita-cita kemanusiaan. Yang tentunya memiliki orientasi jangka panjang dan luas.  

          Peran IMM dalam kehidupan politik, dapat dilihat dari proses penyemaian karakter kepemimpinan kader, dengan adanya profil kader dan trikompetensi dasar (humanitas, intelektualitas, dan religiositas). Singkat kata, secara etik, IMM (sebagai anak kandung Muhammadiyah) memiliki tanggung jawab moral menyiapkan kader-kader –secara individu- terbaik untuk mampu dan layak berkiprah di mana pun –termasuk dunia politik. Kader IMM juga harus mau terlibat dalam berbagai bidang kehidupan dan bergumul dengan masyarakat. Karena itulah sejatinya wujud gerakan intelektual yang membumi dan autentik, yakni berdiri sendiri dan berdasar pada kemurnian; keikhlasan dan ketulusan. Selain itu, kader IMM juga dituntut untuk mampu memfilter (dan sebisa mungkin menghilangkan) nalar pragmatis dan oportunis yang dewasa ini menjangkiti kebanyakan kaum muda.

REFLEKSI 52 TAHUN; TRADISI INTELEKTUAL IMM

          Lima puluh dua tahun sudah, kini momentum bagi kita; segenap keluarga besar IMM, untuk sama-sama merefleksi dan muhasabah diri. Tentang bagaimana semrawutnya wajah kita saat ini. Dan, bagaimana perkembangan tradisi intelektual di dalam tubuh ikatan saat ini.

Membangun Tradisi Intelektual; Perkuat Akar Gerakan 

          Tradisi intelektual adalah akar dari suatu gerakan. Dalam artian sebagai pembangun dan pemerkuat landasan gerakan. Jika tradisi ini luntur, maka pupuslah gerakan-gerakan yang kita perjuangkan. Dan akan berujung kepada stagnasi gerakan. Intelektual, seperti yang dikatakan Kuntowijoyo adalah orang yang hidup dalam masyarakat dan meminjamkan pisau anali-sisnya kepada masyarakat, agar mereka (masyarakat) bisa menghadapi problematika dan merumuskan sendiri solusinya. Maka seyogianya, seorang intelektual memiliki cakrawala keilmuan yang mumpuni, berpikir yang logis dan ilmiah, serta memiliki keikhlasan untuk bermasyarakat, guna menjawab setiap tantangan realitas. Jika kita merujuk kepada tradisi intelektual yang dilakukan Ki Bagus Hadikusumo semasa hidupnya, yaitu terbagi menjadi tiga hal, membaca, menulis, dan dokumentasi. Hal yang patut kita teladani adalah membaca buku. Dengan membaca buku kita dapat menangkap informasi yang bisa kita telaah dan kontekstualisasikan ke dalam menghadapi realitas kehidupan.

          Tradisi intelektual tidaklah berhenti hanya pada dunia literasi. Dunia literasi dalam kehidupan intelektual memang sangat penting, tapi harus sampai pada tahap transformasi ide, tidak berhenti pada wacana yang biasa dikatakan utopis dan mengawang-awang. Untuk mewujudkan budaya intelektual sejati, harus sampai pada aksi (tindakan/perbuatan) dan refleksi. Maka, tradisi-tradisi intelektual, baca, tulis, dan diskusi, dapat menjadi pupuk organik yang memperkuat dan menumbuh-suburkan pohon ide dan gagasan kita, mulai dari akar sampai ke buahnya. Namun, kemudian langkah praksis (action) dan gerakan yang akan menentukan di mana sebenarnya posisi kita sebagai kaum intelektual. Dengan demikian, berikut penulis coba menjabarkan apa yang dimaksud dengan tradisi intelektual dan bagaimana bangunan tradisi tersebut bisa dibangun :

Membaca; Menangkap Rentetan Makna 

          Iqro’ sebagaimana kita ketahui adalah wahyu pertama yang diturunkan kepada Muhammad SAW, yang pada waktu itu msih ummi (belum bisa membaca aksara). Hingga beliau kemudian mengerahkan tenaganya, sampai berkeringat dan gemetar. Begitu pula kita, sebagai makhluk intelektual harus bisa membaca. Membaca dalam arti yang luas, yakni membaca aksara tulisan (Al-Quran, hadis, dan teori-teori) maupun aksa-ra realitas (kemiskinan, penindasan, kesewenang[1]wenangan, dan sebagainya). Sebagai bentuk penghambaan diri kita kepada Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat untuk bisa memaknai dan meresapi setiap aksara baik tersirat maupun tersurat. Untuk kemudian mengejanya menjadi ilmu dan kearifan tindak. Yang dengan membacalah kita bisa mengisi kekosongan otak dan hati kita. “Mari kita ngosong, biar gampang ngisi” (kata Mbah Sujiwo Tejo).

Diskusi; Dari Wacana Utopis Ke Praksis-Realistis 

          Diskusi bagi seorang intelektual adalah suatu kebutuhan mendasar kedua. Ide yang diyakini kader IMM sebagai intelektual tentunya perlu didialogkan. Seperti disebutkan Joesoef di awal “seorang intelektual senang membahas gagasan”. Dalam rangka memperkaya wawasan intelektual dan membuka mata terhadap isu-isu yang sedang berkembang. Kader IMM dituntut menjadi penggerak yang proaktif menjawab setiap dinamika isu yang berkembang di ruang publik. Sementara, diskusi untuk merespons isu dan dinamika sosial juga merupakan identitas IMM sebagai insan cendekia yang tak henti belajar dan membaca aksara sosial. Dengan demikian pula, cita-cita perubahan sosial yang kerap kali didengungkan akan mampu diwujudkan.

Aksi; Sebuah Upaya Pengamalan

Gerakan intelektual tidak lengkap tanpa adanya tindakan (action).  Action tersebut merupakan syarat utama dalam meraih suatu perubahan meskipun ditopang oleh gagasan-gagasan yang progresif dan mencerahkan. Sebagai intelektual, IMM tidak hanya berhenti di mendialogkan gagasan saja. Tapi juga IMM mampu menghasilkan ‘sesuatu’ alias produk intelektualnya. Baik itu berupa gerakan sosial kemasyarakatan, gerakan dakwah mencerahkan, gerakan edukasi, dan lainnya. Agar pemahaman setiap kader mengkristal menjadi sebuah pengamalan, sebagai kaum muda Muhammadiyah, IMM diharapkan mampu menjadi prototipe gerakan mahasiswa yang ideal. Ideal yang dimaksud yakni dalam hal gerakan dan kaderisasi. Berbagai gagasan dan ide-ide gerakan baru, muncul mengemuka dalam berbagai ekspresi. Yang terkadang (kebanyakan saat ini) lebih bersifat jangka pendek, seremonial, dan minim refleksi.

Tradisi dan Gerakan Literasi di IMM

          Tradisi dan gerakan literasi merupakan konsekuensi nyata dari bentuk gerakan intelektualitas IMM, yang tidak hanya berkutat dengan urusan akademik perkuliahan. Tapi juga melakukan pengembangan dan dialektika gagasan yang lebih masif dan berkelanjutan. Gerakan literasi, menurut Haedar Nashir, menuntut kita untuk berpikir sistematis. Gerakan-gerakan literasi di IMM dewasa ini juga sudah mulai menggeliat, baik itu melalui media-media internet, seperti blog, wordpress, dan website, maupun media cetak. Namun, minimnya referensi tentang IMM menjadi kegelisahan sendiri bagi sebagian kader yang tentunya haus akan bacaan mengenai IMM. Kebiasaan-kebiasaan saat ini dengan hadirnya media sosial, seperti Whatsapp, Facebook, dan sebagainya, membuat orang-orang larut dalam keluh kesah seperti yang disampaikan oleh ketua umum PP Muhammadiyah, media sosial ini sebagai pemicu menurunnya kemampuan orang untuk menulis sistematis, seperti buku, artikel, dan sebagainya. Kini menjadi urgensi, ketika kader-kader hanya gemar menunduk dan tenggelam dalam gadget-nya ketimbang bergumul dengan buku-buku, selain buku mata perkuliahan-nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun