Diskusi bagi seorang intelektual adalah suatu kebutuhan mendasar kedua. Ide yang diyakini kader IMM sebagai intelektual tentunya perlu didialogkan. Seperti disebutkan Joesoef di awal “seorang intelektual senang membahas gagasan”. Dalam rangka memperkaya wawasan intelektual dan membuka mata terhadap isu-isu yang sedang berkembang. Kader IMM dituntut menjadi penggerak yang proaktif menjawab setiap dinamika isu yang berkembang di ruang publik. Sementara, diskusi untuk merespons isu dan dinamika sosial juga merupakan identitas IMM sebagai insan cendekia yang tak henti belajar dan membaca aksara sosial. Dengan demikian pula, cita-cita perubahan sosial yang kerap kali didengungkan akan mampu diwujudkan.
Aksi; Sebuah Upaya Pengamalan
Gerakan intelektual tidak lengkap tanpa adanya tindakan (action). Action tersebut merupakan syarat utama dalam meraih suatu perubahan meskipun ditopang oleh gagasan-gagasan yang progresif dan mencerahkan. Sebagai intelektual, IMM tidak hanya berhenti di mendialogkan gagasan saja. Tapi juga IMM mampu menghasilkan ‘sesuatu’ alias produk intelektualnya. Baik itu berupa gerakan sosial kemasyarakatan, gerakan dakwah mencerahkan, gerakan edukasi, dan lainnya. Agar pemahaman setiap kader mengkristal menjadi sebuah pengamalan, sebagai kaum muda Muhammadiyah, IMM diharapkan mampu menjadi prototipe gerakan mahasiswa yang ideal. Ideal yang dimaksud yakni dalam hal gerakan dan kaderisasi. Berbagai gagasan dan ide-ide gerakan baru, muncul mengemuka dalam berbagai ekspresi. Yang terkadang (kebanyakan saat ini) lebih bersifat jangka pendek, seremonial, dan minim refleksi.
Tradisi dan Gerakan Literasi di IMM
Tradisi dan gerakan literasi merupakan konsekuensi nyata dari bentuk gerakan intelektualitas IMM, yang tidak hanya berkutat dengan urusan akademik perkuliahan. Tapi juga melakukan pengembangan dan dialektika gagasan yang lebih masif dan berkelanjutan. Gerakan literasi, menurut Haedar Nashir, menuntut kita untuk berpikir sistematis. Gerakan-gerakan literasi di IMM dewasa ini juga sudah mulai menggeliat, baik itu melalui media-media internet, seperti blog, wordpress, dan website, maupun media cetak. Namun, minimnya referensi tentang IMM menjadi kegelisahan sendiri bagi sebagian kader yang tentunya haus akan bacaan mengenai IMM. Kebiasaan-kebiasaan saat ini dengan hadirnya media sosial, seperti Whatsapp, Facebook, dan sebagainya, membuat orang-orang larut dalam keluh kesah seperti yang disampaikan oleh ketua umum PP Muhammadiyah, media sosial ini sebagai pemicu menurunnya kemampuan orang untuk menulis sistematis, seperti buku, artikel, dan sebagainya. Kini menjadi urgensi, ketika kader-kader hanya gemar menunduk dan tenggelam dalam gadget-nya ketimbang bergumul dengan buku-buku, selain buku mata perkuliahan-nya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H