2. Menghasilkan banyak gagasan atau jawaban yang relevan dan arus pemikiran lancer
3. Kemampuan untuk beradaptasi secara berhasil
4. Mampu memecahkan persoalan hidup yang dihadapinya sehingga pada akhirnya ia akan menjadi individu yang mampu menolong dirinya sendiri.
Dari paparan di atas, guru harus dapat memahami tugas nya dalam mengembangkan kognitif dengan mengajarkan anak tentang kemampuan-kemampuan baru. Ketika guru berhadapan dengan sosok anak usia dini maka apapun yang diucapkannya, diperagakan, dicontohkan akan ditiru oleh anak.
Benyamin S. Bloom, Professor Pendidikan dari universitas Chicago, menemukan fakta bahwa ternyata 50% dari semua potensi hidup yang dimiliki manusia terbentuk ketika kita berada dalam kandungan hingga usia 4 tahun. Lalu 30% potensi selanjutnya terbentuk pada usia 4 hingga usia 8 tahun ini, berarti 80% potensi dasar tersebut sebagian besar dirumah, sebelum anak mulai masuk sekolah. (nurlaila, 2010:24). Jika fakta bahwa potensi-potensi manusia 50% terbentuk ketika usia 0 sampai umur 4 tahun dan 30% terbentuk pada usia 4-6 tahun. Jadi dapat penulis simpulkan pembelajaran di TK mulai dari usia 4-6 tahun, maka hanya sekitar 30% dari semua potensi-potensi yang dapat dikembangkan selama pendidikan berlangsung. Karena sebagian besar potensi-potensi manusia terbentuk rumah, sebelum anak memasuki sekolah.
Tujuan pendidikan ini oleh Bloom dibagi menjadi 3 domain/ranah kemampuan intelektual yang meliputi kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam ranah kognitif berisi perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan dan keterampilan berfikir sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Proses berfikir ini menggambarkan tahap berpikir yang harus dikuasai oleh peserta didik untuk dapat menerapkan teori ke dalam perbuatan. Tahapan ranah kognitif dari revisi Taksonomi Bloom terdiri dari enam level, yaitu : (1) remembering (mengingat), (2) understanding (memahami), (3) applying (menerapkan), (4) analyzing (menganalisis, mengurai), (5) evauating (menilai), dan (6) creating (menciptakan). Hal ini sering digunakan untuk merumuskan tujuan pembelajaran yang biasanya dikenal dengan C1 hingga C6.
Tiga level pertama (atas) merupakan bagian Lower Order Thinking Skills (LOTS) yang artinya kemampuan berpikir tingkat rendah atau dasar yang mengandalkan ingatan otak. Sedangkan tiga level berikutnya (bawah) merupakan bagian High Order Thinking Skills (HOTS) yang artinya kemampuan berpikir tingkat tinggi yang mengandalkan kemampuan otak untuk berpikir secara kritis dan kreatif. Dalam tiga level pertama atau LOTS bukan berarti sesuatu hal yang tidak penting. Namun, hal tersebut harus dilalui oleh anak terlebih dahulu sebelum naik ke tingkat HOTS. Anak dapat berlatih dengan sesuatu yang mudah terlebih dahulu sebelum mengerjakan sesuatu yang sulit. Dalam menginterpretasikan level tersebut, yaitu :
(1) Sebelum kita memahami suatu konsep maka kita harus belajar mengingatkan terlebih dahulu. Proses  mengingat  adalah  mengingati  kembali  infromasi  yang  sesuai  dari ingatan jangka panjang.
(2) Sebelum kita bisa menerapkan sesuatu maka kita harus belajar memahaminya lebih dulu. Proses memahami adalah kemampuan untuk memahami secara mendalam dari  bahan  pendidikan,  seperti  bahan  bacaan  dan  penjelasan  guru. Kecakapan   turunan   dari   proses  ini  melibatkam   kemahiran  memahami, mencontohkan, membuat klasifikasi, meringkas, menyimpulkan.
(3) Sebelum kita bisa menganalisa sesuatu maka kita harus belajar menerapkan sesuatu lebih dulu. Proses ketiga yaitu menerapkan, melibatkan kepada pengguna prosedur yang telah  dipelajari  baik  dalam  situasi  yang  telah  dikenal  maupun  pada  situasi yang  baru.
(4) Sebelum kita bisa mengevaluasi sesuatu maka kita harus belajar menganalisa lebih dahulu. Proses menganalisis, terdiri dari memecah pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil dan memikirkan  bagaimana  bagian-bagian  tersebut  berhubungan dengan struktur keseluruhan.