Nama: Dita Aprilia Arista
NIM: 21211071
Prodi: Hukum Ekonomi Syariah
Fakultas: Syariah
Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta
Surel: ditaaprilia497@gmail.comÂ
Abstract
In the business world, competition is getting tighter. Entrepreneurs, both large and small scale, are motivated to face business competition and maintain their existence. The franchise system is one way for entrepreneurs to expand their business. A franchise is a type of agreement in which one party is given the right to utilize and/or use intellectual property rights, inventions, or business characteristics owned by another party in return for conditions, or to sell goods and/or services. This study aims to analyze legal protection for the parties in a franchise agreement. This study uses a normative legal research method whose implementation is focused on collecting secondary data (library materials) which include primary legal materials such as laws and regulations, primary legal materials such as books, articles, and so on. The results of the study obtained are that in the franchise agreement, legal protection for the parties is contained in Government Regulation of the Republic of Indonesia Number 35 of 2024 concerning Franchises and Regulation of the Minister of Trade of the Republic of Indonesia Number 71 of 2019 concerning the Implementation of Franchises.
Keywords: Franchise, Legal Protection, Law
Abstrak
Dalam dunia bisnis, persaingan semakin ketat. Para usahawan, baik skala besar maupun skala kecil, motivasi untuk menghadapi persaingan bisnis dan mempertahankan eksistensinya. Sistem waralaba atau franchise adalah salah satu cara bagi para pengusaha untuk memperluas bisnis mereka. Waralaba adalah jenis perjanjian di mana salah satu pihak diberi hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak kekayaan intelektual, penemuan, atau ciri khas bisnis yang dimiliki pihak lain sebagai imbalan atas persyaratan, atau untuk menjual barang dan atau jasa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana perlindungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian waralaba. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang pelaksanaanya difokuskan pada pengumpulan data sekunder (bahan pustaka) yang meliputi bahan hukum primer seperti peraturan perundang-undangan, bahan hukum primer seperti buku, artikel, dan sebagainya. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu dalam perjanjian waralaba, perlindungan hukum terhadap para pihak dimuat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2024 tentang Waralaba dan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba.
Kata kunci: Waralaba, Perlindungan Hukum, Undang-Undang
Pendahuluan
Dalam era globalisasi yang terus berkembang, pertumbuhan ekonomi terus berkembang dan semakin kompleks. Banyak bisnis, baik kecil, menengah, maupun besar, muncul sebagai hasil dari pertumbuhan ekonomi Indonesia. Seperti pemenuhan kebutuhan masyarakat yang semakin beragam, usaha-usaha tersebut pasti memberikan dampak positif bagi masyarakat dan negara. Namun, dengan pertumbuhan ekonomi, persaingan bisnis juga akan semakin ketat. Suatu regulasi hukum diperlukan untuk mengontrol praktik bisnis karena persaingan dengan usaha-usaha berbasis internasional semakin meningkat dan agar praktik bisnis bisa tetap terkendali.
Pada masa kini, bisnis telah dikenal dengan istilah waralaba atau franchise. Franchise atau waralaba disini diatur melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2024 tentang Waralaba dan juga Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2009. Waralaba yaitu hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan kriteria yang telah ditetapkan dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan Perjanjian Waralaba. Usaha franchise dianggap memiliki probabilitas sukses yang lebih besar daripada harus membangun usaha sendiri dari nol meskipun tak semua waralaba meraih keberhasilan.
Pada dasarnya, usaha investasi atau bisnis dengan franchise sangat bergantung pada kerja sama yang baik antara pemberi waralaba (franchisee) dan penerima waralaba (franchisor), dengan mempertimbangkan hubungan mereka satu sama lain. Namun, bagi semua pihak yang terlibat dalam perjanjian waralaba, ada risiko tersendiri. Ini terutama berlaku untuk penerima waralaba, yang seringkali terbatas dalam mengelola bisnis dan tergantung pada aturan dan pedoman yang ditetapkan oleh pemberi waralaba. Oleh karena itu, penting bagi para pihak yang terlibat dalam perjanjian waralaba untuk mendapatkan perlindungan hukum yang memadai.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan di Indonesia mengatur perlindungan para pihak dalam perjanjian waralaba. Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Pasal 50, perjanjian waralaba harus dibuat secara tertulis, tidak eksklusif, dan tidak mengandung ketentuan yang merugikan salah satu pihak. Selain itu, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Pasal 51 mengatur bahwa perjanjian waralaba harus mencakup hal-hal seperti hak dan kewajiban masing-masing pihak, durasi perjanjian, hak cipta dan merek dagang, dan mekanisme penyelesaian sengketa.
Dalam hal terjadi sengketa antara pemberi dan penerima waralaba, Pasal 67 UU mengatur bahwa sengketa dapat diselesaikan melalui mekanisme mediasi atau arbitrase. Secara umum, perlindungan hukum terhadap pihak dalam perjanjian waralaba harus mempertimbangkan keseimbangan kepentingan antara pemberi dan penerima waralaba serta memastikan bahwa hak dan kewajiban masing-masing pihak akan dilindungi secara adil dan transparan.
Pembahasan
Perjanjian waralaba merupakan sebuah bentuk kerjasama bisnis yang dilakukan antara pemberi waralaba (franchisor) dengan penerima waralaba (franchise). Dalam perjanjian tersebut, pihak pemberi waralaba memberikan hak kepada pihak penerima waralaba untuk menggunakan merek dagang, sistem bisnis, serta pengetahuan yang telah teruji dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, perlindungan hukum terhadap para pihak dalam perjanjian waralaba sangat penting untuk meminimalisir risiko yang mungkin terjadi dan menjaga keseimbangan kepentingan antara kedua belah pihak.
Namun sebelum menandatangani kontrak perjanjian, pemilik waralaba harus memberikan informasi tertulis berikut kepada penerima waralaba: 1) Identitas pemilik waralaba dan deskripsi bisnis, termasuk rencana serta laporan untung rugi selama 2 tahun terakhir; 2) HAKI atau penemuan atau karakteristik bisnis dari hal waralaba; 3) Syarat-syarat yang wajib dilaksanakan oleh penerima waralaba; 4) Assistance atau sarana yang diberikan oleh pemberi pada penerima waralaba; 5) Hak serta kewajiban pemberi dan penerima waralaba; 6) Cara serta ketentuan penyudahan, pemutusan dan perpanjangan kontrak franchise; dan 7) Ketentuan lain yang wajib dipahami penerima waralaba sehubungan pelaksanaan kontrak waralaba.
Pasal 1320 KUHPerdata menyatakan bahwa harus ada empat syarat dalam suatu kontrak perjanjian, agar kontrak dapat berlaku sah. Yang termasuk ke dalam 4 syarat tersebut adalah sebagai berikut: "1) Kata sepakat dari mereka yang mengikatkan dirinya; 2) Kecakapan untuk membuat perjanjian; 3) Suatu hal tertentu; 4) Suatu sebab yang halal."
Hal-hal yang wajib dimuat dalam kontrak Waralaba (Franchise), yaitu (Pasal 6 PP No. 35/2024): "1) Nama dan alamat perusahaan para pihak; 2) Kekayaan intelektual masih dalam masa perlindungan; 3) Kegiatan usaha; 4) Sistem bisnis; 5) Hak dan kewajiban para pihak; 6) Bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan, dan pemasaran yang diberikan Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba; 7) Wilayah usaha; 8) Jaminan dari Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba untuk mendapatkan kompensasi dan pemberian hak atas waralaba dalam hal Pemberi Waralaba menghentikan usahanya Jangka waktu perjanjian; 9) Jangka waktu perjanjian Waralaba; 10)Tata cara pembayaran imbalan; 11) Kepemilikan, dan peralihan kepemilikan Waralaba; 12) Penyelesaian sengketa; 13) Tata cara perpanjangan, dan pengakhiran perjanjian Waralaba; 14) Jaminan dari Pemberi Waralaba untuk tetap menjalankan kewajibannya kepada Penerima Waralaba. 15) Jumlah gerai/tempat usaha yang akan dikelola oleh Penerima Waralaba.
Perjanjian waralaba didaftarkan di Direktorat Jenderal HAKI dalam satu registrasi dan sekurang-kurangnya 2 kali pemberitahuan. Yaitu, pada Berita Resmi Merek dan Berita Resmi rahasia Dagang. Bersama adanya pencatatan, kontrak waralaba yang sebenarnya hanya menghasilkan hak perorangan yang bersifat relatif, menguat serta menunjukkan sifat-sifat hak kebendaan yang mutlak dapat dipertahankan terhadap siapapun juga. Gunawan Widjaja berpendapat bahwa: "Dengan adanya pencatatan dan publikasi atau pengumuman tersebut, maka anggaplah hal-hal yang diatur dalam perjanjian tersebut berlaku untuk umum, artinya mengikat tidak hanya pihak yang membuat perjanjian, melainkan juga seluruh anggota masyarakat".
Dalam melakukan perjanjian bisnis franchise terhadap para pihak, dibutuhkan suatu tempat dalam pelaksanaannya sebagai perlindungan hukum. Perlindungan hukum yang dapat dilakukan kepada para pihak yakni subyek pelaku franchisee dan franchisor seperti perlindungan hukum preventif dan represif. Perlindungan hukum preventif ini bertujuan untuk mencegah terjadinya suatu sengketa yang dilakukan kedua belah pihak pelaku bisnis franchise. Para pihak pelaku franchise diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu aturan keputusan mendapat bentuk yang sudah pasti (definitif). Di indonesia sendiri belum ada pengaturan khusus mengenai perlindungan hukum preventif ini. Perlindungan hukum preventif dilakukan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran seperti franchise serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu kewajiban dalam melakukan franchise.
Sedangkan perlindungan hukum represif yaitu bertujuan untuk menyelesaikan suatu sengketa dari kedua belah pihak pelaku franchise. Penanganan perlindungan hukum dalam menyelesaikan sengketa ini dilakukan oleh Pengadilan Umum dan Peradilan Administrasi di Indonesia. Perlindungan ini merupakan perlindungan akhir yang dapat berupa sanksi kepada para pihak seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila terjadi suatu sengketa franchise.
Perlindungan hukum franchise atau waralaba diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2024 tentang Waralaba dan diatur lebih lanjut oleh Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Waralaba. Peraturan mengenai aturan maupun perlindungan hukum bagi kedua pihak franchise tersebut diatur lebih spesialis dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2009. Seperti pada pengawasannya terhadap franchise, dikatakan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia 35 Tahun 2024 Pasal 35 ayat (2) yakni Pengawasan penyelenggaraan Waralaba oleh pemerintah pusat dilakukan oleh Menteri dan ayat (3) Pengawasan penyelenggaraan Waralaba oleh pemerintah daerah dilakukan oleh Gubernur Khusus Ibukota Jakarta/bupati/wali kota atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara.
Mengenai sanksi dalam perlindungan hukum terhadap franchise, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2024 tentang Waralaba Pasal 30 ayat (3) Pengenaan sanksi dilakukan oleh Menteri, Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta/bupati/wali kota atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sesuai dengan kewenangan. Dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2009, sanksi tersebut diatur lebih lanjut dalam pasal 30 yang mengatakan bahwa ayat (1) Penyelenggara Waralaba yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14 ayat (1), Pasal 24 ayat (1), Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis oleh Direktur Bina Usaha dan Pelaku Distribusi. Ayat (2) peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dengan masa tenggang waktu antara masing-masing peringatan paling lama 14 (empat belas) hari.
Kemudian sanksi kedua dalam pasal 31 yang berisi Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah diberikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, penyelenggara Waralaba tetap tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14 ayat (1), Pasal 24 ayat (1), Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2), dikenai sanksi administratif berupa pencabutan STPW oleh pejabat penerbit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Lalu pasal 32 berisi Orang perseorangan atau badan usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 17 dikenai sanksi administratif berupa rekomendasi pencabutan izin usaha dan/atau izin operasional/komersial kepada pejabat penerbit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perlindungan hukum ini butuh lebih ditegakkan untuk melindungi para pelaku bisnis franchise dari masalah-masalah yang mungkin timbul seperti melakukan kecurangan maupun yang tidak sesuai dengan aturan yang ada. Namun apabila terjadi sengketa antara pihak pemberi dan penerima waralaba, maka perjanjian waralaba harus menyertakan mekanisme penyelesaian sengketa yang dapat dipilih oleh kedua belah pihak. Mekanisme yang umumnya digunakan adalah mediasi atau arbitrase. Dengan adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang jelas, diharapkan dapat meminimalkan terjadinya konflik dan mempercepat proses penyelesaiannya.
Kesimpulan
Perjanjian waralaba adalah perjanjian tertulis antara Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba (atau Pemberi Waralaba Lanjutan dengan Penerima Waralaba Lanjutan) yang memberikan hak untuk memperoleh keuntungan finansial dari waralaba selama periode waktu tertentu. Perlindungan hukum diberikan untuk mencegah pihak yang tidak bertanggung jawab, baik pemberi maupun penerima waralaba, melakukan kesalahan. Perlindungan hukum preventif dan represif dapat diberikan kepada franchisee dan franchisor untuk mencegah sengketa. Perlindungan hukum terhadap para pihak franchise diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2024 tentang Waralaba dan diatur lebih lanjut oleh Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Waralaba.
Daftar Pustaka
Iyabu, Moh Riza Pahlevi, dkk, Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak Dalam Perjanjian Waralaba, Journal of Comprehensive Science, (Gorontalo), Vol. 2 Nomor 4, 2023.
Nugroho, Maria Cecilia, dan Urbanisasi, Yurisdiksi Perlindungan Hukum Usaha Waralaba (Franchise) di Indonesia, QISTINA Jurnal Multidisiplin Indonesia, (Jakarta), Vol.2 Nomor 2, 2023.
Sari, Putu Prasmita, dan I Gusti Ngurah Parwata, Perlindungan Hukum Para Pihak Dalam Perjanjian Bisnis Franchise, Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, (Bali), Vol. 6 Nomor 2, 2018
Sumiyati, dan Rani Apriani, Perlindungan Hukum Waralaba di Indonesia, Jurnal Panorama Hukum, (Karawang), Vol. 7 Nomor 2, 2022.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2024 tentang Waralaba
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Waralaba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H