Lama jemariku tidak menari. Meski ada niat ingin terus berbagi, ternyata hari kian riuh setelah kehadiran si kecil yang merebut perhatian seluruh penghuni rumah ini.
Nanti saja, ketika waktu telah ada. Simpan saja di kepala, kelak akan kutuangkan semua. Benarkah? Belum tentu. Karena otak manusia sungguh amat terbatas memorinya. Dan tak apalah, toh kabarnya niat baik pun sudah tercatat olehNya. hehe... Setidaknya itulah energi yang terus kujaga hingga kini, termasuk cara ampuh menghibur diri...:D
Pagi kembali menyapa. Minggu ini tercatat sudah 2 kali bolak balik ke Sudin ( Dinas Kependudukan Jakarta Timur), untuk mengurus pembuatan akte kelahiran Ariq, putra kami yang telah memasuki usia 1 tahun tanggal 21 November 2015 lalu tanpa hasil. Lho kok? Ya demikianlah. Pertama datang antrean panjang dan memilih mundur. Kedua kali datang kembali, dengan kasus yang sama dan memilih mencoba minta bantuan orang lain dengan memberikan surat kuasa. Kali ini dengan tambah lagi satu keribetan karena KTP lenyap entah dimana. Jadilah urusan bertambah panjang dengan harus mengurus surat pengantar ke wilayah dimana KTP berada. Selama ini, kesana kemari bawa si kecil dan embaknya. Otomatis dengan kendaraan roda empat atau taxi bilamana kendaraan tidak ada.
Nah kali ini saya memilih mencoba naik Go-Jek. Install aplikasi tek-tek-tek..... lalu memasukkan alamat rumah dan lokasi tujuan ; Daerah X, Jakarta Timur. Done!Â
Kenapa sih pake inisial segala? Rahasiakah domisili dimana KTP saya berada? Hehe.. bukan itu. Ada satu hal yang ingin saya ceritakan di sini. Dimana mungkin tidak untuk dipublikasikan siapa sosok 'lucu' yang ingin saya ceritakan.
Kantor dimana Sekretaris RT berada adalah sebuah Gardu / Pos Security berukuran cukup besar. Perumahan yang memang asri dan cukup sepi, dimana penghuninya mayoritas memang usia pensiun. Pensiun dengan tingkat hidup yang lebih dari sekadar makmur saya kira...:)
"Pak, ini surat keterangan dari kepolisian sudah saya lampirkan. KTP hilang dimana saya juga tidak ingat pasti. Tapi kecurigaan saya sih pas di Sudin beberapa waktu lalu karena saya tergesa pulang setelah tahu antreannya panjang. Sebelumnya saya mengisi formulir dan ada nomor KTP yang pastinya saya tidak hafal tanpa melihatnya langsung.." demikian panjang lebar saya bercerita tanpa diminta pada Pak Secretaris RT yang berkantor di situ.
"Oh iya iya. Dulu saya juga pernah tahu ada kasus serupa di Sudin. Kebetulan saya yang menemukan KTP itu lalu saya bilang ke petugas tolong cantumkan di papan pengumuman. Kasian yang kehilangan. Apa sudah ditanya di sana?" tanya beliau pada saya.
"Iya sudah Pak, tapi tidak ada yang menemukan. Ya sudah lah, karena KTP ini dokumen cukup penting ya segera saya urus sajalah...Kabarnya kalau E-KTP cuma perlu 3 hari kerja sudah dapat KTP baru kok.." Jawab saya lagi.
"Besok saja diambil ya Surat Pengantarnya. Kalau saya sih bisa cepet buat surat dan stempel. Tapi Pak RW nya yang baru ada di tempat sore. Minta Pak B aja nanti yang urus..." demikian beliau menatap Pak B, office boy famili saya yang menemani saya pagi ini.
"Oh, berarti tidak perlu tanda tangan RT lagi ya Pak?" tanya saya agak heran.
"Tidak usah, cukup saya saja. Bu RT nya tidak mau tahu segala urusan apa-apa..." jawabnya santai.
"Oooh... baiklah kalau gitu. Syukurlah malah lebih cepat jadinya... hehe.." komentar saya.
***
Di rumah saya bertanya ; "Emang kenapa Bu RT yang jadi Ketua RT tidak mau tanda tangan?" Tanya saya penasaran pada Pak B yang kesehariannya tinggal di rumah dimana domisili kami berada.
"Kan Bu RT sudah bilang sedari awal. Saya mau jadi Ketua RT asalkan tidak usah  ngapa-ngapain. Saya nggak mau ribet dan repot ngurusin masalah orang. Tar dikit-dikit saya lagi yang dicari...." ujar Pak B ditambah komentarnya ; "Kan warganya juga udah tahu tapi tetap dipilih ya sekarang yang kerja sekretarisnya terus...
"Hehe... ya memang di Jakarta ini tidak mudah untuk menemukan orang yang suka hati direpotkan dengan pekerjaan sosial. Lagian juga Bu RT kan di posisi pensiun pengen santai-santai, jalan-jalan kemana-mana, dst....Ya yang milih aja sih yang juga sama lucunya..." komentar saya kemudian.
***
Artinya, hari ini hanya sampai pada urusan menghadap sekretaris RT, dan tibalah saatnya saya kembali ke kediaman. Deretan pekerjaan sudah menanti demikian panjang. Tek-tek-tek... aplikasi Go-Jek kembali saya gunakan memanggil jemputan. Dan dalam waktu tidak lebih dari 5 menit Go-Jek datang. Pria muda dengan ramah dan santun mengulurkan helm, dan segera mengendarai Honda Verza yang terlihat baru keluar dari dealer beberapa bulan lalu itu meluncur mengantar saya pulang.
Di jalan hingga sampai di rumah telinga ini serasa terngiang seorang teman yang mengaku dekat dengan kancah perpolitikan ; "Go-Jek itu kan sekarang ini mengaku merugi 200juta per bulan. Lah iya lah, kan itu memang sebenarnya dana kampanye X. Kabarnya daripada BLT dimana dana diberikan tanpa harus kerja apa-apa si penerimanya, lebih baik mengentaskan kemiskinan dengan memberikannya pada mereka yang produktif dan mau bekerja keras. Kalau saya sih terlepas mau kayak gimana judulnya, jika itu manfaat bagi banyak orang, dan manfaat bagi pekerjanya ( pengendara Go-Jek) itu ok ok saja. Bagus malah...."
Entah gosip entah realita, jelas kesan pertama saya pada Go-Jek hari ini adalah bagus. Solusi terbaik transportasi di ibukota masa kini. Semoga jika ini pun adalah bagian dari kampanye, biarlah terus berjalan sebagai program pelayanan masyarakat yang tepat dan efektif efisien.
Terus, besok lanjut ke kelurahan pake Go-Jek juga? Bisa jadi :):)
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H