Mohon tunggu...
Dita Widodo
Dita Widodo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha. Praktisi urban garden dari 2016-sekarang. Kompasiana sebagai media belajar dan berbagi.

1996 - 2004 Kalbe Nutritional Foods di Finance Division 2004 - 2006 Berwirausaha di Bidang Trading Stationery ( Prasasti Stationery) 2006-sekarang menjalankan usaha di bidang Travel Services, Event Organizer dan Training Consultant (Prasasti Selaras). 2011 Mulai Belajar Menulis sebagai Media Belajar & Berbagi

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Masih ada Jalan untuk Kembali

18 Maret 2014   15:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:48 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kembali ke ruang rapat dimana kami berdua dihadirkan sebagai saksi bak di sebuah persidangan, akhirnya bukti outentik berupa sms dari handphone teman saya pun diserahkan. Dengan sebuah kesepakatan bahwa apa pun yang dilakukan perusahaan terhadap Pak S, kami tidak akan dilibatkan dalam perkara tersebut.

Sebuah peristiwa yang belum pernah kami alami sebelumnya, dan harus dihadapi.

Saya teringat kalimat suami ketika memberi arahan, bahwa ketika ada seorang team yang melaporkan kesalahan temannya, bertindaklah sebagaimana seharusnya. “Dalam sebuah kasus yang melibatkan saksi-saksi, ingatlah bahwa saksi itu harus dilindungi. Jangan sampai intel-nya malah kita bunuh!”

Dalam hati, saya berujar ; “Semoga Ibu Ys pun mempunyai pemahaman yang sama.”

Meski tetap, sebagai ibu-ibu, di sepanjang jalan saya dan teman berdiskusi melantur kesana kemari. Bagaimana jika Pak S lalu dipecat? Bagaimana keluarganya? Istri dan anak-anak yang masih membutuhkan seorang kepala rumah tangga yang menjadi pencari nafkah. Akankah beliau cepat mendapat pekerjaan lain sebagai gantinya mengingat secara usia juga sudah tidak muda lagi?

Sebenarnya yang masalah kita itu hanya satu dari gunungan masalah sebelumnya aja sih Bu. Menurut info Pak F, sudah lama manajemen mengendus hal-hal miring tentang Pak S. Termasuk vendor yang harus menyetorkan sekian per bulan karena posisi beliau sebagai kepala pembelian. Cuma itu semua desas-desus yang sulit dibuktikan, karena semua pihak seperti berusaha menutupi. Jadi kalau terperosok di jurang yang beliau gali kali ini, sebenarnya hanya soal waktu saja…..” Kalimat yang saya lontarkan memang adalah data yang kami peroleh dari Pak F, namun sekaligus upaya menghibur diri sendiri dan rekan saya yang terlihat tidak bisa tenang karena perasaan bersalah yang meliputi.

***

Ibu sekarang sudah puas kan karena saya sudah keluar dari sana???” Pertanyaan yang mengagetkan. Dan tentu saya jawab dengan spontan. Tidak ada gunanya untuk membela diri.

Begini Pak S,…. Saya jelas kaget, dan tidak menyangka hal ini bisa terjadi. Saya paham bagaimana sebuah keluarga akan menemui kesulitan manakala nafkah terhenti karena kehilangan pekerjaan. Dan itu bukan tujuan kami. Tapi perihal apa yang dialami Bapak, sekarang saya hanya mau kasih tahu Bapak aja ; minta ampunlah kepada Allah. Jangan pernah menyalahkan pihak lain jika hal ini terjadi. Masih bersyukur Allah memberi teguran Bapak di dunia, dan bukan membayarnya berikut bunga-bunganya di akhirat!. Dan jika Bapak bertanya ; apa saya puas?? Saya tidak punya kepentingan apa-apa selain sekadar menghindarkan diri dari ancaman azab Allah di akhirat nanti. Itu saja!!  Jika Allah menerima taubat Bapak, semoga Dia memberi ganti pekerjaan yang lebih baik. Saya hanya bisa bantu doa. Itu aja Pak S…”

Pembicaraan ditutup dengan suara amarah yang masih terasa mengalir lewat handphone. Saya terdiam sejenak. Mencoba mengingat, apakah memang kalimat itu yang harus saya ucapkan. Kalimat yang mungkin terdengar amat pedas untuk sebuah jiwa yang sedang terluka. Astaghfirullah… Ampuni kami ya Allah!

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun