Mohon tunggu...
Dita Widodo
Dita Widodo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha. Praktisi urban garden dari 2016-sekarang. Kompasiana sebagai media belajar dan berbagi.

1996 - 2004 Kalbe Nutritional Foods di Finance Division 2004 - 2006 Berwirausaha di Bidang Trading Stationery ( Prasasti Stationery) 2006-sekarang menjalankan usaha di bidang Travel Services, Event Organizer dan Training Consultant (Prasasti Selaras). 2011 Mulai Belajar Menulis sebagai Media Belajar & Berbagi

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Fatwa MUI Terkait Haram Bisnis Kuburan Mewah; Senjata Tanpa Amunisi?

27 Februari 2014   15:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:25 1683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mata saya tertarik pada running text news Metro TV tadi malam. Di sana tertulis : MUI mengeluarkan fatwa haram bisnis jual beli kuburan mewah.

Saya ‘nyengir’ membacanya. Ingatan saya melayang pada gurauan saya dan teman-teman ketika melintasi sebuah pemakaman mewah di bilangan Karawang Barat.

“Bapak dan Ibu yang budiman, inilah pemakaman terluas dan termegah sepanjang sejarah Indonesia abad ini. Berikan kenangan terindah pada mereka yang akan mendahului Anda. Siapkan hunian nyaman yang akan menjadi tempat peristirahatan terakhirnya…”. Saya berseloroh kepada teman-teman di mobil. Memerankan sales marketing dalam "menjajakan" dagangan prestisiusnya.

“Oh berapa harganya Bu?” teman saya menimpali.

“Ukuran berapa? Sekian ratus juta untuk Blok X dan sekian miliar untuk blok Y.”

“Wow, fantastis!. Apakah dijamin bebas hisab?”

“Hehehe… sayangnya itu ya. Kalau dijamin bebas hisab, kayaknya semua orang kaya terutama para koruptor berlomba-lomba memesan kavling kuburan di sini”

Sahut menyahut gurauan kami menjadikan cuaca yang ‘cetar’ Kawasan Industri siang itu tak sempat kami keluhkan, atau sekadar membahas pemanasan global yang lagi-lagi muncul sebagai topik diskusi.

Saya prediksikan berbagai reaksi pasti akan muncul di kalangan umat muslim terkait fatwa MUI terbaru tersebut. Sebagian mungkin akan bergumam ; “MUI ga usah ngurusin hal-hal seperti itu deh. Urusin aja masalah lain masih lebih banyak yang merugikan pihak lain”.

Mungkin ia lupa bahwa memang tugas MUI adalah memberikan rambu-rambu pada umat muslim. Keberadaan MUI di negara ini memang adalah pemimpin umat Islam yang harus terus mengikuti perkembangan kasus dan memberikan peta/arahan agar umat Islam terhindar dari berbagai penyimpangan ajaran.

Sebagiannya lagi menganggap apa yang disampaikan MUI adalah sebuah hal yang sudah sewajarnya. Hal yang perlu diperhatikan, terlepas dari catatan-catatan yang ingin coba saya ulas meski sekadar opini pribadi.

Sebenarnya apa sih latar belakang orang membeli pemakaman mewah?


  1. Menaikkan Gengsi / Menempatkan Diri di Kelas Tertentu


Setelah manusia diberikan kecukupan harta, dan kemudian diberikan derajat dan kedudukan yang baik, sebagian mereka ingin melanggengkan ‘martabat’ di mata manusia itu hingga akhir hayatnya.

Kelak, para kenalan, sahabat, kerabat dan keluarga akan mencatat bahwa Si Pulan adalah orang yang sukses semasa hidupnya, dan dikebumikan di tempat pemakaman mewah serta megah abad ini.

Bukankah memang demikianlah keinginan manusia jika dituruti? Jika satu istana telah dimiliki, ia akan membeli hutan dan juga pulau jika memungkinkannya. Maka jika hanya soal pemakaman sebagai rumah masa depan, itu dianggap sebagai hal yang ‘wajar saja’ versi sebagian orang.

2. Kenyamanan Berziarah & Hadiah Akhir Terindah

Jika lazimnya berziarah hanya mengirim doa, menabur bunga di pusara tak lebih dari ½ jam saja, di pemakaman mewah ini peziarah dapat betah berlama-lama bak menikmati wahana wisata. Mereka yang memesan kavling untuk dirinya sendiri berpikir bahwa kelak anak cucu mereka akan lebih rajin mengunjungi pemakaman. Selain tersedia play ground untuk bermain anak, juga restaurant yang siap melayani para pengunjung.

Mungkin mereka lupa bahkan di alam sana, seorang manusia bahkan tidak sempat memikirkan mereka yang ditinggalkan.

Mereka tengah sibuk dengan urusannya sendiri, urusan pertanggunjawaban atas hidup yang telah dipinjamkanNya ; dipakai untuk apa, mendapat harta dari mana, dibelanjakan untuk apa? Berapa hutang yang diwariskan?

Bagaimana bakti pada orang tua? Bagaimana mendidik anak-anak sebagai tanggungjawab yang diberikan? Bagaimana bakti pada suami? Bagaimana tanggungjawab pada istri? Apakah zakat telah terpenuhi seluruhnya? Bagaimana penggunaan kelima indera yang dianugerahkan? Dst dll…. Dan slide-slide potongan kejadian dibentangkan lebar-lebar. Mungkin setiap kita akan mengajukan permohonan : Tuhanku, ijinkan sekali lagi kami hidup di dunia, dan akan kuperbaiki setiap perbuatan, menjaga apa yang kupikirkan dan kurasakan, hanya sebaik-baik mengingatMu.

Sayangnya, Allah tidak akan mengubah ketetapan bahwa hidup manusia di dunia ini hanya satu kali saja. Waktu tidak akan diputar mundur ke belakang, dan tahun terus bertambah satu demi satu.

Bagi mereka yang memesan kavling untuk para orang-orang tercinta sebagai hadiah terindah di akhir hayatnya, mereka pun mungkin lupa. Bahwa Islam sangat mengingatkan untuk tidak menjadi kaum yang melampaui batas. Dan kuburan sederhana, yang ditumbuhi rumput dan pepohonan adalah hal yang disarankan. Rumput yang tumbuh akan turut mengirimkan doa-doa pada jasad di bawah sana. Ingatlah bahwa seseorang hanya membawa 3 hal ketika pulang menghadapNya. 1. Ilmu yang bermanfaat 2. Anak Shaleh 3. Amal dari hartanya ( amal jariyah).

Fatwa MUI memang sudah semestinya ada, menurut saya. Tapi tentu akan lebih baik jika fatwa itu tidak perlu ada, karena tindakan preventif yang sudah dilakukan. Misal, silakan saja pemakaman mewah didirikan jika tidak melanggar segala macam aturan kenegaraan. Namun beri catatan ; diharamkan untuk dijualbelikan kepada warga negara beragama Islam.

Para pengusaha/pengembang juga akan berpikir ulang : Lah, kan mayoritas penduduk Indonesia adalah kaum muslim? Bukan ide bagus jika membuka lahan pemakaman seluas itu.

Senjata Tanpa Amunisi

Fatwa MUI akan menjadi senjata tanpa amunisi, jika tidak diimbangi dengan penegakan hukum yang baik. Sebagaimana fatwa MUI sebelumnya tentang hukum HARAM pada peminta sumbangan pendirian masjid di jalan-jalan. Secara logika masuk akal menurut saya, karena mudhorot/keburukannya jelas terasakan nyata. Jalanan menjadi macet. Belum lagi harga diri sebagai umat yang gemar meminta-minta di jalanan adalah dampak lain yang amat ‘memalukan’ di mata saya. Akan jauh lebih efektif jika penarikan dana masjid dilakukan dengan acara-acara yang lebih elegan, semacam bazzar pakaian bekas layak pakai. Bazar makanan, atau pun sumbangan gotong royong dari para jamaah maupun warga sekitar masjid. Dan masih banyak cara lain yang lebih bermartabat dan tidak mengganggu kepentingan umum.

Jika fatwa itu sampai dengan detik ini juga masih saja ‘diabaikan’ oleh sebagian umat Islam, menurut saya adalah karena tidak dibarengi dengan amunisi berupa penegakan hukum. Polisi yang mondar-mandir melintasi kemacetan akibat permintaan sumbangan itu pun tidak bertindak apa-apa. Apakah perihal haram dan halal itu memang sepenuhnya akan menjadi urusanNya saja? Dan dampak negatif yang ditimbulkannya tidak didukung dengan piranti hukum yang diperlukan? Entahlah.

Beberapa minggu lalu saya menyaksikan ratusan alat berat sedang meratakan bukit di Karawang itu. Rupanya ambisi memperluas ‘rumah masa depan’ itu sedang digelindingkan. Rupanya tidak akan ada korelasi antara fatwa MUI dengan terus berkembangnya jual beli lahan pemakaman mewah di negeri ini.Setidaknya, ini opini saya sebagai pengamat amatiran.

Saya hanya sibuk membangun imajinasi dan menjaga nilai-nilai yang saya yakini. Bahwa benar, kemiskinan perlu dipersiapkan agar tak sampai menjadi kufur. Tapi bersiap menjadi kaya sesungguhnya juga teramat penting karena tantangannya amat berat. Godaan keinginan menguasai dunia yang tak terbendung. Godaan ingin dipuji dan ditempatkan bak raja diraja yang sungguh amat menistakan. Dan meyakini bahwa apa yang sampai di tangan hanyalah kepercayaan yang dititipkan. Sepiring nasi, rumah tinggal yang nyaman tanpa kebocoran di sana sini dan kemudahan perjalanan sudahlah cukup untuk menjalani hidup dengan kebersahajaan yang wajar. Sisanya, serupa talang air, biarkan rizki yang mengalir itu mampu memberikan manfaat sebanyak umat. Terdistribusikan sempurna tanpa kotoran penyumbat yang adalah keserakahan, kesombongan, kekikiran,dst.

Apakah aku akan lolos jika ada di posisi berkelimpahan itu? Entahlah. Namun sekuat daya kumohonkan semoga Allah memperkenankan untuk senantiasa memberi petunjuk jalan yang lurus dan memberikan kekuatan yang diperlukan untuk itu.

Fatwa MUI tersebut memang adalah Senjata tanpa Amunisi. Namun untuk Anda dan saya yang berusaha paham atas kompleksitas negara ini, semoga tetaplah cukup berguna sebagai rambu-rambu untuk diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun