Hidup yang demikian tidak boleh dilihat sebagai suatu hidup yang mekanis-otomatis, melainkan senantiasa mereka lihat sebagai 'orde' pemberian keilahian itu sendiri.
Memelihara kehidupan yang suci itu bagi mereka sama halnya dengan memelihara tata tertib alam semesta, supaya berjalan secara serasi dan seimbang. Tata keserasian dan tata keseimbangan kosmos itu disebut adat.
Pandangan tentang manusia
Untuk memahami pandangan suku Dayak tentang manusia hanya mungkin dengan melihatnya dalam kerangka mitologi mereka. Berdasarkan mitos kejadian dunia dan manusia tampak bahwa hubungan antara keilahian dan manusia erat sekali.
Dalam konsep mitologi itu tampak bahwa kaum pria secara kosmis dan totemistis digolongkan kepada keilahian yang mendiami alam atas, serta di pihak yang membentuk kehidupan. Sedangkan kaum wanita digolongkan pada pihak yang mewakili alam bawah.
Khusus mengenai wanita ini ada beberapa hal yang perlu diketahui:
Pertama, dalam keadaan tertentu wanita dianggap "lemah", dalam arti ini mengalami daya rohaninya tidak cukup kuat untuk menghadapi gangguan dari luar dirinya. Hal ini didasarkan pada kepercayaan bahwa setiap manusia mempunyai semacam daya rohaniah yang dalam keadaan normal cukup kuat untuk bertahan dan melanjutkan hidup.
Daya rohaniah tersebut tidak sama pada setiap orang. Namun setiap orang dapat menambahkannya dengan berbagai macam tidakan ritual.
Kedua, kedudukan kaum wanita dalam masyarakat boleh dikatakan sama dan sederajat dengan kaum pria. Mereka ikut pula menentukan berbagai hal yang menyangkut kehidupan sosial dan religius.
Menurut pandangan masyarakat Dayak, manusia yang dinamakan "manusia baik" ialah manusia yang mentaati seluruh hukum adat serta mematuhi hukum pali (tabu). Sedangkan yang dinamakan "manusia sempurna" ialah manusia yang menjuruskan seluruh kehidupan serta tingkah lakunya untuk mematuhi, memenuhi serta melaksanakan tata ilahi dan berusaha melakukan tugas dan fungsinya di dalam tata kosmos.