Perubahan pola pikir dan perspektif manusia tentang alam dan ciptaan secara keseluruhan merupakan suatu upaya penangan masalah krisis ekologis yang penting, selain pandangan teknis dengan melibatkan IPTEK. Tanpa perbuahan cara pandang baru, yaitu jika manusia tetap pada konsep antroposentristis dan cara pandang yang analitis-reduksionis, tidak akan bisa dipertahankan kesadaran dan sikap ekologis yang konsekuen.
Dengan kesadaran dan sikap ekologis yang konsekuen inilah krisis ekologis yang sebagian besar diakibatkan oleh ulah manusia sendiri ini dapat diperkecil dan upaya penanganannya dapat dikembangkan.
Perubahan cara pandang itu harus membawa manusia dari konsep antroposentristis dan pola pikir analitis-reduksionis kepada konsep yang lebih biosentris dan pola pikir sintesis-holistis.
Dengan perspektif baru ini alam dan ciptaan lain dilihat sebagai sahabat atau mitra manusia dalam hidup. Manusia melihat dirinya sebagai bagian dari organisme fisik alam semesta. Manusia hanya dapat berkembang dalam keseluruhan kosmos, yang menuntut relasi dengan dunia non-human.
Berangkat dari kesadaran dalam perspektif semacam ini, manusia menyadari bahwa ia berada bersama ciptaan lain dalam situasi interdependensi. Dalam situasi ini terjadi suatu interaksi dan relasi segala "ada", mulai dari partikel-partikel dasar sampai pada kehidupan yang paling kompleks.
Diharapkan dengan berbicara tentang kesadaran dan perspektif dalam interaksi dan relasi manusia dengan lingkungannya, kita mulai bergerak untuk menyelamatkan ibu bumi dari krisis ekologis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H