Perlu dicatat bahwa mantera itu tidak baik kalau para belian terlalu yakin akan kekuatan atau kemajuannya. Karena menurut pengamatan saya kesembuhan si sakit bukanlah karena kekuatan manteranya melainkan kekuatan Allah Sang Pemberi Hidup.
Selain mantera-mantera, masih ada ciri khas lain yang terdapat dalam adat kesenian tradisi pengobatan tradisional suku Dayak, yaitu tari-tarian dan tabuh-tabuhan (musik). Sebab dalam proses pengobatan tradisional para tetua adat/belian mengadakan tari-tarian. Tari-tarian itu diperagakan sesuai dengan irama tabuh-tabuhan yang bersumber dari alat musik tradisional.
Ritme dari tarian ini memang agak sedikit monoton, meskipun demikian dalam setiap gerak dan tindakan belian tersimpan pesan yang sangat berarti. Hanya orang yang memahami hal tersebut dapat memberikan penjelasan. Misalnya sesama belian atau tetua adat yang sudah lama menghidupi tradisi tersebut dan tentunya berpengalaman.
Pantun-pantun dan Nyanyian
Seperti yang telah saya uraikan di atas, dalam proses penyembuhan dengan upacara pengobatan tradisional ini, ada juga kesempatan bagi para belian dan para pengunjung untuk bergembira bersama.
Rasa gembira tersebut mereka tuangkan dalam acara bernyanyi bersama dengan mengucapkan pantun-pantun. Acara demikian bagi orang Dayak bukanlah sekedar acara hiburan atau bersenang-senang belaka, melainkan sudah menjadi kebiasaan sebagai penghormatan akan tradisi yang diwariskan para leluhur.
Catatan Kritis
Disorot dari aneka ragam bentuk keyakinan yang terdapat dalam sistem religi suku Dayak, serta aktivitas-aktivitas sistem religi yang mengungkapkan keyakinan tersebut; nampaknya bahwa keyakinan suku Dayak ini mempunyai ciri-ciri yang menonjol, yang dapat dikelompokan ke dalam pengeritan tentang paham-paham religi atau keagamaan yang disebut: Dinamisme, Animisme dan Teisme.
Aktivitas seperti menyimpan dan memelihara benda-benda tertentu yang dianggap memiliki kekuatan gaib dan bisa mempengaruhi kehidupan manusia, merupakan ciri-ciri paham Dinamisme. Demikian pula keyakinan bahwa di alam sekitar hidup mereka itu penuh dengan roh-roh dan makhluk-makhluk halus lainnya; dan bahwa tiap-tiap makhluk dan juga benda-benda mempunyai jiwa seperti halnya manusia, merupakan ciri-ciri paham kepercayaan yang disebut Animisme. Akhirnya pengakuan mereka akan adanya Ilah Tertinggi yang menciptakan, mengatur, menata dan menjaga alam semesta beserta isinya, merupakan ciri-ciri paham Teisme (Subagya, 2013: 60).
Namun, selain Ilah Tertinggi, juga diakui adanya serentetan dewa-dewa lain yang dipandang sebagai ilah-ilah perantara antara Ilah Tertinggi dan manusia.