Tuhan ada di mana kita percaya, bukan tergantung tempat atau suasana. Sebuah tempat ibadah bukan menjadi suci karena di tinggali barang-barang suci. Namun karena hati orang-orang di dalamnya yang bertakwa.
Ibu Nada menelpon anaknya yang sedang di asrama.
"Halo, Nada, mama mau ziarah sama anggota Legio Maria semua Gua Maria yang ada di Jawa."
"Untuk apa Ma?"
"Ya untuk berdoalah, masak mau cari papa baru."
"Nggak bisakah doa di rumah? Nanti adek nggak ke urus."
"Kan ada papa. Eh, Nada ini mamakan bukan rekreasi tapi ziarah, kan perlu juga berdoa ke tempat-tempat suci, biar iman semakin mantap. Lagian di sana ada mata air yang sudah diberkati uskup."
"Ya sudah, hati-hati di jalan. Oh ya ma, Nada titip batu yang ada di teras rumah tolong di bawa ya."
"Untuk apa?"
"Pokoknya bawa saja, setiap mama berdoa di Gua Maria terus ada mata air di sana, tolong celupkan batu itu ya ma."
"Iya deh, kamu ini aneh-aneh saja."
"Oh.. ya.. ma.. kalo jadi berangkat jangan lupa bawa masker, hand sanitizer dan jaga jarak di tempat ziarah."
"Iya... kamu juga ya kalo berpergian ke luar dari asrama patuhi protokol kesehatan."
Seminggu kemudian, setelah pulang dari ziarahnya ibu Nada mengunjungi Nada di asrama.
"Ini batu yang kamu titip."
"Lo kok masih batu. Mama sudah celupin nggak sih?"
"Sudahlah, kamu berharap jadi apa?"
"Mama sudah berdoa?"
"Sudah kok."
"Huh, ku kira kalo sudah namanya tempat suci yang airnya sudah terberkati bisa mengubah batu jadi emas."
"Itu kan cuma air biasa, Nada,"
"Itu mama tahu, air nggak bisa mengubah batu jadi emas, apalagi mengubah seorang pendosa menjadi orang suci."
Ibunya terdiam.
Malang, 12 Januari 2021
"Autizyous" /ed. Dismas
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H