Mohon tunggu...
Dani Iskandar
Dani Iskandar Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu berbagi pengalaman dan menginspirasi http://menulismenulislah.blogspot.co.id

Menulis itu berbagi pengalaman dan menginspirasi http://menulismenulislah.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Merdeka dari Sifat Menyalahkan

17 Agustus 2021   11:02 Diperbarui: 17 Agustus 2021   11:05 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia


Ingat lah prinsip Menunjuk. Ketika satu jari telunjuk menunjuk orang lain sesungguhnya 4 jari lainnya menunjuk ke diri kita sendiri. Lihatlah diri kamu sendiri, apa iya sudah sebaik mereka?


Mengembalikan Moral yang Hilang
Diperlukan sebuah gerakan masif, disiplin dan berkesinambungan untuk membentuk dan membangun manusia Indonesia yang berkarakter dan berbudi pekerti. Kita terhanyut dalam suasana bebas teriak di medsos. 

Apa saja bisa kita lakukan tanpa kontrol. Sedangkan aturan sudah dibuat pun, hanya dengan drama air mata, mohon maaf dan sebuah materai pelakunya bisa bebas dan berkicau kembali menebar amarah, keburukan, hoax dan fitnah, menyalahkan keadaan tanpa alasan dan fakta yang sebenarnya. 

Sesungguhnya aturan-aturan yang dibuat itu untuk mengingatkan kita batas-batas yang mengganggu dan melewati tatanan moral, bukan untuk menakut-nakuti seperti pemikiran kita ada polisi di jalan, kita disiplin tetapi jika tidak ada, kita semaunya, bukan seperti itu. Aturan pakai masker salah, berkerumun salah, vaksin salah, ppkm salah. 

Sementara aturan prokes dilakukan di seluruh dunia. Aturan tidak mungkin dibuat jika kita tidak menyalahi keadaan yang ada, yang tentram, yang aman, damai.


Dari kecil kita sudah berhadapan dengan lingkungan yang menyalah-nyalahkan, anak-anak kita dibuli karena tidak bisa bilang "R", karena pendek, hitam, pitak dan sebagainya. 

Di sekolah juga tak lebih baik, status guru memang sejatinya mengayomi, tapi banyak juga guru yang bermental "buruk", memanggil muridnya dengan sebutan si jangkung, celana kedodoran, body shaming lainnya, apa lah. Belum lagi guru-guru, dosen-dosen, ustad-ustad yang di depan kelas, di atas mimbar, dengan lantangnya menyalahkan keadaan. 

Persis seperti penonton bola yang merasa jauh lebih hebat dari pemain di lapangan. Semua pemain dimatanya salah, bego, tidak bisa main.

Lalu kita harus bagaimana? Tulisan ini pun bisa saja dianggap "menyalahkan yang lain", "sok suci", "merasa benar sendiri", atau apa pun itu, karena memang kondisinya begini saat ini. Yang perlu kita resapi dan pahami adalah bahwa sesuatu yang terjadi, dibuat orang lain yang diluar kemampuan atau campur tangan kita, apalagi itu bukan urusan dan menyangkut kehidupan kita, jangan diurusin, diam saja. 

Cobalah apresiasi, berikan senyuman, pujian kalau bisa, untuk hal-hal yang dilakukan orang lain. Jika kita tidak bisa mengubah atau mengendalikan sesuatu yang menurut kita jelek, cobalah untuk bisa menerima keadaan yang ada. Semoga Indonesia menjadi bangsa yang semakin berakhlak dan berbudi luhur ke depannya. Maju terus Indonesia. Dirgahayu 17 Agustus 2021. Merdeka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun