Mohon tunggu...
Dani Iskandar
Dani Iskandar Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu berbagi pengalaman dan menginspirasi http://menulismenulislah.blogspot.co.id

Menulis itu berbagi pengalaman dan menginspirasi http://menulismenulislah.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Merdeka dari Sifat Menyalahkan

17 Agustus 2021   11:02 Diperbarui: 17 Agustus 2021   11:05 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Makin kesini sepertinya tidak ada lagi yang benar yang dilakukan oleh orang lain di mata kita. Dari 10 kerjaan, prestasi, perbuatan, kegiatan yang dilakukan orang lain, mungkin hanya 1-2 saja yang benar di mata kita, yang dipuji, yang kita apresiasi. Selebihnya salah, gak benar, kacau, merugikan, jelek dan negatif semua. 

Bahkan yang lebih parah lagi, setelah 76 tahun Indonesia merdeka, bangsa ini memiliki sifat egois akut kalau tidak mau dibilang tidak ada budi pekerti, tidak ada akhlak atau amoral.

Bayangkan saja, bentuk tubuh orang lain, gemuk kurusnya dia, cantik jeleknya wajah orang, bagus tidaknya mobil yang dibelinya, keren tidaknya desain rumah seseorang, semua salah di mata kita. 

Lah mereka makan pakai uang mereka sendiri, mereka operasi plastik atau oplas pakai duit hasil jerih payah kerjanya sendiri, mereka bangun rumah desainnya sesuai selera mereka sendiri lalu kenapa kita yang marah, sewot sampai kejang-kejang, maki-maki di sosmed. 

Begitu lah saat ini sifat menyalahkan yang kita temui hampir setiap saat di bumi pertiwi ini.
Emosi yang Kebablasan

Agama dan pendidikan saat ini bukan lah menjadi pedal rem dan gas dalam bertindak. Ilmu agama yang dalam dan tingkat pendidikan yang tinggi saat ini tak lagi mencerminkan ketinggian moral seseorang. 

Seseorang bergelar profesor dengan santainya bisa melepaskan twit yang menyalahkan sebuah kebijakan. Seorang pemuka agama tersohor dengan amarahnya menumpahkan sumpah serapah di atas mimbar. Apa lagi kalau tidak karena "keadaan yang selalu salah" di mata mereka.

Yang lebih ekstrim lagi sering kita jumpai anak-anak kita yang belum mengerti apa-apa dalam keadaan kesal, marah, emosi memuncak dengan entengnya mengatakan, "kenapa aku dilahirkan?", "aku mau ganti mama aja deh!", "menyesal aku punya ayah seperti kau!" Seperti dialog dalam sinetron saja, ya sinetron. Sinetron atau film itu adalah cerminan atau diangkat dari kondisi yang terjadi di masyarakat. Atau membuat adegan yang akhirnya ditiru masyarakat.

Yang Mengejek Tidak Lebih Baik

Sejatinya saat ini mereka yang mengejek dan menyalah-nyalahkan itu tidak lebih baik dari yang diejeknya. Kita benci banget sama anggota dewan, Bupati, Menteri atau Presiden. Lha sekarang coba tanya pada diri kita masing-masing, mereka itu siapa? Wakil kita toh, bagian dari kita juga toh. Artinya kalau Menterinya korup, anggota dewannya tidur, pemalas ya itu lah kita, kita yang masih malas, korup, dan sebagainya. 

Coba kalau kita dititipin uang bantuan, sedekah, uang darmawisata sekolah TK, uang arisan, yakin situ amanah? Benar bisa mengelola uang recehan dengan baik, ini belum uang ratusan juta bahkan milyaran ya, baru recehan. Apa iya gak nilep, apa gak tergiur untuk mengolahnya, memanfaatkannya, menggunakannya dulu, menginvestasikan dengan alasan bisa melipatgandakannya? Situ yakin benar, amanah, jujur, gak seperti mereka pejabat-pejabat itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun