"Halo bro, mohon doa nya ya"
"Eh iya, kenapa bro"
"Gue sedang berjuang melawan covid nih, semoga imun gue naik"
"Iya bro, semoga lu kuat, cepat sembuh ya. Istri lo bagaimana bro"
"Minggu lalu sudah duluan pergi"
"Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun, yang tabah ya bro, yang kuat ya"
"Makasih bro"
Kira-kira begitu lah kondisi yang kita alami saat ini. Corona sudah setahun menjangkiti bumi ini. Bukannya berkurang, malah ditemukan varian yang lebih ganas yang lebih cepat menular di Inggeris. Apa sebab itu semua? Lagi-lagi kepatuhan dan kesabaran kita sedang diuji Tuhan Sang Penguji. Mereka yang muslim jelas sangat diuji disini. Mereka percaya pada Nabi Muhammad saw.
Bahkan tahun 2020 pun muncul kasus penghinaan Nabi di Perancis. Semua terusik. Tapi seberapa taat umat Islam dengan perintah Sang Nabi? Mereka pasti paham dong dengan hadits yang mengatakan bahwa "Jika kalian mendengar tentang wabah-wabah di suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Tetapi jika terjadi wabah di suatu tempat kalian berada, maka janganlah kalian meninggalkan tempat itu," (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).
Tapi apakah mereka taat dengan hadits tersebut? Wallahu alam. Hadits hanya sebatas hadits. Agama hanya sebatas KTP. Ketika Nabi, Agama disenggol, garangnya naudzubillah. Namun, menjalankan agama pilah pilih, suka-suka. Enak dirasa ambil, bungkus. Berat dan aneh dirasa, tinggalkan. Emang beragama bisa begitu?
Sulitnya Disiplin
Besok, Senin, 4 Januari 2021, hari pertama kerja di tahun yang baru. Banyak masyarakat yang merayakan libur panjangnya baru kembali ke rumah masing-masing pada Minggu atau bahkan malam Seninnya. Besoknya langsung kerja. Tanpa ada jeda 1 atau 2 hari istirahat di rumah. Normal-normal saja. Seperti tak ada pandemi.
Lebaran yang lalu, Pemerintah melarang mudik. Tetap saja dilanggar. Libur panjang kali ini pun dibatalkan yang sedianya mulai 24 Desember bablas hingga 3 Januari, namun untuk mencegah penyebaran covid maka senin hingga rabu masyarakat tetap masuk kerja dan libur kembali tanggal 31 Januari.
Hal itu pun diperketat lagi oleh Pemerintah dengan persyaratan hasil tes swab antigen negatif untuk yang bepergian dengan Penerbangan dan Kereta Jarak Jauh. Namun ada saja kritik yang tersebar di masyarakat. Bukan warga +62 namanya kalau tidak super nyinyir dan bandel. Ah itu kan hanya proyek saja. Cari duit saat pandemi. What?
Tidak kah kamu tahu kalau persyaratan dan modifikasi libur panjang itu bahasa lainnya dari "Dilarang Mudik". Tapi toh kamu tetap melanggarnya kan. Memang semua yang dilarang pasti kamu langgar.
Pemerintah pun turut andil dalam peningkatan penyebaran covid-19 ini terutama triwulan keempat. Di satu sisi mereka menghimbau masyarakat untuk tetap menjaga prokes dengan 3M, namun disisi lain mereka menekankan "Jihad Penyerapan" Anggaran. Memang dari sisi ekonomi serapan pemerintah berdampak bagi roda perekonomian.
Namun penyerapan anggaran bagi sebagian PNS diartikan dengan bikin acara di hotel, kunjungan ke daerah yang tidak menutup kemungkinan akan penyebaran pandemi itu sendiri. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati sendiri menyebutkan bahwa lebih dari 933 orang pegawai Kementerian Keuangan pernah terkena infeksi Covid-19. Dari jumlah tersebut sebanyak 36 orang telah menjadi korban jiwa.
Kini teknologi berkembang, tahun 2020 ditandai dengan virtual meeting via zoom dan google meet. Tiap saat keluarga bisa saling terhubung dengan video call, namun pulang kampung dan jalan-jalan tetap dilakukan.
Sebenarnya bukan rindu kampung halaman yang menjadi alasan utama tapi "Bete", bosen di rumah, halu, gak sabar, dan pengen keluar yang mendorong semua itu terjadi. Justru kita yang taat aturan dengan menegakkan prokes saat ini malah menjadi bahan tertawaan, dibilang penakut, gak megap maskeran terus.
Beberapa waktu lalu Wuhan, kota pertama asal pandemi, merayakan kebebasan dari covid. Namun kini, Beijing kembali lockdown karena ditemukan virus dengan varian baru tersebut.
Tapi saya yakin, Negara komunis seperti Cina, rakyatnya gampang diatur, disiplin. Apalagi seperti Korea Utara yang kemarin kabarnya menembak mati orang yang suspek yang berkeliaran. Bagaimana dengan negara-negara liberal?
Berita hanya tinggal berita. Rakyatnya tetap bandel, susah diatur. Diperparah lagi dengan contoh buruk dari Presiden Trump yang dengan arogannya anti corona dan menuduh yang bukan-bukan tentang penyakit ini, bahkan melepas maskernya begitu dinyatakan sembuh. Untung saja dia tidak terpilih kembali.
Bagaimana dengan Indonesia? Ya begitu deh. Seperti dialog pembuka di atas.
Dihimbau 3M, anggap enteng, kemana-mana tanpa masker, sholat shaf dirapat-rapatin, pengajian, takjiah berduyun-duyun, hajatan kawinan, sunatan, biasa saja tanpa prokes. Giliran kena baru bingung, "gue kena dimana ya?", "dia habis pergi kemana ya?", "kok bisa ya?" "mohon doanya ya semoga cepat sembuh, semoga kuat menghadapinya".
Salah?
Tentu tidak. Cuma konyol aja. Allah mah gitu banget bercandanya. Dia turunkan penyakit yang sungguh amat gak jelas. Antara ada dan tiada. Gak langsung berdampak, tau-tau positif, tau-tau mati. Masya Allah.
Sudah begitu banyak yang kena, bahkan dokter, perawat meninggal eh masyarakat masih saja bandel. Di Meksiko saat ini terjadi antrean panjang pembelian oksigen dan harganya sudah naik 3x lipat. Dan orang disini masih keluyuran yang gak penting trus besok begitu sakit, meninggal, nanya "kok bisa ya?" Hadeh.
Sudah begitu banyak contoh Presiden Negara-negara di Dunia bahkan Trump yang terkena covid, Menteri, Gubernur, Bupati, Walikota, artis yang kena bahkan meninggal eh malah ngeyel juga dengan bilang ya jelas dong mereka kan orang kaya, terkenal, pergi ke sana ke mari, ke luar negeri.
Aduh, bagaimana ya menyadarkan orang-orang seperti ini. Mereka yang mengikuti prokes, menjaga hidup sehat, rajin olahraga dan gowes bisa kena, apalagi kita rakyat jelata yang ndableg ini. Bahkan ada pula ulama yang mengompori dengan mengatakan "ini tentara Allah" Lha sekarang ulama pun terpapar. Sudah lah Please be disciplined!
Al-Qur'an Surat an-Nisa ayat 41 menjelaskan tentang posisi Nabi Muhammad saw yang di akhirat nanti menjadi saksi bagi umatnya yang durhaka. Tangisan Nabi menjadi penanda bahwa hati beliau yang begitu lembut hingga tak sampai hati kalau-kalau umatnya nanti menerima penderitaan---meski akibat ulah mereka sendiri. Perlu digarisbawahi disini "Meski akibat ulah mereka sendiri!"
Jangan lah kita membuat junjungan kita Nabi Muhammad saw menangis akibat perbuatan bodoh, lalai, ngeyel, bandel, tidak disiplin kita itu sendiri. Ini penyakit sangat nyata, maka hindari lah!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H