Yang namanya tukang kombur alias tukang cerita itu tak harus menunggu tua. Banyak kondisi yang kita temui di lapangan mengenai Tukang Cerita ini. Ada yang kecilnya mudanya pendiam, tau2 tuanya rajin berceloteh. Ada yang mudanya suka rumpi, saat tuanya pendiam.
Tapi kebanyakan emang dari kecilnya tukang cerita. Orang yang suka bercerita alias ngobrol ini memang sedari kecilnya kelihatan. Luwes. Mudah bergaul. Ada saja yang ingin dibahas.
Dari rasa pengen tau ini muncullah percakapan, tanya ini itu, mendekati seseorang diajak ngobrol dan ada saja yang dibahas tanpa mikir apa yang dibahas. Nah yang gak mikir ini lah yang seringkali membahayakan. Lha kok? Iya.. Kalau anak2 sih tanya ini itu ngoceh ini itu masih bisa dimaklumi. Itu pun seringkali membuat orang dewasa esmosi. Aahh nanya mulu, celewet! Begitu kira2.
Tapi kalau itu keterusan, yang ada akan menimbulkan cek cok, perselisihan bahkan pertengkaran. Tak sedikit kasus pembunuhan yang terjadi setelah berkombur atawa ngobrol sambil ngopi di warung. Awalnya cekakak cekikik, tetiba tersinggung lalu bunuh2an.
Yaa begitu lah
Seringkali kita kelepasan ngomong, orang Medan bilang sor sendiri sampai gak mikirin lawan bicara tersinggung atau gak. Kita asik aja cerita panen sawit kita yang ribuan hektar sama tetangga yang baru saja PHK. Kita cerita bahagianya kita malam mingguan sama pacar ke teman yang perawan tua.
Kita ngomongin indahnya Sydney, Kualalumpur, Seoul, Tokyo sama teman yang tak pernah mudik boro2 punya paspor dsb dst. Kita sering kelepasan, out of control, rem blong, mulut ini nyerocos saja tanpa rem. Padahal seringkali kita lihat sholatnya rajin, sedekah kuat, silaturahmi erat, pendidikan tinggi, jabatan wokeh, karena memang Si Tukang Kombur ini tak ada urusan sama Agama, Pendidikan apalagi Jabatan. Dia adalah Habit, kebiasaan. Kebiasaan Tukang Cerita.
Mau seribu kali cerita itu2 saja pun dia tak peduli, mau orang bosen pun bodo amat, yang penting dia plong bercerita persis seperti Penyanyi yang punya lagu baru. Kemanapun dia ngamen, lagunya itu2 saja ya memang dia lagi punya lagu baru itu. Dia promosi, dia menghibur. Lha kalau tukang cerita, tidak ada panggungnya. Kalau lucu mending ikut stand up comedy hehe
Aku pun pernah kaget, emosi, heran campur aduk ngeliat sifat Tukang Kombur ini pada awalnya. Karena walaupun lahir besar di Medan, tapi setelah 20 tahun merantau di Jakarta, sudah amat langka nemui orang yang tukang bercerita ini, apalagi lingkungan ku seputar sekolah, kantor, bertetangga pun ketemunya weekend doang karena lelah bekerja pergi sebelum matahari terbit dan pulang sudah tenggelam.
Sabtu minggu waktunya untuk keluarga, istirahat, rekreasi, minim sekali untuk ngerumpi. Tau2 mendarat di Pakam, bekerja bersama orang lapangan, keras. Masih kuat di ingatanku saat pertama kali mengantor disana, berkenalan tanggal 2 Januari 2014, setelah sowanan dengan Pimpinan, lalu masuk ke ruang Tata Usaha, ternyata disini tempatnya semua orang hilir mudik, urusan kerjaan, administrasi, keluarga, curhat dsb haha..
Saat asik ngobrol sama kepala TU nya tau2 masuk lah seorang pegawai, bapak2. Kenalan tanya sana sini kenapa pindah ke Medan kan sudah enak di Jakarta dan sampai sekarang cerita ini, pertanyaan ini harus kujawab tiap kali ada orang yang bingung kenapa mau balik? sampai akhirnya masuk ke pertanyaan, anggota berapa? apa pula ini? anggota apa? istilah apa ini? terus terang banyak istilah Medan yang ga kupahami lagi.
Oh ternyata nanya Anak. Belum ada kujawab. Oh belum kawin? sudah. Baru ya? Iya, baru 7 tahun waktu itu. Orang rumah orang mana? Orang rumah? Oh istri itu disebut Orang rumah di medan ini. Lha kalau istrinya bekerja atau pisah rumah, disebut orang rumah juga ya? Lucu, geli sendiri aja haha jarang sekali disini bilang bini, istri, seringnya sebut orang rumah. Ya bgicu lah
Disini lah awal muncul kekesalanku sama Uwak yang SKSDSA ini, sok kenal sok dekat dan sok akrab. Dengan rem blongnya, dari mulutnya meluncur kata2, "Oh kalau kami terutama orang Batak, anak itu nomor satu, apalagi anak laki, kalau belum dapat anak laki rasanya belum lengkap hidup itu, kalau perlu cari lagi", dilanjut dengan Sok Taunya menanyakan berobat ke sini saja, sudah coba apa saja bla bla dst.
Hellooooo... emang lu itu sapa seehh?? Kok sok nyampuri kehidupan gue, lu tau apa sih, kok bisa2nya menghakimi hidup orang. blong itu mulut nyerocos tanpa rem.
Percakapan yang baru saja terjadi sekitar 2-3 menit bisa membuat suasana Memuakkan. Tapi sutralah, aku orang baru, baru saja menjejakkan kaki di kantor mereka.
Tapi itu lah kita. Bicara Tanpa Adab.
Ngomong tanpa mikir. Dia pun punya anak perempuan. Bagaimana kalau itu terjadi pada dirinya. Ditinggal menantunya hanya karena tidak dapat anak laki2 atau tidak punya anak. Bukankah terjadinya anak atas kemampuan suami dan istri. Kesehatannya. Kemampuannya membuahi dan dibuahi. Lebih jauh lagi tentunya Izin yang Maha Kuasa.
Tidak sedikit keajaiban yang kita lihat orang yang uzur di umur 60an melahirkan anak, seorang ibu melahirkan bayi kembar 12, bahkan Nabi Ibrahim alaihissalam baru mendapatkan anak di usia tidak muda dan diuji lagi oleh Allah swt dengan harus menyembelihnya. Untuk urusan jodoh, rejeki dan maut itu kuasa NYA. lu gak boleh ngomong sekate2 kata orang betawi. Mendahului NYA itu namanya.
Makin kesini makin paham lah aku dengan karakter orang2, terutama orang Medan ini. Asbun, asal bunyi, yang penting ngomong, lepas tanpa mikir. Kalau kepala ini hampir setiap hari jadi bahan olok2an, body shaming, botak, diketawai, diledekin ah sudah biasa. Semoga Allah mengampuni mereka. Bukankah yang menumbuhkan dan merontokkan rambutku seijin Tuhan.
Tidakkah mereka tau upaya orang2 yang berusaha menumbuhkan rambut, menguruskan badan, mencari jodoh, mencari penghasilan banyak, mendapatkan keturunan, meningkatkan hasil panen, mengurangi uban dan upaya2 lainnya. Lalu kenapa dibahas, kenapa dicemooh, kenapa ditertawakan.
Masih mending percakapan itu berupa solusi dengan bahasa yang tidak menyinggung perasaan, "eh dulu sodaraku kek kamu lho, tapi sekarang sudah turun berat badannya pakai ini, sudah pernah coba?" atau "aku dulu rambutnya rontok kek elu, tapi alhamdulillah sekarang numbuh, cobain deh" dan banyak cara lain tanpa menyakiti. Belum lagi orang sekarang baperan.
Apalagi karakter orang medan ini, mudah ngejek tapi begitu diejek balik, ngamuk hahaha You are not fair, kamu rusuh, bisanya ngejek, diejek balik eh marah. Ya kalau gak mau disakiti jangan lah nyakiti orang lain.
Jadi banyak hal yang bisa kita tarik dari cerita Ngobrol ini diantaranya:
- liat2 waktu kalo ngobrol bro sis, kalau perhatian lawan bicara, orang yang diajak bicara sudah gak fokus, gak nyaman, artinya dia sudah bosan alias tau waktu
- jangan asal curhat, meski itu sohibmu sekalipun, karena maksud hati curhat untuk melepaskan beban eeh yang ada jadi gosip kemana2, malu
- jangan pernah bercerita hal2 yang berkebalikan dengan lawan bicaramu, sudah tau lajang tua eeh cerita masalah istri, sudah tau pengangguran malah lu cerita dapat bonus
- pikirkan apa yang mau diucapkan
- lebih baik curhat diatas sajadah, ngobrol sama Tuhanmu karena gak bakalan bocor kemana2 dan pasti diberikan solusi terbaik
- JaMu adalah obat segala obat. Jaga Mulut dari makan sembarangan dan bicara sembarangan
- semoga 2020 omongan kita semakin terkendali
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H