Polemik yang berkembang akhir-akhir ini kita dengar bahwa iuran BPJS diusulkan naik sekitar 2x lipat. Berita yang sebelum-sebelumnya kita ikuti bahwa BPJS mengalami kerugian mencapai 16,5 triliun rupiah di tahun 2018. Untuk menutupi defisit ini, Menteri Keuangan mengusulkan untuk menaikkan iuran.Â
DPR sepertinya menyetujui kenaikan tersebut untuk kelas I dan II tapi tidak untuk kelas III. Kita lihat nanti bagaimana penyelesaian BPJS yang terus merugi tersebut. Kita selama ini taunya hanya mengeluh dan mengeluh saja tentang bagaimana buruknya pelayanan BPJS. Tidak dilayani, tidak dianggap, dianaktirikan oleh layanan kesehatan yaitu puskesmas dan rumah sakit.Â
Sebenarnya ini masalahnya, masyarakat tau gak sih, paham ga sih, ini masalah layanan kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit atau BPJSnya? BPJS itu kan asuransi jaminan kesehatan.Â
Artinya kita mengasuransikan diri kita (walaupun secara paksa) untuk mendapatkan layanan kesehatan. Sama persis seperti Asuransi Kesehatannya Swasta.Â
Bedanya ini dikelola oleh Pemerintah. Dan di beberapa tempat, iurannya Rp 0, alias gratis tis tis. Coba apa gak baik tuh pemerintah. Lalu dimana salahnya kalau Pemerintah tekor? Hanya untuk menyembuhkan rakyatnya, Pemerintah harus menjamin kesehatan rakyatnya.Â
Ini sudah menjadi tuntutan UUD 1945. Yang merupakan terjemahan dari sila kelima Pancasila, Keadilan Sosial Bagi Rakyat Indonesia. Adil dari sisi apa pun, termasuk pelayanan kesehatan. Lalu kok bisa tekor, defisit?
BPJS Demi Melayani Kesehatan Rakyat
Sering kita dengar betapa sedih bahkan terbilang sadis pelayanan rumah sakit yang ada BPJSnya kepada Pasien. Tidak mendapat kamar, bahkan tidur di bangsal. Begitu sekarat pun tidak dilayani, dokter tak kunjung datang, hingga ajal menjemput. Belum lagi judesnya perawat-perawat yang melayani pasien bahkan lebih parah dari pada merawat binatang peliharaan.Â
Aku sampai kesal mendengar cerita teman, bagaimana ibunya marah gara-gara diberi makanan dengan piring plastik, dibedakan dengan pasien non-BPJS. "Aku bukan anjing (maaf) ya! Kau tukar itu piringnya dengan piring kaca atau keramik", begitu temanku bilang bahwa mereka pasien asuransi swasta, langsung perawat dan rumah sakit tersebut minta-minta maaf.Â
So what gitu loh dengan BPJS? sampai membedakan piring makan pasien. Naudzubillahi min dzalik. Jadi sebenarnya siapakah yang jahat disini? BPJS kah atau rumah sakit beserta jajarannya?
Sejatinya BPJS itu adalah bagian dari Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJKN). Jaminan pemeliharaan kesehatan di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Dan setelah kemerdekaan, pada tahun 1949, setelah pengakuan kedaulatan oleh Pemerintah Belanda, upaya untuk menjamin kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, khususnya pegawai negeri sipil beserta keluarga, tetap dilanjutkan.Â
Seiring waktu, langkah menuju cakupan kesehatan semesta pun semakin nyata dengan resmi beroperasinya BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2014, sebagai transformasi dari PT Askes (Persero).Â
Hal ini berawal pada tahun 2004 saat pemerintah mengeluarkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan kemudian pada tahun 2011 pemerintah menetapkan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) serta menunjuk PT Askes (Persero) sebagai penyelenggara program jaminan sosial di bidang kesehatan, sehingga PT Askes (Persero) pun berubah menjadi BPJS Kesehatan.
Melalui Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, negara hadir di tengah kita untuk memastikan seluruh penduduk Indonesia terlindungi oleh jaminan kesehatan yang komprehensif, adil, dan merata.
Lalu mengapa defisit seperti pertanyaan di awal tadi. Sesungguhnya rakyat yang sakit itu semakin hari semakin meningkat. Yang sakit itu bergeser saat ini seiring meningkatnya taraf ekonomi masyarakat. Kalau dulu sakitnya TBC, Diare, Demam Berdarah, nah sekarang penyakitnya kelas berat dan mahal-mahal hehe ada diabetes, obesitas, asam urat, karena kebanyakan makan enak dan tidak menjaga pola hidup sehat.Â
Dengan adanya BPJS yang dulunya masyarakat miskin boleh dibilang tidak tersentuh layanan kesehatan, sekarang mereka bisa mendapatkan layanan tersebut. Antre? Jelas. Karena yang sakit semakin banyak, jumlah penduduk meningkat sedangkan tenaga medis dan layanan kesehatan terbatas.
BPJS itu Pilihan
Mungkin kenaikan iuran berikutnya ini adalah kenaikan kedua dari BPJS. Tentu memberatkan bagi sebagian orang. Berbagai upaya telah dilakukan BPJS untuk menutupi defisit tersebut. Dengan membuat syarat bahwa 1 keluarga harus terdaftar, baik sakit atau tidak, harus membayar ketika sakit kembali, karena masyarakat kita cukup nakal dengan berpikir kalau pas sakit saja bayarnya. Ya bagaimana gak jebol BPJS. Lalu adakah dari kita yang mengikuti berita, peduli akan pembobolan BPJS secara berjamaah.Â
Disinyalir puluhan Rumah Sakit di Medan melakukan penggelapan, penyelewengan dana BPJS. Yang terakhir adalah kasus Rumah Sakit di Lembang. Angka ini terus meningkat, mencapai miliaran rupiah bocor setiap tahunnya. Sementara kita, masyarakat, hanya bisa menghujat, layanan buruk, gaji Direksi dan pegawai BPJS besarnya gila-gilaan dan sebagainya.Â
Adakah kita yang peduli atau mengadukan ke lembaga yang berwenang, seperti Ombudsman, Polisi, BPK, KPK mengenai penyelewengan itu? Atau kita diam saja melihat korupsi merajalela, merugikan kita dan menyalahkan yang lainnya karena beritanya kalah dengan keburukan-keburukan BPJS?
Penyimpangan dana BPJS, menurut Asintel Kejati Sumut, Leo Simanjuntak diduga melibatkan puluhan rumah sakit swasta. Namun yang baru terbongkar baru satu rumah sakit yang beroperasi di Kota Medan.Â
Padahal rumah sakit di Medan diperkirakan ada puluhan unit. Jika satu rumah sakit saja merugikan keuangan miliaran rupiah dan berapa puluh miliar rupiah kebocoran uang negara. Penyimpangan klaim dana BPJS Kesehatan itu berupa klaim biaya menginap di rumah sakit, biaya obat, biaya perawatan dokter, pemeriksaan dan lainnya.
Nah sebelum kita marah-marah, ngumpat-ngumpat, mencaci maki BPJS, ada baiknya kita tau dulu duduk perkaranya. Dan kembali lagi ke diri, kalau keberatan dengan BPJS ya keluar, tidak usah dibayar, tidak usah marah-marah, nanti cepat tua haha. Gitu aja kok repot kata Gus Dur. Bahwa ada banyak sekali saudara-saudara kita se-Indonesia yang hidupnya tergantung dari layanan kesehatan dan mereka sangat terbantu oleh BPJS.Â
Tanpa BPJS mungkin mereka sudah pindah alam meskipun umur di tangan Allah. Tapi dengan adanya BPJS, mereka tertolong. Mereka bisa cuci darah, mereka bisa operasi, mendapatkan obat yang tidak murah, bahkan ini sudah dialami bukan saja kalangan miskin yang tidak punya apa-apa, tapi juga golongan artis, orang berduit sekali pun, kalau namanya sakit, pasti dipusingkan dengan biaya pengobatan. Disitu lah peran BPJS, disitu lah perlunya iuran kita, disana lah kita saling berbagi.Â
Mungkin hari ini kita bantu mereka, esok lusa boleh jadi kita yang dibantu oleh iuran BPJS orang lain itu. Kalau berharap semua dari Pemerintah, sementara pelaku kriminal dana BPJS beroperasi setiap hari, bagaimana BPJS tidak tekor? Kita ibarat berlayar dalam perahu di tengah ombak badai di tengah laut tetapi ada manusia-manusia jahat yang dengan sengaja membocori kapalnya sendiri hadeeuuhh..Â
Jangan lah kita juga menjadi Jahat kepada negara kita sendiri. Jadi lihat selalu liat sisi baiknya saja dari sebuah keadaan. Semoga ke depan negara ini semakin menuju Baldatun Toyyibatun Wa Rabbun Ghafur. Gemah Ripah Loh Jinawi. Negeri yang Aman, Damai, Sejahtera. Aamiin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H