Setelah dihitung maka pihak bank akan memberikan pinjaman sebesar 30% dari pendapatan Anda sebagai batas maksimal kemampuan Anda membayar cicilan bulanannya. Jika lebih dari itu maka dikhawatirkan Anda akan megap-megap manakala ada kebutuhan mendadak di bulan tersebut, apakah sakit, hajatan, beli tiket untuk membesuk orang tua dan keperluan mendadak lainnya. Semua sudah diperhitungkan perbankan. Demikian pula utang negara. Sudah diatur dalam Undang undang. Dan jika dilanggar maka Pemerintah akan berhadapan dengan DPR sebagai wakil rakyat karena telah ugal-ugalan dalam berutang. Lalu apakah utang tadi mampu dibayar oleh Negara? Jelas. Karena semua ada mekanismenya. Selama pendapatan negara meningkat dan tidak melewati batas utang negara maka nilai utang pun akan meningkat tetapi ratio utang terhadap Pendapatan Negara bisa saja menurun atau tetap dibawah yang telah ditentukan UU, misalnya 30%.
Kita sendiri pun sebagai orang yang memberi utang pasti akan melihat kondisi orang yang berutang. Mampu bayar gak. Mungkin kondisi utang-mengutang yang sering tidak bayar ini lah yang mengacaukan pikiran sebagian masyarakat kita dengan menyamakannya dengan Utang Negara. Karena biasanya ngemplang dan galakan dia ketika ditagih utangnya.
Tetapi jika utang yang diberikan itu kepada orang yang produktif, mampu mengembalikan dengan tepat waktu, pastilah pengutang mau kembali memberi utangan bahkan dengan jumlah yang lebih besar dan jangka waktu yang lebih lama. Karena utang yang diberikan memberi manfaat bagi yang berutang, usahanya maju, semakin besar. Itu lah yang terjadi di masa Pemerintahan sekarang, Pemerintah berusaha membuat utang produktif, bukan konsumtif, bukan untuk dibagi-bagi percuma ke masyarakat, tetapi dibuatkan proyek pelebaran jalan, tol, bandara, pelabuhan, pergudangan, sekolah, bendungan, sehingga menyerap tenaga kerja, menciptakan pertumbuhan ekonomi. Dan Nilai Tambah yang dihasilkan mampu membayar utang tadi.
Benar adanya kalau kita dengar ceramah Ustad bahwa jauhi riba, utang, lebih baik memberi dari menerima. Ya, itu berlakunya untuk pribadi, keluarga, rumah tangga, ekonomi mikro, jangan sampai terlilit utang. Ajaran itu menyuruh kita untuk giat berusaha, jangan duduk berpangku tangan, mengharapkan sedekah atau bantuan orang. Tapi itu tidak berlaku untuk negara, dalilnya berbeda bahwa Pemerintah bertanggung jawab menciptakan lapangan pekerjaan, menjamin kesejahteraan masyarakatnya. Jika tidak mampu membuat lapangan pekerjaan dengan Dana sendiri, maka Pemerintah bisa menggunakan utang untuk membuat proyek yang dapat menyerap tenaga kerja, sehingga ekonomi negara pun tumbuh berkembang.
Tidak ada satu negara di dunia ini yang tidak memiliki utang. Termasuk negara maju dan kaya sekali pun. Karena utang juga merupakan bentuk hubungan antar negara, seperti arisan emak-emak gitu lho, bahwa banyak juga ibu-ibu yang gak butuh arisan tapi karena alasan persaudaraan, jalinan silaturahim, ya terpaksa ikut. Demikian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H