Ada 2 hal yang sampai saat ini masih ramai diperbincangkan dan diperdebatkan oleh kaum intelek sampai kaum baru melek seperti tukang becak eh sudah sedikit ya, tukang ojol deh. Dan ini menggelitik saya bukan untuk menengahi, ngapain juga saya gak punya kapasitas kepakaran disana, bukan untuk membahas pro dan kontra juga, cuma sebatas memberi pandangan dari sisi lain sebagai tambahan wawasan untuk yang tidak setuju dan suka mempermasalahkannya.
Infrastruktur yang Dibenci
Tol, Bandara, Pelabuhan, Bendungan, selama kepemimpinan pertama Jokowi sebagai Presiden sangat banyak ditentang oleh masyarakat. Kok masyarakat? ya masyarakat. Yang mendukung kan banyak juga? Ya masyarakat juga. Tergantung medianya suka mengangkat berita kemajuan atau kritik menjatuhkan. Keduanya bagian dari masyarakat yang pro dan kontra. Yang menolak seringkali menghubungkannya dengan Utang Negara, cam ngerti ae haha.
Ada juga yang menghubungkannya setelah jadi dijual ke asing. Yang keduanya ujung-ujungnya judulnya selalu "Menggadaikan Negara". Nah, kalau orang yang membuka pikirannya untuk mencari tahu pasti lah ia membaca, menonton dan mendengarkan dari banyak sumber. Tapi kalau benci berkarat ya cuma dari yang pro saja sumbernya.
Dalam wawancaranya Presiden Jokowi menjelaskan bahwa ia harus putar otak dengan utang negara masa lalu, penerimaan pajak yang rendah dan pembangunan yang harus dijalankan. Sehingga ia meyakinkan investor, jelas itu Pengutang, yang Memberi Pinjaman bahwa utang yang dipinjam kali ini adalah untuk Pembangunan. Karena sebelum-sebelumnya utang yamg diterima itu lebih banyak pada belanja pegawai atau membayar gaji dan pembangunan yang tidak jelas arahnya. Lalu dibangun lah tol, bandara dsb itu. Tetap saja pakai duit utang. Sampai lahir cucu cicit kita nanti pun menanggung utang, kan begitu ya yang beredar di masyarakat hoaxnya eh beritanya hehe
Kita ilustrasikan saja dengan seseorang yang membangun atau membeli sebuah ruko untuk persiapan pensiunnya. Dia berutang dan mencicilnya ke bank. Ruko yang dibelinya ini disewakannya kepada katakanlah Alfamart atau Kantor Perusahaan. Dia menyewakannya selama 5 tahun dan setelah 2x penyewaan cicilannya lunas. Apakah Orang ini dan Alfamart sebagai penyewa, Rugi? Secara normal tidak ada yang dirugikan, Alfamart mendapatkan tempat usaha dan orang tersebut dapat melunasi rukonya. Apakah setelah usai kontrak ruko tersebut pindah tangan? Ya tentu tidak, lha wong nyewa kok, terbatas waktu pula.
Ilustrasi sederhana ini sama saja dengan pembangunan Infrastruktur tadi. Ketika bangunannya selesai, maka Pemerintah menawarkan siapa nih yang mau berusaha disini, inves disini. Jokowi menyebutkan menawarkan pada pihak BUMN terlebih dahulu, baru kalau tidak ada silahkan swasta dan opsi terakhir swasta asing. Nah perusahaan yang mengoperasikan infrastruktur tadi akan menikmati keuntungannya, sedangkan Pemerintah yang mendapatkan Dana Investasi tadi membangun lagi, jalan tol yang lain, bandara yang lain, pelabuhan dan lainnya termasuk membayar cicilan utang tadi. Dan setelah masa kontraknya usai, otomatis tol, bandara atau apa pun itu kembali lagi ke Pemerintah. Lalu dimana pindah kepemilikan asingnya? Hanya hamba hoax lah yang paham haha
Utang Rumah Tangga Beda dengan Negara
Ini sungguh-sungguh beda mas bro. Ah, sama aja, minjem, balikin plus bunga. Gak bisa bayar negara tergadaikan. Oh gitu ya hehe, baiklah. Jadi masbro mbaksis, utang ke rentenir, beda sama utang ke bank beda sama utang antar negara. Ya sama sih kalo ente bilang dapat duit balikin plus bunga dengan waktu tertentu. Dalam ekonomi itu, ada yang namanya ekonomi tertutup dan terbuka.
Kalau terbuka artinya kita ada interaksi dengan pihak luar, Negara asing. Bukan hanya barang, produk, komoditas kita saja yang bisa dijual ke luar negeri, kita pun harus siap menerima barang dari negara lain. Walaupun kita berutang, kita juga memberi bantuan, hibah ke negara yang membutuhkan, demikian pula sebaliknya Amerika Serikat dan Jepang yang utangnya segunung sering memberi hibah ke negara lain. Demikian lah kalau kita hidup bertetangga. Menjadi bagian Dunia.
Jadi jika yang dibayangkan itu kita minjem 100 ribu pagi sama rentenir lalu ngembaliin 150 ribu sore, ya gak gitu, atau minjem sejuta hari ini sebulan kemudian ngembaliin 1,5 juta ya beda banget. Berbeda juga dengan minjem di bank. Jika Anda pernah mengajukan kredit di bank, maka pihak bank akan meminta rincian pendapatan dan pengeluaran Anda dalam sebulan.
Setelah dihitung maka pihak bank akan memberikan pinjaman sebesar 30% dari pendapatan Anda sebagai batas maksimal kemampuan Anda membayar cicilan bulanannya. Jika lebih dari itu maka dikhawatirkan Anda akan megap-megap manakala ada kebutuhan mendadak di bulan tersebut, apakah sakit, hajatan, beli tiket untuk membesuk orang tua dan keperluan mendadak lainnya. Semua sudah diperhitungkan perbankan. Demikian pula utang negara. Sudah diatur dalam Undang undang. Dan jika dilanggar maka Pemerintah akan berhadapan dengan DPR sebagai wakil rakyat karena telah ugal-ugalan dalam berutang. Lalu apakah utang tadi mampu dibayar oleh Negara? Jelas. Karena semua ada mekanismenya. Selama pendapatan negara meningkat dan tidak melewati batas utang negara maka nilai utang pun akan meningkat tetapi ratio utang terhadap Pendapatan Negara bisa saja menurun atau tetap dibawah yang telah ditentukan UU, misalnya 30%.
Kita sendiri pun sebagai orang yang memberi utang pasti akan melihat kondisi orang yang berutang. Mampu bayar gak. Mungkin kondisi utang-mengutang yang sering tidak bayar ini lah yang mengacaukan pikiran sebagian masyarakat kita dengan menyamakannya dengan Utang Negara. Karena biasanya ngemplang dan galakan dia ketika ditagih utangnya.
Tetapi jika utang yang diberikan itu kepada orang yang produktif, mampu mengembalikan dengan tepat waktu, pastilah pengutang mau kembali memberi utangan bahkan dengan jumlah yang lebih besar dan jangka waktu yang lebih lama. Karena utang yang diberikan memberi manfaat bagi yang berutang, usahanya maju, semakin besar. Itu lah yang terjadi di masa Pemerintahan sekarang, Pemerintah berusaha membuat utang produktif, bukan konsumtif, bukan untuk dibagi-bagi percuma ke masyarakat, tetapi dibuatkan proyek pelebaran jalan, tol, bandara, pelabuhan, pergudangan, sekolah, bendungan, sehingga menyerap tenaga kerja, menciptakan pertumbuhan ekonomi. Dan Nilai Tambah yang dihasilkan mampu membayar utang tadi.
Benar adanya kalau kita dengar ceramah Ustad bahwa jauhi riba, utang, lebih baik memberi dari menerima. Ya, itu berlakunya untuk pribadi, keluarga, rumah tangga, ekonomi mikro, jangan sampai terlilit utang. Ajaran itu menyuruh kita untuk giat berusaha, jangan duduk berpangku tangan, mengharapkan sedekah atau bantuan orang. Tapi itu tidak berlaku untuk negara, dalilnya berbeda bahwa Pemerintah bertanggung jawab menciptakan lapangan pekerjaan, menjamin kesejahteraan masyarakatnya. Jika tidak mampu membuat lapangan pekerjaan dengan Dana sendiri, maka Pemerintah bisa menggunakan utang untuk membuat proyek yang dapat menyerap tenaga kerja, sehingga ekonomi negara pun tumbuh berkembang.
Tidak ada satu negara di dunia ini yang tidak memiliki utang. Termasuk negara maju dan kaya sekali pun. Karena utang juga merupakan bentuk hubungan antar negara, seperti arisan emak-emak gitu lho, bahwa banyak juga ibu-ibu yang gak butuh arisan tapi karena alasan persaudaraan, jalinan silaturahim, ya terpaksa ikut. Demikian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H