Mohon tunggu...
Dani Iskandar
Dani Iskandar Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu berbagi pengalaman dan menginspirasi http://menulismenulislah.blogspot.co.id

Menulis itu berbagi pengalaman dan menginspirasi http://menulismenulislah.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Momen Hijrah: Kenakalan 25 Tahun yang Lalu

21 September 2017   09:46 Diperbarui: 21 September 2017   10:13 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Masing-masing kita punya sejarah, kisah perjalanan hidup seperti perjalanan sebuah negara ataupun sebuah produk. Ada yang monoton dari awal hingga akhir kisah, ada yang mengalami perubahan dahsyat bahkan ada yang jumpalitan mengalami pasang surutnya kehidupan. Bagi orang yang melihat mungkin hanya bisa sedih, terpukau atau aaah biasa. Tapi bagi pribadi yang mengalaminya, mengarungi bahtera hidupnya masing-masing pastilah memiliki kesan tersendiri sampai tergerak untuk menuliskan kisahnya, menerbitkan bukunya bahkan membuatkan filmnya seperti banyak film biografi, otobiografi yang kita nikmati saat ini. Kisah Gandhi, Rudi Habibie, Soekarno dan sebagainya.

Di hari yang sangat bersejarah ini, Tahun Baru Hijriah, 1 Muharram 1439, ada hal menggelitik di benak ini yang tersimpan selama lebih kurang yaah 25 tahun tepatnya 27 tahun kisah ini tersimpan rapat dalam pribadi masing-masing orang yang pasti mengalaminya saat itu. Bertepatan dengan akan diadakannya Reuni Perak 25 Tahun Angkatan 1992 SMAN 1 Medan besok tanggal 22 September 2017, saya akan bercerita kejadian tepatnya 27 tahun silam. Yaah, sekedar berbagi kisah lapuk saja sih bagi yang senang dengan dongeng cerita-cerita gak penting hehe. Terkadang hal garing menjadi sangat penting, dicari-cari, ditunggu-tunggu karena kemasannya bombastis, seperti banyak tayangan tv, berita-berita di media menjadi sangat heboh karena kemasannya padahal hanya cerita ecek-ecek kata orang Medan.

Tulisan ini tak berharap menjadi hal bombastis di momen Tahun Baru Islam dan Reuni Perak itu. Ini hanya kisah gak penting yang saya alami yang mungkin hanya segelintir orang mengalaminya.

SMANSA

Masuk SMA Negeri 1 Medan atau SMANSA merupakan impian banyak orang dari dulu hingga sekarang, bukan hanya karena prestasinya tapi lebih pada borju, prestise dan lingkungan sosialita yang dimilikinya. Di banyak daerah, sekolah dan kampus favorit pastilah tempat berkumpulnya anak pejabat, pesohor dan anak-anak berprestasi lainnya, baik prestasi akademik maupun non akademik karena sekolah favorit dilengkapi dengan berbagai fasilitas, sarana dan prasarana pendukung yang membuat siswa berprestasi di bidang olah raga, kesenian dan kreativitas lainnya.

Lulus SMPN 3 Medan tahun 1989 harusnya jalur SMA saya adalah SMAN 5, 6, 9 sesuai rayon wilayah tempat tinggal. Tetapi atas saran teman Ayah yang melihat NEM (Nilai Ebtanas Murni) saya waktu itu tinggi, disarankan lah untuk pindah rayon agar bisa masuk SMANSA. Penipuan kecil pun dimulai, kebohongan pun dilakukan dengan meminjam alamat teman Ayah yang domisilinya masuk rayon SMANSA. Seperti orang yang menunggu panggilan kerja, tiap hari pun menunggu pengumuman nilai NEM tertinggi dan terendah SMANSA, sehingga ketika NEM kita tidak masuk kuota penerimaan siswa, segera lah dipindah pendaftaran siswa ini ke sekolah dengan NEM yang lebih rendah. Alhamdulillah, saya diterima.

Tidak seperti siswa beda rayon dan berasal dari daerah lainnya yang diletakkan di kelas buntut, kelas 9, 10, saya masuk ke kelas depan, I-2. Ternyata, hebatnya prestasi saya di SMP itu tidak ada apa-apanya di sekolah favorit dambaan semua orang itu. Saya pun terkejut badan, yang biasanya santai, main-main, ternyata disini habis satu bab pelajaran diadakan Kuis, kemudian tes ini itu sampai lah ujian tengah semester (UTS). Nilai kuis matematika saya pun 4. Ya, 4 saudara-saudara. 

Ternyata saya jago kandang, giliran diadu sama kumpulan pendekar se-Sumut nilainya cuma 4 haha. Akhirnya, mulai kelas 1 SMA saya sudah bimbingan belajar (bimbel), amazing, dimana orang lain setelah kelas 2 dan 3 baru bimbel. Saya bimbel cuma dekat rumah, bukan di tempat favorit di Kota Medan saat itu, Bima dan Medica, The Legend. Memang saya jago kandang, saya gak pernah bayar uang bimbel karena rangking kelas terus haha. Mulai lah nilai sekolah saya merangkak naik, yang tadinya 4 jadi 6 nilai kuisnya, jadi 8 UTSnya semester berikutnya jadi 9. Mulai lah saya terbiasa dengan jadwal yang padat, PR, dan tugas-tugas aneh lainnya.

Di kelas 1 ini lah saya bertemu teman pindahan dari Langsa, Aceh namanya Muhammad Ichwan. Kebetulan Iwan ini ngekos di dekat rumah saya. Ya, dia SMA sudah merantau, jauh dari orang tua. Iwan sangat supel, semua orang ditemaninya dari segala golongan. Baik laki-laki atau perempuan. Tipikalnya gampang bergaul. Hingga akhirnya dia menjadi teman saya.

Tipu-tipu Saat Sekolah

Yang namanya nyontek saat ujian, itu hanya masalah biasa dan gak penting banget, mungkin dari SD pun sudah melakukannya. Memang negeri ini masih mengutamakan Nilai Rapor, Ijazah daripada pemahaman materi. Hingga akhirnya sekolah itu ya Rapor, Kuliah itu ya Ijazah. Kalau perlu dibeli semua.

Maghrib itu, Iwan datang ke rumah, ibu saya sedang di teras. Saya sedang mempersiapkan ujian kenaikan kelas besok. Saya tipikal anak rumahan, jadi begitu dengar suara Iwan, duh mualesnya. Rasanya mau ngumpet atau menghilang saat itu. Iwan anak gaul, ibu saya saja betah ngobrol sama dia. Duh ni anak ngapain juga datang sekarang, besok kan mau UAS, kok dia ga belajar. Ibu saya memanggil saya, saya ga nyangka Iwan bakal datang, jadi gak kasi kode ke Ibu supaya bilang saya gak ada. Lagian gak mungkin juga saya keluar rumah kalau besok mau ujian.

Dengan berat hati saya keluar rumah. Iwan saya ajak masuk ke kamar dan dia ngapain coba? Iwan minta saya jawab soal yang dia berikan. Hadeeehh ya gak sekarang dong, UAS itu ya belajar yang sudah diajarin kok malah mau bahas soal. Kok gak dari kemarin-kemarin. Iwan memaksa, dia nungguin. Saat itu soal ujian agama yang kami bahas untuk ujian besok. Trus iwan pergi, alhamdulillah saya senang. Saya jawab itu soal. Jam 9 kurang dia datang lagi, sudah? apaan, jawab saya? mana jawabannya, dikit lagi, saya bilang. Dengan terpaksa saya selesaikan semuanya, Iwan pulang dan saya pun melanjutkan dengan belajar yang lain.

What a surprised? anjrit istilah sekarang.. Kok soal yang saya jawab semalam keluar semua? Gila ini. Tidak ada bedanya. Saya pun seperti memindahkan jawaban saja. Tapi ada jawaban yang saya salah-salahi agar tidak ketahuan kalau soal itu bocor.

Malam kedua Iwan datang lagi. Ibu saya nerima dia lagi. Iwan datang dengan membawa soal bahasa, besoknya Matematika sampai dengan Sejarah. Ya ampuuunn.

Ibu saya pun mulai curiga. Iwan ujian kok baru belajar bareng, kok tidak dari kemarin-kemarin. Setiap malam seperti itu. Pulang dari rumah saya, Iwan ternyata tidak pulang, dia pergi ke rumah teman dari kelas lain, dan menuliskan jawaban soal tersebut di kertas, waktu itu belum musim komputer dan printer. Kunci jawaban ini kemudian difotokopi perkecil dan disebarin ke jaringan mereka. Saya tidak kenal-kenal teman-teman Iwan.

Pernah saya tanya, ini darimana? Ada lah. Kok bisa? Bisa lah. Ternyata dari petugas stensil sekolah. Emang bukan Iwan namanya kalau gak bisa nembus-nembusin semuanya. Salut saya dengan dongan (teman) satu ini.

Beberapa soal utama pun seperti Fisika, Matematika itu bocor, tetapi melalui Guru Les Privat masing-masing siswa. Di SMANSA ada beberapa guru yang memberikan privat, selain jauh dari rumah saya, biayanya juga lumayan besar. Dengan bimbel gratis tadi saya mendapatkan banyak pelajaran, sementara kalau les saya keluar uang hanya untuk 1 pelajaran, sehingga saya tidak ikut les dengan guru sekolah. Ternyata dari Guru Les pun mereka mendapatkan soal UAS. Tetapi Iwan memberikan saya sampai soal Sejarah, PMP sekalipun, ajegile hehe

Sekolah Geger

Saya yang tidak tahu menahu ternyata sekolah geger dengan soal-soal yang bocor, banyak yang diinterogasi, banyak yang dikeluarkan dan banyak yang pindah sekolah. Termasuk Iwan yang kabarnya saat itu pindah ke SMA Gambir, Jakarta. Pertemanan saya sama Iwan sebatas disitu saja. Iwan pergi begitu saja, tidak pamit. Saya tahu dari teman lain kalau dia pindah ikut orang tua ke Jakarta, masuk sekolah negeri di daerah Gambir, Jakarta.

Pihak sekolah tahu kebocoran yang terjadi. Banyak yang dikeluarkan, tetapi saya sedikitpun tidak terusik dan tidak tertuduh.

Ketika naik ke kelas 2, saya masuk ke jurusan Fisika, kelas 2 Fisik 2. Sekolah baru dimulai usai liburan kenaikan kelas. Seminggu atau 2 minggu masuk sekolah, persisnya saya lupa. Setelah apel senin pagi, ada murid masuk ke kelas, setelah dia berlalu, Guru mengumumkan bahwa saya dan Fivi dipanggil Guru BP. wakwaaaaawwww...

Ada apa nih, pagi-pagi dipanggil guru BP, BP kepanjangannya apa ya haha, pokoknya polisinya sekolah deh, bimbingan gitu. Biasanya yang dipanggil yang bermasalah. Cilaka gue hehe Tapi kok sama Fivi ?

Fivi, siswa berprestasi. Namanya Fivianty Wijaya, saya pernah sebangku dengannya. Dia perenang dengan segudang prestasi. Disaat subuh saya masih berat bangun, dia sudah latihan di kolam. Dia perenang Danau Toba. Kakak-kakaknya keluarga perenang dan polo air. Ntah fivi masih inget saya pernah sebangku dengannya atau saya nya ngaku-ngaku kenal haha

Dalam perjalanan ke ruang BP, darah berdegup kencang, adrenalin memuncak, tangan keringetan. Ada apa ya, kok kita dipanggil ya vi? Gak tau ya. Kalau saya punya dosa bocorin jawaban soal UAS kemarin, lalu kenapa dipanggil bareng Fivi, aah kasusnya beda kali, Fivi kasus surga saya kasus neraka nih. Sialan nih Iwan, dia selamat, saya terjebak belakangan, berkecamuk haha

Sampai di ruang BP,  Bapaknya mempersilahkan masuk. Singkat cerita, saya memanggil kalian untuk ikut lomba Olimpiade Matematika, what the hell, owh owh owh.. Apa pak?? Iya kalian akan dikarantina, dipersiapkan selama 3 bulan untuk olimpiade tersebut. Jiaaahhh... ajegile tukang tipu diikutkan Oimpiade. Iya, karena nilai kalian sangat tinggi, prestasi sangat bagus 9 dan 10, hahaha

wan.. wan... terbayang wajahnya si Iwan..

Tahu diri karena prestasi itu ada bohongnya, saya pun mundur dengan alasan gak siap dan gak mampu. Bapak itu tetap membujuk, tapi saya menolak, 3 bulan karantina dengan rumus, mati aje gue hehe. Akhirnya Fivi saja yang ikut dan pengganti saya pun dicari.

Nakalnya saat SMA

Kisah ini mungkin hanya saya, iwan dan gengnya saja yang tahu. Bahkan, siapa orang yang menjawab semua bocoran soal UAS di kelas 1 tahun 1990 itu pun  tidak ada yang tahu kecuali Iwan. Teman-teman Iwan taunya dapat jawaban, digandain, diperbanyak, tapi siapa yang olah, mereka bodo amat hehe

Emang waktu SMA penuh dengan kisah unik dan menarik yang selalu menggelitik kenangan masa lalu kita. Kok bisa ya seperti itu. Kok saya pernah melakukan itu ya hehe

Cerita ini bukan untuk dicontoh apalagi buat generasi sekarang. Bagi saya masih mengandalkan pemahaman materi daripada selembar ijazah dan Nilai Ujian. Uang bisa membeli Jabatan dan Gelar Profesor tapi tidak untuk Ilmu yang sebenarnya. Ketika Ijazah dan kelulusan itu yang kita kejar, ini lah penyebab utama pemahaman tentang Agama, Moral dan Keilmuan kita sangat dangkal. Di luar negeri seorang yang berumur 20an tahun sudah menjadi Doktor di satu bidang ilmu, mereka fokus dan dalam keilmuannya, sementara kita semua dipelajari, semua diujikan tapi dangkal semua ilmunya, hanya tahu kulit-kulitnya saja, belum lagi kalau belajarnya sambil bolos, cari kisi-kisi, SKS sistem kebut semalam, cari bocoran, sudah lah, dijamin tidak ada yang melekat ilmunya itu hehe

Tapi begitu lah kita dan keturunan kita

Selamat Tahun Baru

1 Muharram 1439H

Selamat Reuni Perak

Angkatan 92 SMANSA

Sukses Selalu buat kita semua

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun