Wallahualam. Hukum ekonomi sering tak berlaku di zaman hedonis kapitalis saat ini. Mana ada itu jika Demand Permintaan tinggi Harga Naik dan sebaliknya. Yang ada adalah pinter-pinternya Anda nentuin harga. Lihatlah harga di Tokopedia, Lazada, Blibli, dsb. Pedagang yang baik, yang punya nurani, yang masih berpegang teguh ajaran agama tentulah hanya mengambil keuntungan 10-20%, pastilah karyawannya betah, gak gonta ganti, gajinya gak rendah. Di toko-toko online itu kita bisa bandingkan barang yang sama, dengan jenis dan kode yang sama, harganya bervariasi, ada yang ambil untung sangat besar ada yang biasa-biasa saja. Beruntunglah mereka yang berjualan yang memegang produk yang tidak dimiliki pedagang lain, sehingga berapa pun harga yang ditawarkan pasti terjual habis.
Beberapa hari yang lalu saya mendapati minuman C1000 di toko modern dekat rumah promo dengan harga satuan Rp 7.500 beli 2 gratis satu, rasa lemon atau jeruk. Berarti dengan harga Rp 15.000 kita mendapatkan 3 botol C1000, artinya per botol hanya Rp 5.000. Lalu apa yang terjadi kemarin ? Minuman itu dijual dengan harga Rp 9.000 tetapi dengan label baru Piala Eropa 2016. Ntah lah. Saya pun iseng pergi ke toko moderen lain tetangganya, biasa dua toko ini kan selalu berdampingan. Apa yang saya temukan ? Lebih aneh lagi, untuk yang Lemon harganya Rp 6.500 sedangkan yang Jeruk harganya didiskon dari Rp 7.500 menjadi Rp 4.000 dengan masa expired keduanya 2017.
Sepertinya teori penentuan harga untuk saat ini sudah tidak berlaku lagi. Semua suka-suka. Tabrak sana sini. Saya menemukan promo minyak goreng minggu lalu di sebuah pasar rabat harga coret Rp 21.000 dari harga Rp 32.000 untuk berat 2 liter. Hellooowww.. minyak goreng 32 ribu 2 liter, gile. Lebih terkejut lagi Anda jika masuk ke sebuah departmen store, sepatu yang mungkin hanya Anda pakai jalan sehari-hari dengan tidak merasa bersalahnya di display seharga Rp 1 jutaan dan di diskon 50% plus 20% jatuhnya 300-400 ribuan hohoho.. Toh jika mereka tidak promo harga sepatu ini normalnya 250-300 ribuan. Ok lah, saya bisa menerima keadaan ini karena penampilan pegawai Dept Store ini jauh lebih baik dari sebelumnya, pakaian dan dandanan SPG nya lebih baik. Semoga karyawannya pun lebih sejahtera dari permainan harga yang mereka tawarkan. Bukan hanya pemiliknya yang sejahtera
Adapun jika ada toko yang menawarkan membayar selisih harga jika ada toko yang menjual lebih rendah, prosesnya ehm lumayan ribet. Anda harus beli barang yang sama di toko lain dan membawa struk dari toko tersebut dan membawa struk dan barang dari toko yang promo tersebut. Ah, sudah lah telan saja, tetapi jika Anda perlu bukti, coba lah iseng-iseng buat pengalaman Anda untuk menulis seperti ini, benar tidak mereka ganti, lama tidak prosesnya.
Ada lagi jenis promo setengah hati. Mengapa saya sebut setengah hati, karena saya tidak tahu ini permainan orang dalam, atau oknum atau memang mereka setengah hati menjalankan promo yang mereka keluarkan sendiri.Â
Beberapa kali saya sering kecewa dengan promo produk murah yang ditawarkan sebuah toko modern. Jika ada harga produk yang dijual lebih murah lebih dari 30% harga pasar, pasti Anda akan kesulitan mendapatkan barangnya. Suatu ketika sebuah pasar rabat menjual floridina seharga Rp 2.200 sedangkan di warung harganya Rp 3.000, begitu saya mau beli 1 pack isi 6, saya ditegur dan dilarang membeli banyak-banyak, padahal disitu tidak ada ketentuannya dan barang yang didisplay masih banyak. Kemudian ada lagi kejadian promo televisi 22 inch seharga  hanya 1,5 juta waktu itu dengan harga normal 2,2 juta. Seringkali pada saat konsumen datang untuk membeli barang itu habis, hanya yang ada di display dan itu pun tidak dijual. Ternyata para karyawannya setelah aplusan kerja, pulangnya banyak yang beli, sehingga konsumen lain tidak kebagian.
Suatu ketika saya menemukan seorang pembeli pampers di kota Medan turun dari bentor. Pembeli ini keluar dari toko modern hanya membawa beberapa buah pampers yang ternyata sedang promo ditoko tersebut. Dia mengatakan ke tukang becak tersebut, untuk kembali ke rumahnya karena sudah sore. Dia menanyakan kepada tukang becak tersebut apakah mau dicarter esok hari untuk keliling toko modern yang belum dikunjunginya untuk melanjutkan pembelian pampers promo tersebut. Saya tertawa geli, pembeli cerdas bin gigih. Tetapi kenapa tidak diteleponnya saja toko modern itu untuk mengantarkan produk yang diinginkannya, bukankah toko-toko modern ini sering memasok barang ke warung-warung kecil. Apakah di kota itu tidak berlaku ? Apakah untuk barang promo ini mereka tidak memberlakukan hal tersebut ? Ntah lah.
Sampai saat ini saya berkesimpulan. Tidak ada toko murah, yang ada harga promo murah. Murah barang yang satu saat ini ditutupi dengan mahalnya harga barang lain di saat ini juga. Lewat masa promo, keadaan pun berubah, harga barang lain diturunkan dan harga barang yang tadinya promo dinaikkan. Itu pun harus dibandingkan dengan warung dan kedai tradisional yang tanpa promo-promoan, apa adanya.Â
Bagaimana pasar tradisional dan warung sederhana mau bersaing dengan toko modern. Pulang kerja malam hari, pengen masak ikan, di toko moderen ikannya masih berenang-renang, sayur dan buahnya masih segar. Di pasar tradisional jam 10 pagi, sudah busuk, ikan tinggal yang sisa-sisa. Terpulang lagi kepada kita sendiri sebagai konsumen, menjadi konsumen cerdas seperti pemburu pampers yang hunting keliling toko yang sedang promo itu atau membiarkan tertipu harga yang suka-suka dipasang si pemilik toko. Regulasi ? Ah, jangan harap ada regulasi untuk yang beginian. Negara kita sudah sangat bebas sebebas-bebasnya, sehingga kita lah yang dituntut untuk pintar memilih, memilah barang dan toko, dan mengatur pengeluaran kita. Murah disini belanja kesini, murah disana belanja kesana.Â
Berbahagialah pemilik toko moderen.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H