Mohon tunggu...
Pohon Kata
Pohon Kata Mohon Tunggu... Freelancer - Going where the wind blows

Ketika kau terjatuh segeralah berdiri, tak ada waktu untuk menangis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Warung Mbok Sum, Segelas Kopi dan Harapan tentang Desa Impian

19 Februari 2020   20:15 Diperbarui: 19 Februari 2020   20:23 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Alunan irama Adzan Isya' nan merdu di surau desa kami, menggema menerobos celah-celah hati dan malam dingin yang tenang. Sebuah desa di hamparan bumi Ibu Pertiwi di tlatah Kediri.

" Pak, ayo berangkat ", sela istri saya memecah keheningan rumah sederhana kami.

" Ayo buk, monggo...anak-anak diajak sekalian ". Kamipun bergegas menghampiri Tikta, Sulthan dan Bintang, ketiga anak kami.

Beranjak dari rumah menuju surau kecil di desa kami, hujan rintik menembus pori-pori kami terasa segar sesegar suasana desa kecil kami.

Tibalah kami di surau, sapa dan senyum terurai disana bersama tetangga yang juga merupakan saudara-saudara kami. Indah nian persaudaraan itu, tanpa topeng dan senyum penghiantan seperti di drama-drama Korea seperti yang di tonton istri saya.Semuanya tulus...

Kamipun menunaikan kewajiban malam itu, bersama memasrahkan diri ke Pencipta kami, Tuhan yang telah memberikan nikmat yang tiada tara, Tuhan yang masih memberikan kesempatan kepada kami untuk menghirup udara pagi, melihat indahnya sang mentari dan masih memberikan kesempatan untuk menebar kebaikan disegala kekurangan yang ada yang kami miliki.

Selepas jama'ah, seperti biasa kami menyempatkan waktu bercengkrama di teras surau. 

" Mas, ayo kita marung ke mbok sum, ada hal yang perlu kita diskusikan dengan mas didiek ", kang Paijo mengawali.

" Weleh-weleh, diskusi tentang apa kang? Saya tidak mumpuni kalau sampean ajak diskusi...ilmu saya cetek (dangkal)", saya menggaruk kepala sambil menjawab ajakan kang Paijo.

" Nggak mas, meskipun ilmu kita cetek (dangkal) kita masih punya hak lo mas membahas sesuatu ", kang Paijo menjawab dengan semangat.

" Baiklah kang, mari kita ke warung Mbok Sum, lagian sudah lama saya nggak sowan ke beliau ", timpal saya menanggapi Kang Paijo.

Beranjak dari tempat duduk, saya menghampiri istri yang juga mengobrol dengan Yu Paini..." Buk saya tak mampir ke warunge Mbok Sum yo, sampean bersama anak-anak pulang dulu ", bisik saya ke telinga istri.

" Iyo Pak ne, tapi ojo malam-malam yo pulangnya ", jawab istri saya.

" Siyap buk ne !", sayapun menjawab dengan mantab.

Malam itu...Kang Paijo, Kang Pairin, Mas Bagus dan saya berjalan beriringan menuju warung Mbok Sum. 

" Assalamualaikum mbok sum ", sapa kami saat memasuki warung kecil dengan tampilan sederhana di ujung desa kami.

" Waalaikumsalam mas, kang", jawab mbok sum dengan datar tapi senyum selalu tersungging dari sudut wajah beliau.

" Pripun kabare? sehat nggih ", tanya saya lagi.

" Alhamdulillah mas, masih diparingi umur panjang kalian Gusti Ingkang Kagungan Gesang ", lagi lagi mbok Sum menjawab.

" Pesen kopi kirlik nggih sekawan, kagem kulo, kang Paijo, kang Pairin kalian mas Bagus ", saya mulai memesan kopi.

" Nggih mas " jawab mbok Sum dengan sabarnya.

Kang Paijo memulai pembicaraan, " Mas, bagaimana usaha sampean?"

" Usaha yang mana kang? budidaya ikan? Alhamdulillah baik-baik saja mas kita harus tetap optimis berusaha", saya menjawab.

" Alhamdulillah saya ikut senang", timpa kang Paijo.

" Kalau panjenengan gimana kang, lancar bertaninya?", ganti saya bertanya ke kang Paijo.

" Walaupun banyak kendala...seperti kata sampean tadi, kita harus optimis mas didiek!", jawab kang Paijo.

" Seperti saya bilang tadi mas, saya ingin berdiskusi dengan sampean tentang desa kita", ujar Kang Paijo lagi.

" Maksudnya bagaimana kang?", saya menimpali.

" Mas, saya ..kang Pairin dan mas Bagus punya keinginan desa kita lebih maju. Kan sekarang desa menjadi perhatian utama oleh Pemerintah. Anggaran, bantuan, program dan lain sebagainya terus digelontorkan untuk kemajuan Desa. Bukan hanya desa, tapi juga masyarakat yang mendiaminya" ujar kang Paijo.

" Wiiih...pemikiran sampean sangat visioner dan bijaksana kang, sampean masih memikirkan kemajuan desa kita meskipun sudah ada yang memikirkannya. Mungkin tidak hanya kita berempat yang ingin dan memimpikan desa kita maju tapi semua yang ada didesa kita, warga masyarakat juga punya keinginan yang sama. Mari kita bedah kang, menurut definisinya desa adalah suatu kesatuan masyarakat  yang memiliki kewenangan  untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerrintahan Nasional dan berada di daerah Kabupaten" ujar saya.

" Iya mas, saya faham itu, Saya punya impian desa kita punya wisata, masyarakat diberdayakan sehingga perekonomian meningkat, para pemudanya ikut merasakan memiliki desanya dengan diberdayakan Karang Taruna ataupun kegiatan lainnya, kemudian desa kita menjadi desa yang nyaman dan aman bagi berkembangnya anak-anak kita tanpa takut terpengaruh narkoba dan banyak lagi impian yang ada di otak saya mas didiek" berujar lagi Kang Paijo dengan penuh semangat.

" Memang pemikiran sampean sama dengan impian saya kang, ketika sebuah desa dengan masyarakat yang merasa memiliki desanya tersebut, berupaya dengan kemampuan baik dalam bentuk ide, inovasi maupun tenaga niscaya mimpi semua orang terwujud", sahutku.

" Mas monggo kopinya ", kata mbok sum sambil menaruh kopi di meja tepat di depan kami." Nggih mbok matursuwun, eh mbok? Panjenenan kagungan impian menopo mboten tentang majunya desa kita ", dengan iseng sayapun bertanya.

" Yo jelas ada to mas, kalau saya punya impian desa kita damai, semua masyarakat merasakan hidup mapan, bahagia lahir dan batin. Biar anak cucu kita merasakan kesejahteraan lahir dan bathin", jawab mbok sum dengan spontan.

" Wah...panjenengan juga punya impian juga nggih mbah", sela Kang Pairin yang dari tadi diam sambil menghisap sebatang rokok di jemarinya.

" Yo mesti to kang, setiap manusia yang hidup pasti punya impian", potong mas Bagus sambil terkekeh dengan memainkan Hp yang dari tadi ditangannya.

Mas Bagus adalah seorang Sarjana Ekonomi salah satu perguruan tinggi, tetapi dia bukan orang kantoran. Hidupnya dia dedikasikan untuk bertani...mengembangkan bakatnya berbisnis. Ketika orang bertanya, kenapa tidak jadi pegawai atau orang kantoran...dia selalu konsisten dengan jawabannya, " Semua profesi sama saja, dengan dilandasi ibadah pasti membuahkan hasil dan Barokah lagian kalau saya jadi orang kantoran saya akan selamanya disuruh suruh...kalau saya seperti ini , tidak ada yang menyuruh, bisa berfikir dan mengembangkan kemampuan tanpa terbelenggu aturan yang ada".

" Kalau saya pribadi mas didiek menanggapi obrolan sampean dengan kang Paijo tadi, sebagai pemuda saya juga punya impian", kata mas Bagus melanjutkan pembicaraannya.

" Apa mas harapan dan impian dari desa kita?", tanyaku dengan penasaran.

" Saya punya pendapat, yang paling fundamental adalah pembinaan ke anak-anak kita, anak-anak usia sekolah kita kasih bekal tentang segala hal...karena mereka nanti adalah calon pemimpin negri ini. Kita tahu memang banyak sekali bekal yang dikasihkan kepada mereka tapi sebagai warga kita tidak boleh berpangku tangan saja hanya melihat tanpa berkonstribusi terhadap perkembangan mereka. Kepribadian dan karakter mereka sebetulnya harus kita bentuk sedikit demi sedikit, sehingga mampu bersaing di masa depan nantinya. Tidak menutup kemungkinan lo mas, kang...pemimpin negri ini berasal dari desa kita. Pemimpin bukan hanya Presiden, Pemimpin bisa berupa posisi yang menentukan kemajuan bangsa ini", mas Bagus memberikan opini yang tidak kami duga sama sekali.

" Oh...seperti  itu yo mas?", kang Pairin menyela.

" Iya kang, banyak hal  yang perlu kita asah pada mereka generasi muda itu...khususnya di desa kita. Pembangunan itu bukan hanya sekedar membangun barang atau apapun, pembangunan bisa berupa pembentukan karakter yang bersifat dasar dan berkesinambungan. Ketika sebuah bangunan ada masa pakainya, ada saatnya untuk rusak dan usang maka lain halnya dengan yang saya sampaikan tadi ang, mas...yaitu tentang sebuah "karakter" yang tak akan lekang sampai kapanpun. Dari mereka yang nantinya sudah terbentuk karakter kejuangan, kepemimpinan, keuletan dan lain sebagainya tentunya dengan dasar Agama...saya yakin kang, mas...masyarakat akan maju. Mereka bisa menjadi "butterfly effect" yang mana peran mereka walaupun kecil nantinya akan membentuk perubahan kearah lebih baik lagi dan akan menular dan ditularkan lagi ke penerusnya lagi", pungkas Mas Bagus.

Kami tercengang dengan ucapan mas Bagus, " Kadang saya berfikiran mas... Tuhan menciptakan dan menempatkan kita disuatu tempat, tak lain untuk berbuat baik kepada sesama dan membawa perubahan yang lebih baik lagi. Itu yang saya yakini", kata Mas Bagus.

"Trus apa yang harus kita lakukan sebagai masyarakat mas Bagus?", tanya saya dengan semangat.

" Saya akan menyarankan...kita hidupkan lagi Karang Taruna di desa kita, kita cari pemuda - pemuda yang rela berkorban demi kemajuan desanya. Ini bukan hanya tentang "nominal" tapi kerelaan untuk berbagi asah , asih dan asuh kepada masyarakat kita. Kalaupun nantinya ada hasil nominal dari kegiatan Karang Taruna tersebut itu merupakan "bonus" dari ibadah yang kita lakukan. Kita bentuk per bidang mulai dari Pendidikan, olahraga dan lain-lainnya. Kalau ini sudah terbentuk, selain membantu pemerintahan desa juga memberdayakan pemuda di desa kita demi kemajuan masyarakat...tentunya dengan cara pandang yang sama dan tak ada saling mencurigai", kata Mas Bagus

" Woow...mas bagus, analisa sampean di luar dugaan saya", pungkasku

" Mari kopinya diminum dulu, nanti keburu dingin", begitu ajakan Kang Pairin kepada kami.

Kamipun menyeruput kopi cangkir cilik (kirlik) yang ada di meja sembari menghisap rokok. Tak terasa di luar sana makin larut, tiba-tiba hp yang saya bawa berdering. Ternyata istri memberitahu kalau ada tamu dirumah.

" Kang Paijo, Kang Pairin mas Bagus saya pamit dulu yo....ada tamu dirumah. Lain waktu disambung lagi semoga bahasan kita malam ini bisa terwujud, menyiapkan calon pemimpin dari desa kita dan semoga desa kita semakin maju. Mbok sum kopinya saya tinggal nggih...yang bayar kang Paijo he..he..he..", ujarku sembari keluar dari warung. Kang Paijo, Kang Pairin, mas Bagus dan mbok sum tertawa berbarengn

" Nggih mas, hati - hati dijalan salam buat mbakyu", pungkas mas Bagus sambil tersenyum.

Dengan langkah santai akupun berjalan menuju rumah, teringat pembahasan kami di warung Mbok Sum...anak-anak, pemuda, siapa yang memeperhatikan mereka selain gurunya...harus kita, kita bina mereka tentang pembentukan karakter, tentang kepemimpinan tentang keuletan dan kemauan untuk selalu belajar dan mengembangkan diri. Karena kami akan beranjak senja, mereka yang punya masa depan desa kami. Kami hanya mengantar dan mendedikasikan kemampuan untuk membekali mereka. Semoga harapan dan impian kami sebagai warga desa kami terwujud...Aamiin.

                                                                                                                                                         "Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya

                                                                                                                                                                                      Beri aku 10 Pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia"

                                                                                                                                                                                                                                                                                 (Soekarno)

                                                                                                                                                                                                                                                                                              (dn)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun