Mohon tunggu...
Dirga N
Dirga N Mohon Tunggu... Wiraswasta - Traveller, Bali, Indonesia

Hobby jalan jalan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pura Batu Belah Tempat Batu Lamben yang Jadi Pemantik Perang Tulamben

31 Oktober 2021   11:29 Diperbarui: 31 Oktober 2021   11:38 1715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pura Batu Belah yang pada halamannya terdapat Batu Lamben terletak di tepi pantai Desa Tulamben. Tak perlu disangsikan lagi, Tulamben terkenal dengan pesona bawah lautnya, dimana terdapat rongsokan kapal kargo USAT Liberty yang karam pada perang dunia kedua setelah ditorpedo Jepang. Bangkai kapal inilah yang menjadi daya tarik wisatawan asing maupun domestik yang menyukai wisata bawah laut dengan menyelam atau diving.

Kembali ke Batu Lamben yang pada Zaman Ki Pasek Tulamben dijadikan bahan taruhan oleh penduduk tulamben dalam judi sabung ayam dengan pelaut Bugis yang disebut Wong Perahu. Batu Lamben inilah dimana di dalamnya terdapat cili emas (Cili kumalasa) yang jadi pemantik " Perang Tulamben ". 

Pura Batu Belah (Dokpri)
Pura Batu Belah (Dokpri)

Kisah berawal sekitar tahun 1667 sebuah rombongan perahu mendarat di tepi pantai Desa Tulamben. Mereka adalah pelaut-pelaut bugis yang melakukan perdagangan ( simbol perahu ada di penataran Pura Puseh Banjar Adat Merita ). Setelah beberapa lama melakukan aktivitas perdagangan di Desa Tulamben mereka tertarik untuk membeli sebuah Batu Lamben ( Cili Kumalasa ) yang ada di Pura Melanting di tepi pantai Desa Tulamben. Dimana Batu Lamben ini adalah batu yang sangat dikeramatkan, disakralkan dan disucikan oleh penduduk Desa Tulamben.

Batu tersebut adalah batu mulia yang didalamnya terdapat prasasti Cili Emas dengan gambar guratan dewa-dewi.

Segala upaya dilakukan oleh pelaut-pelaut bugis ini untuk bisa membeli Batu lamben ini, akan tetapi semua upaya yang dilakukan pelaut-pelaut bugis ini sia-sia karena penduduk Desa Tulamben tidak mau menjual batu tersebut. Hingga pada suatu hari pemimpin Desa Tulamben mengadakan pergelaran sabung ayam atau tajen. Dimana sabung ayam ini mengundang pimpinan atau tokoh-tokoh masyarakat disekitar Desa Tulamben. Karena keinginan pelaut-pelaut bugis untuk mendapatkan Batu Lamben ini dan dengan diadakannya perhelatan sabung ayam atau tajen mereka berniat mengajak penduduk Desa Tulamben untuk menjadikan batu tersebut menjadi taruhan.

Kemudian pelaut-pelaut bugis ini yang disebut oleh penduduk tulamben dengan sebutan " Wong Perahu " mendatangi pemimpin Desa Tulamben. Saat itu Desa Tulamben di pimpin oleh Ki Jati Wiyasa, beliau lebih dikenal sebagai Ki Pasek Tulamben. Ki Jati Wiyasa merupakan anak dari  Ki Tirta Wijaya Kusuma yang merupakan keturunan dari Kyayi Agung Pasek Padang Subadra.

Akhirnya terjadilah pertemuan antara pimpinan Desa Tulamben dengan Wong Perahu. Wong perahu mengutarakan niat mereka untuk mengajak pemimpin Desa Tulamben untuk bertaruh di perhelatan sabung ayam tersebut.

Wong perahu menawarkan taruhan seluruh isi perahu mereka yang penuh dengan emas murni. Karena tergiur dengan isi perahu, pimpinan Desa Tulamben menyetujui taruhan tersebut. Mereka lupa bahwa mereka telah melakukan kesalahan besar dengan menjadikan sesuatu yang disakralkan sebagai bahan taruhan judi. Mereka lupa bahwa hal tersebut bisa mendatangkan bencana besar buat desa mereka. Akhirnya kesepakatan dicapai dimana wong perahu mempertaruhkan seluruh isi perahu sedangkan orang-orang tulamben mempertaruhkan Batu Lamben ( Cili Kumalasa ).

Kemudian wong perahu minta membeli ayam petarung kepada penduduk tulamben, adapun ayam yang diminta harus ayam berbulu putih mulus dengan sehelai bulu ekornya berwarna hitam. Namun, tak satupun penduduk tulamben memiliki ayam dengan ciri tersebut. Tetapi penduduk desa tulamben tidak kekurangan akal, oleh mereka seekor ayam putih mulus dicabuti satu bulu ekornya kemudian diganti dengan bulu ekor warna hitam. Ayam tersebut kemudian dijual kepada wong perahu dan untuk memastikan ayam tersebut tidak bisa bertarung dengan sempurna maka digantungkan seikat uang kepeng pada leher ayam tersebut sebelum dijual kepada wong perahu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun