Masyarakat Baduy di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten masih mempertahankan tradisi leluhur hingga saat ini. Mereka menerapkan berbagaii aturan adat (pamali). Penduduk masyarakat suku baduy menjauhkan diri dari kenyamanan dunia modern. Seperti listrik, mobil, dan televisi. Suku baduy juga terkenal karena berjalan ratusan kilometer tanpa alas kaki. Baduy sangat memegang erat adat istiadatnya di zaman modern ini. Penerapan aturan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab warga setempat, tetapi juga menjadi bagian penting dalam pengalaman wisatawan yang ingin menikmati keindahan dan kedalaman budaya Suku Baduy Dalam. Para pengunjung diharapkan untuk menghormati tradisi lokal dengan memahami bahwa setiap ritual dan tempat memiliki makna tersendiri. Oleh karena itu, penting bagi mereka untuk mengikuti pedoman yang ada, termasuk larangan mengambil gambar sembarangan di kabuyutan Baduy Dalam.Â
Hal ini bukan hanya tentang menghormati adat, tetapi juga tentang menciptakan pengalaman yang lebih autentik dan menghargai nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh komunitas ini. Dengan sikap saling menghormati, wisatawan tidak hanya dapat menikmati keindahan alam dan budaya, tetapi juga berkontribusi pada pelestarian tradisi yang telah ada selama berabad-abad.
Mengutip YouTube Rama Komaruzaman, Kamis (3/8) terdapat berbagai peraturan adat di kalangan warga Baduy Dalam yang telah disepakati sebagai aturan sosial. Salah satu yang menjadi perhatian utama adalah pengunjung tidak diperbolehkan merekam pemandangan maupun aktivitas dari warga di sana. "Jadi memang di Baduy (Dalam) ini menggunakan hukum adat, jadi mungkin tidak bisa modern seperti di luar," kata salah satu warga Baduy Luar, Udin.
Ada beberapa kali peristiwa wisatawan bandel yang nekat disana, mereka sembunyi sembunyi membawa ponsel masuk dan merekam serta menambil beberapa foto dan video dari suasana Baduy dalam. Namun, menurut sumber dari TikTok username Tempatmain, ponsel mereka berujung rusak dan hasil foto atau video yang mereka dapat menjadi blur semua. Mungkin ini  terdenar tidak masuk akal, tetapi inilah nyatanya.
Konservasi Budaya
Suku Baduy memang memiliki komitmen kuat untuk menjaga tradisi dan budaya mereka. Mereka percaya bahwa teknologi modern dapat membawa perubahan yang berpotensi merusak nilai-nilai dan praktik yang telah diwariskan. Selain barang elektronik, semua bentuk teknologi lainnya juga dilarang masuk ke wilayah Baduy Dalam. Kebijakan ini menunjukkan perbedaan yang mencolok dengan masyarakat Baduy Luar, yang lebih terbuka dan dapat memanfaatkan teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun begitu, masyarakat Baduy Luar tetap menerapkan batasan terhadap penggunaan teknologi agar tidak terjebak dalam ketergantungan, sambil terus menghormati dan mematuhi ajaran leluhur mereka. Hal ini mencerminkan keseimbangan antara keterbukaan terhadap perkembangan zaman dan upaya untuk menjaga nilai-nilai tradisional yang telah menjadi dasar kehidupan mereka.
Setiap pengunjung yang mencoba membawa perangkat teknologi, seperti ponsel atau gadget lainnya, akan diminta untuk menyerahkan barang-barang tersebut di pos penjaga sebelum memasuki wilayah. Menurut kepercayaan masyarakat Baduy, saat benda-benda tersebut disentuh oleh penjaga, orang yang membawa akan kehilangan ketertarikan terhadap barang-barang itu. Hal ini mencerminkan upaya Suku Baduy untuk menjaga nilai-nilai tradisional dan kesederhanaan hidup, serta melindungi diri dari pengaruh teknologi modern yang dianggap dapat mengganggu keharmonisan budaya mereka. Kebijakan ini menjadi simbol keteguhan Suku Baduy dalam mempertahankan warisan dan cara hidup yang telah ada selama berabad-abad.
Suku Baduy meyakini bahwa kemalangan akan menimpa seluruh desa jika mereka mengadopsi teknologi modern dan menyimpang dari gaya hidup tradisional yang telah dijalani selama ratusan tahun. Kepercayaan ini mendorong mereka untuk tetap berpegang pada prinsip-prinsip yang telah diwariskan oleh leluhur.
Sebagai bagian dari komitmen tersebut, selama beberapa generasi, warga Suku Baduy memilih untuk tinggal di rumah sederhana yang terbuat dari kayu dan bambu, yang sesuai dengan lingkungan alam sekitar. Mereka menjalani kehidupan yang minimalis, jauh dari kemewahan modern, dan mengenakan pakaian serba hitam atau putih yang ditenun sendiri dari bahan alami. Pilihan ini bukan hanya mencerminkan kesederhanaan, tetapi juga menunjukkan penghormatan mereka terhadap tradisi dan kearifan lokal yang telah membentuk identitas komunitas mereka. Dengan cara hidup ini, Suku Baduy berusaha menjaga keharmonisan dengan alam dan menghindari pengaruh negatif dari perkembangan zaman.
Pamali yang berlaku di Baduy seharusnya tidak diabaikan oleh masyarakat, sebagai bentuk upaya untuk melestarikan kebudayaan lokal. Meskipun warga Baduy dikenal ramah terhadap pengunjung dari luar, penting bagi wisatawan untuk menghormati adat istiadat yang telah dipertahankan selama ini.
Prinsip Adat Baduy Dalam
Menurut riwayat Baduy, kalua memang manusianya tidak bisa diatur, tidak bisa diperingatkan, tidak bisa dikasih wangsit oleh leluhur akirnya nanti alam tidak bisa ditawar lagi. Ketika ula suda berlebihan disitulah tinggal nasib generasi ini dengan pasrah. Alam kalua sudah bergerak tidak tahu orang mau kaya apa orang miskin, tidak tahu pejabat dihancurkan semuanya. Disitulah wara Baduy dalam akan merasa sedih.
Masyarakat Baduy percaya bahwa sesuatu yang berlebihan pasti akan berujung merusak, karena menurut pesan para leluhur mereka akar dari segala kehancuran yang ada di bumi ini terjadi karena manusia lupa akan arti cukup. Menurut cerita ayah Karmain sala seorang tetua di Baduy dalam, ada tradisi sunda wiwitan Kanekes yaitu masyarakat Baduy ditugaskan untuk Tapa di wiwitan yaitu menjalankan tugas untuk menolak modernitas, menjaga alam, dan menahan nafsu. Karena, bagi mereka obat dari keserakahan adalah jeda. Agar kita mempunyai ruang untuk merenungkan perbuatan kita.
Dalam Baduy kanakes menuangkan, selama warga Baduy bisa pergi ke ladang, makan dengan kenyang, tidur nyenyak, badan sehat warga Baduy tidak akan hidup dalam kesusahan. Aturan lainnya adalah ketika berkunjung, wisatawan wajib menjaga lisan dan perbuatan dengan tidak berucap kotor dan mematuhi peraturan adat. Kemudian, pengunjung juga tidak boleh membawa apapun yang sifatnya modernisasi atau menggunakannya. Pulung meminta masyarakat luar dan pengunjung saling menghargai.
Aturan lainnya adalah ketika berkunjung, wisatawan wajib menjaga lisan dan perbuatan dengan tidak berucap kotor dan mematuhi peraturan adat. Kemudian, pengunjung juga tidak boleh membawa apapun yang sifatnya modernisasi atau menggunakannya. Pulung meminta masyarakat luar dan pengunjung saling menghargai.
Pengelolaan sumber daya alam di wilayah Baduy teregulasi dalam aturan daerah. Bupati Lebak memberikan hak ulayat kepada masyarakat Baduy untuk mengelola tanahnya. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 32 Tahun 2001 tentang perlindungan atas hak ulayat masyarakat Baduy. Wilayah ulayat masyarakat Baduy memiliki luas sekitar 5.136,58 hektar dengan penduduk 11.800 Jiwa. Dengan hak pengelolaan lahan tersebut, masyarakat Baduy memiliki aktivitas berladang. Hal yang menarik dalam pembagian peran dalam kehidupan sehari-hari antara laki-laki dan perempuan yaitu, perempuan memiliki tugas yang lebih besar daripada laki-laki. Peran perempuan dalam urusan domestik yaitu seperti memasak, mencuci peralatan makan, dan membersihkan rumah.
Tindakan Generasi Muda
Jika  dilihat  dari  perspektif   Schien,  maka  Suku  Baduy  dalam  menjalankan  budaya  leluhurnya,  masuk  dalam  katagori  Asumsi  Dasar(basic  underlying  assumptions),  adalah  keyakinan   anggotanya   yang   cenderung   tidak  dikonfrontasi  dan  tidak  diperdebatkan  sehingga  sangat  sulit  untuk  berubah.  Bahkan  menurut   Edison,   et.al.   (2017),[9]   terkait   dengan Asumsi Dasar ini menyatakan bahwa, "ini  sangat  sulit  untuk  diubah,  pendekatan  apapun  yang  dilakukan  cenderung  dapat  diartikan  lain  atau  menimbulkan  persepsi  negatif  bagi  yang  menerimanya".  Kalau  pun  terjadi  sedikit  pergeseran  di  Baduy  Luar,  namun Suku Baduy secara keseluruhan masih kuat mempertahankan budaya atau adat istiadat di era digital saat ini, karena budaya atau adat istiadat  merupakan  dari  keyakinan  mereka  yang semestinya harus dijaga, jika tidak maka alam akan menghukumnya.
Generasi muda Suku Baduy berada di persimpangan antara mempertahankan tradisi dan beradaptasi dengan perkembangan zaman. Dalam konteks aturan adat, terutama larangan penggunaan teknologi modern seperti ponsel, mereka menunjukkan berbagai respons yang mencerminkan dinamika ini. Mereka berpartisipasi aktif dalam upacara adat, ritual, dan kegiatan komunitas untuk memperkuat identitas budaya. Kesadaran ini sering kali menjadi motivasi utama mereka untuk mematuhi aturan adat, termasuk larangan penggunaan ponsel.
Meskipun terikat pada aturan, generasi muda Baduy juga menunjukkan kreativitas dalam beradaptasi. Beberapa di antaranya menemukan cara untuk tetap terhubung dengan dunia luar tanpa melanggar norma. Misalnya, mereka mungkin menggunakan ponsel di luar wilayah Baduy Dalam atau berkomunikasi dengan kerabat yang tinggal di Baduy Luar, di mana penggunaan teknologi lebih diterima. Generasi muda Baduy berusaha untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi dengan cara yang sesuai dengan nilai-nilai mereka. Mereka mencari alternatif sumber belajar, seperti buku atau diskusi langsung dengan para tetua, yang sejalan dengan prinsip minimalis dan kesederhanaan hidup yang dianut oleh masyarakat. Mereka juga aktif dalam pelestarian budaya melalui kegiatan seni, kerajinan tangan, dan pengajaran kepada generasi berikutnya. Dengan cara ini, mereka berkontribusi untuk memastikan bahwa warisan budaya Suku Baduy tetap hidup dan relevan di tengah perubahan sosial.
Kesimpulan
Larangan penggunaan ponsel di Suku Baduy Dalam merupakan refleksi dari komitmen mereka untuk melestarikan tradisi dan budaya yang telah ada selama berabad-abad. Kebijakan ini tidak hanya bertujuan untuk menghindari pengaruh negatif dari teknologi modern, tetapi juga untuk menjaga identitas budaya yang unik dan harmonis dengan alam.
Meskipun larangan ini mungkin terasa ketat bagi sebagian orang, terutama generasi muda yang berusaha beradaptasi dengan perkembangan zaman, masyarakat Baduy Dalam tetap menunjukkan keteguhan dalam mematuhi aturan tersebut. Mereka menyadari bahwa kesederhanaan hidup dan keterhubungan dengan nilai-nilai tradisional adalah kunci untuk menjaga keharmonisan komunitas.
Sementara itu, generasi muda Baduy berusaha menemukan cara untuk tetap terhubung dengan dunia luar tanpa melanggar norma yang ada. Diskusi dan refleksi tentang makna larangan ini menjadi penting, menciptakan ruang bagi inovasi dan kreativitas dalam menjaga keseimbangan antara tradisi dan modernitas.
Secara keseluruhan, larangan penggunaan ponsel di Baduy Dalam menggambarkan perjalanan mereka dalam melestarikan warisan budaya di tengah arus perubahan global. Ini menjadi contoh bagaimana sebuah komunitas dapat berkomitmen pada nilai-nilai mereka sambil tetap membuka diri untuk pemahaman yang lebih dalam tentang dunia di sekitar mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H