Mohon tunggu...
Rediva Ananda Putri
Rediva Ananda Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UPNVJ

Memiliki ketertarikan pada topik sosial dan budaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Skandal Dr. Richard Lee: Kenapa Bisa Viral? Ini Dia Kaitan Kognisi Sosial di Balik Hebohnya!

16 Desember 2024   11:10 Diperbarui: 16 Desember 2024   11:09 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dr. Richard Lee dengan produknya yang ia jual yang katanya abal-abal (Sumber: TikTok @drrichardlee)

Pengikut Dr. Richard Meningkat Melalui Pembelajaran Observasional

Pembelajaran observasional terjadi ketika pengikut Dr. Richard Lee melihat dan menerima informasi melalui konten Dr. Richard yang tampangnya datang dari seorang ahli yang terpercaya. Maka dari itu kepercayaan citra Dr. Richard meningkat, begitu pula pengikutnya yang mulai meniru rekomendasi dari Dr. Richard tanpa banyak tanya karena mereka percaya otoritas dari seseorang yang bergelar “dokter.”

  1. Rendahnya Kepercayaan Diri yang Merugikan Diri Sendiri (Efikasi Diri)

Efikasi diri terjadi pada pengikut Dr. Richard yang merasa tidak percaya diri untuk memilih produk skincare dan sudah terlanjur percaya dengan otoritas figur Dr. Richard. Jadi, mereka mulai bergantung dengan opini dari Dr. Richard yang ternyata malah merugikan diri mereka sendiri ketika skandal ini mulai beredar. Karena hal ini, kepercayaan pengikut Dr. Richard menghilang dan mulai meragukan diri sendiri dalam pengambilan keputusannya.

  1. Kiriman Hujatan dan Kebencian dari Netizen Kepada Dr. Richard Lee (Interaksi Timbal Balik)

Media sosial khususnya TikTok menjadi medan tempur antara kepercayaan dan kebencian. Setelah skandal ini ramai dibicarakan oleh netizen di media sosial, banyak orang yang awalnya tidak tahu detail dari kasus Dr. Richard malah ikut-ikutan untuk menghujat. Dr Richard yang awalnya diidolakan, malah menjadi hujatan di media sosial.

Pentingnya Literasi Digital untuk Menghadapi Informasi di Media Sosial
Kasus Dr. Richard ini mengingatkan kita pentingnya sikap kritis dan kesadaran dalam menerima informasi di media sosial. Sebagai masyarakat kita tidak boleh langsung percaya dengan apa yang kita lihat atau dengar tanpa mengecek ulang faktanya. Contohnya dalam kasus ini, kita tidak boleh langsung percaya karena Dr. Richard seorang dokter. Tidak semua omongan yang ia katakan itu sudah pasti benar. Itu belum tentu, kita harus mencari tahu kebenarannya sendiri.

Yaitu dengan cara literasi digital, penting bagi kita semua untuk meningkatkan kemampuan memilah informasi dan memahami bagaimana media sosial bekerja. Literasi digital bukan hanya tentang cara menggunakan teknologi, tetapi juga tentang bagaimana kita dapat menyaring informasi yang beredar, mengenali sumber yang kredibel, dan menghindari jebakan narasi yang manipulatif. Literasi digital yang baik membantu kita mengenali dan menghindari informasi palsu, sekaligus menciptakan lingkungan digital yang lebih aman. Menjadi pengguna media yang cerdas dan kritis sangat penting agar informasi yang kita terima lebih bermanfaat dan interaksi di media sosial tetap terjaga keamanannya.

Pelajaran dari Skandal Dr. Richard Lee

Skandal Dr. Richard Lee merupakan cerminan betapa mudahnya kepercayaan dibangun di media sosial tetapi tidak menutup fakta betapa cepatnya dia bisa runtuh. Dari seorang dokter yang dipuja hingga menjadi pusat kontroversi,  kasus ini mengingatkan kita bahwa citra di dunia digital sering kali hanya satu sisi dari kebenaran. Gelar, atau narasi yang terdengar meyakinkan belum tentu dapat mencerminkan sebuah fakta. Sebagai pengguna media sosial, kita memiliki tanggung jawab untuk lebih kritis dengan memverifikasi sebelum memercayai, dan tidak tergesa-gesa menerima informasi hanya karena datang dari figur yang kita anggap berotoritas.

Di sisi lain, skandal Dr. Richard Lee juga menjadi pengingat bagi semua figur publik tentang pentingnya menjaga suatu transparansi. Kepercayaan merupakan fondasi yang tidak boleh siapapun salahgunakan. Sekali kepercayaan yang dibuat runtuh sulit untuk diperbaiki. Media sosial, dengan segala kelebihannya adalah ruang yang memperbesar suara sekaligus memperbesar risiko kesalahan. Pada akhirnya, kasus ini mengajarkan kita semua untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial baik sebagai konsumen maupun sebagai kreator. Dengan memahami teori kognisi sosial, kita dapat lebih bijak dalam menyaring informasi dan menjaga kepercayaan sebagai cermin yang memantulkan kebenaran bukan ilusi. Pada akhirnya, kepercayaan adalah cermin yang harus dijaga agar tetap utuh, baik oleh penggunanya maupun oleh mereka yang berdiri di baliknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun