'Tulisan yang bagus itu, seperti apa sih?'
Itulah kira-kira pertanyaan yang dijadikan pe-er bagi mahasiswa yang mengambil kelas Penulisan Naskah Digital. Dalam kerangka teknis penulisan, masing-masing mahasiswa mempunyai kriterianya sendiri mengenai tulisan macam apa yang enak untuk dibaca yang sudah diutarakan di kelas. Jika bukan menyoal selera maka ini merupakan urusan jenis tulisan formal dan informal. Tulisan formal tentu saja seperti yang kita tahu, memiliki standarisasi tertentu seperti yang kerap ditemukan dikalangan akademisi. Sedang tulisan informal memiliki gaya penulisan yang lebih luwes dan fleksibel, dengan tidak sepenuhnya terkungkung pada standar penulisan yang baku.
Adalah Mojok.co sebagai salah satu media yang memberikan tulisan dan atau artikel jenis informal yang saya maksud. Secara garis besar, tulisan-tulisan di Mojok.co ini banyak terkandung unsur lokalitas dalam gaya penulisannya. Maka tidak heran jika kerap kita temui selipan idiom lokal, candaan serta seloroh dan olok-olok yang khas obrolan ringan pinggir jalan atau warung kopi. Hal lain yang saya sukai dari para penulis di Mojok.co adalah gaya penulisan ringan, penuh humor, dan kadang satir.
Walaupun tulisan-tulisan di Mojok.co ini sarat akan humor, namun jika dilihat dari kontennya  isu-isu yang diangkat adalah isu mainstream sedang hangat diperbincangkan. Inilah kiranya aspek pembeda dari konsep Mojok.co dengan situs humor lainnya seperti Hipwee.com dsb, karena mereka berani mengangkat wacana-wacana sosial dan politis bahkan yang berbau keagamaan. Dari segi konteksnya, dibeberapa artikel kerap ditemukan data-data pendukung opini maupun topik, hanya saja penyajiannya berbentuk infografik untuk tetap mendukung pembaca dapat memahami artikel tersebut secara santai.
Salah satu contoh artikel di Mojok.co yang akan saya analisis ini ditulis oleh Alexander Arie  dengan judul 'Cara Menggenjot Becak dan Standarisasi Angkutan Rakyat Lainnya'. Artikel ini ditulis untuk menanggapi kebijkan pelatihan cara genjot becak yang baik dan benar yang dilontarkan oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno pada hari Jumat (26/1) yang lalu pada tempo.co. Ada lima aspek yang dapat saya analisis dari artikel diatas dengan berdasar pada 50 Writing tools yang dipopulerkan oleh Roy Peter Clark:
Play With Words
Toolsini menekankan bahwa perlunya pemilihan kata yang tepat untuk digunakan penulis menyampaikan gagasan pada audiensnya terlebih jika artikel tersebut mengangkat topik yang serius. Sarannya adalah untuk menggukan kata-kata yang bagi kebanyakan penulis dihindari namun bagi pembaca umum mudah dipahami. Artikel yang ditulis oleh Alexander Arie ini pun demikian, kata-kata yang digunakan dalam tulisannya sederhana dan mudah dipahami seperti kebanyakan artikel Mojok.co lainnya. Bahkan dapat ditemukan pemilihan bahasa kolokial seperti yang terdapat pada kata ngetem, ngerem, aje yang kesemuanya itu bisa dengan mudah dipahami oleh pembaca namun jarang dipakai oleh penulis-penulis konvensional lainnya.
Prefer Simple To Technical
Toolsini secara sederhana menyarankan untuk menggunakan kata-kata yang singkat dan paragraf yang pendek untuk pembahasan hal-hal yang kompleks. Hal ini juga dapat ditemukan dalam paragraf 3 dan 4 pada artikel Alexander Arie tersebut. Paragraf tiga merupakan usaha memaparkan hasil pencarian data oleh penulis yang mengutip dari suatu media. Karena sifatnya mengutip dari media pemberitaan, maka bahasa dari paragraf tersebut terasa sedikit jurnalistik dengan topik yang sedikit melebar. Maka dari itu pada paragraf keempat penjelasan lanjutan dari dari paragraf ketiga dipersingkat dengan menyatut sebuah nama yakni Tito Karnavian. Barulah diakhiri dengan kalimat bernada sinis 'kalau ada yang nggak tahu nama ini, sana kelaut aje'.Kalimat tersebut digunakan untuk menegaskan bahwa sosok yang disebut namanya sebagai Tito Karnavian ini sudah merupakan sosok yang familiar dikalangan masyarakat.
Odd and Interesting ThingsÂ
Hal aneh dan menarik yang ditambahkan pada artikel ini ada pada paragraf 7 hingga 16, dimana merupakan klimaks humor dari artikel ini yang lagi-lagi merupakan hal kolokial yang kerap ditemui di lingkungan sekitar dan jarang untuk dibahas di media mainstream
Learn From Critism
Ide dari artikel memang berasal dari komentar bernada sinis dan kritik para netizen menanggapi pelatihan genjot becak yang digalangkan oleh Sandiaga Uno. Hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan penulis pada paragaraf 3 kalimat pertama, yang juga disebutkan dalam nada sinis 'netizen yang sok benar pun menertawakan ide Sandiaga Uno'.Lebih jauh, hasil dari tanggapan tersebut disajikan dalam artikel ini dalam gaya satir; bahwa ada dua pihak yang dikritisi disini: Netizen dan Sandiaga Uno yang kemudian diplintir dalam bentuk humor.
Back Off and Show Off
Secara sederhana toolsini menyarankan untuk menyederhanakan jika topik yang dipilih penulis menyangkut isu serius namun untuk topik yang tidak terlalu serius untuk dilebih-lebihkan. Hal itu pulalah yang terjadi pada artikel yang berjudul 'Cara Menggenjot Becak dan Standarisasi Angkutan Rakyat Lainnya'. Isu yang dinilai sedikit konyol ini justru ditanggapi secara serius oleh penulis bahkan hingga penulis menyumbangkan ide-ide jenaka untuk membantu pelatihan-pelatihan disektor kendaraan lainnya.
Kesimpulannya pada akhirnya tulisan yang enak dibaca itu, bagi saya, dipengaruhi oleh selera. Ada sebagian orang yang menyukai karya jurnalistik karena gaya bahasa baku dan penyajian datanya yang komprehensif, ada juga sekelompok orang yang menyukai artikel yang ringan, penuh humor, pengunaan bahasa kolokial dan yang pasti cocok untuk dibaca sembari ngopi.
Sumber:
https://mojok.co/alexander-arie/esai/menggenjot-becak-dan-standardisasi-angkutan-rakyat/
https://metro.tempo.co/read/1054306/sandiaga-uno-tukang-becak-akan-dilatih-cara-genjot-yang-bagus
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H