Mohon tunggu...
Dio Sinaba
Dio Sinaba Mohon Tunggu... -

Nulis isi kepala, biar gak penuh dan bisa keiisi lagi. :) Kuli tinta wanna be.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kata Siswa : Jika Kita Minum Alkohol, Kita Tidak akan Cacingan, Bu

5 Desember 2015   18:33 Diperbarui: 5 Desember 2015   19:22 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ibu Ani*, seorang guru IPA di salah satu SD Negeri, ingin menjelaskan tentang bahaya alkohol bagi mahluk hidup kepada siswanya.

Pagi itu, di hadapan siswa-siswi kelas 5, ibu Ani telah menyiapkan 2 toples untuk percobaan. Toples yang pertama diisi dengan air dan toples kedua diisi dengan alkohol. Ia juga telah menyediakan 2 ekor cacing tanah. Para siswa dengan penuh perhatian dan rasa penasaran menyaksikan gurunya. Tanpa sepatah katapun, ibu Ani menaruh seekor cacing tanah di dalam toples berisi air dan seekor lagi di dalam toples berisi alkohol. Tidak sampai 5 menit cacing dalam toples alkohol sudah tak bergerak sama sekali. Sedangkan cacing dalam toples berisi air tetap bergerak-gerak, menandakan ia masih hidup.

"Dari percobaan tadi apa pelajarannya untuk kita?" Ibu Ani bertanya pada seluruh kelas.

Kelas menjadi hening sesaat. Semua siswa nampak berpikir, mencari kesimpulan dari percobaan yang baru saja mereka saksikan. Akhirnya, Dona, siswi yang duduk paling depan mengangkat tangannya.

"Ya, silahkan Dina" Ibu Ani mempersilahkan.

"Jika kita minum alkohol, kita gak akan cacingan, bu"kata Dona.

"Umm... Terima kasih jawabannya ya" kata Ibu Ani setengah kaget, tidak menduga jawaban siswanya.

"Ada yang lain?" sambung Ibu Ani.

"Saya bu, kita jangan minum banyak air, nanti cacingan."jawab Doni, siswa yang duduk di barisan belakang.

"Terima kasih jawabannya" kata Ibu Ani, tak ingin siswanya kecewa.

"Masih ada yang lain?" tanya sang guru dengan sabar. Ia masih berharap ada siswa yang dapat menarik pelajaran yang benar.

Ruangan kelas kembali hening. Akhirnya, Dono, siswa yang duduk di sudut kelas, mengangkat tangan.

"Ya, silahkan Dono" Ibu Ani mempersilahkan.

"Kalau mau gak cacingan, kita harus minum alkohol dan jangan minum air" katanya dengan bangga.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kesimpulan apa yang kita tarik dari kisah ibu Ani diatas? Guru perlu menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa sebelum mulai mengajar.

Mengapa hal ini penting? Berikut beberapa alasannya:

Agar siswa dapat melihat manfaat pelajaran itu bagi dirinya.

Mari melihat dari sudut pandang mereka, siswa-siswi kita. Sebelum mulai belajar, ada pertanyaan yang mereka pikirkan, misalnya ; "Apa sih gunanya pelajaran ini buat gue?" atau "Kok, gue harus belajar tentang topik ini, sih?". Jadi, walaupun tidak mereka sampaikan, sebenarnya mereka meminta anda untuk menjelaskan pada mereka.

Disadari atau tidak, ada slogan yang umum diusung siswa jika merasa suatu pelajaran tidak ada manfaatnya untuk dirinya, EGP (Emang Gue Pikirin). Ya, biasanya orang akan tergugah untuk melakukan sesuatu, jika merasa ada manfaat untuk mereka. Demikian pula dengan siswa dikelas.

Mensiasati hal ini, beberapa guru yang menugaskan siswanya menulis manfaat mempelajari suatu topik pelajaran bagi mereka dimasa depan. Atau ada yang menggunakan kata-kata seperti “diakhir pelajaran ini kalian akan mampu…….” diawal pelajaran.

Dapat menjadi kata pengantar yang membantu mempersiapkan siswa menerima inti pelajaran.

Banyak yang berpendapat teori tidak terlalu penting, yang penting itu prakteknya. Ini tak sepenuhnya benar. Ingat, “to the point” tidak selalu baik diruang kelas. Seringkali, kata pengantar memang harus panjang lebar. Ini tak berarti anda akan menjadi guru yang cerewet. Kata pengantar yang baik, bagaikan appetizer, wajib dipersiapkan guru untuk mempersiapkan pikiran dan mental siswa saat menerima “main course”nya, yaitu inti pelajaran tersebut.

Untuk meredam kemungkinan salah paham pada siswa.

Ketika melihat suatu fenomena, persepsi setiap siswa bisa berbeda-beda. Ini bisa terlihat dari kesimpulan yang diambil siswa. Tak ada yang akan persis sama.

Bayangkan jika dalam kisah diatas, Ibu Ani adalah seorang dosen yang sedang mengajarkan bahayanya paham komunisme kepada mahasiswanya. Namun, ia tidak menekankan 'bahayanya' diawal kuliah pada mereka. Bisa saja ada mahasiswa berkesimpulan bahwa komunisme itu hal positif lalu menjadikan paham tersebut sebagai jalan hidupnya.

Disaat inilah namapak pentingnya peran pendidik sebagai seorang corrector. Peran yang harus disertai ketegasan juga keberanian. Namun perlu dicatat bahwa tegas tidak berarti kasar. Guru dituntut untuk bisa mengoreksi dengan sabar dan lembut.  

Tiga alasan diatas hanyalah sebagian kecil dari seabrek alasan lainnya. Semuanya menyiratkan bahwa sangat penting untuk menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa sebelum mulai mengajar.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita, para pendidik.

__________________________________________________________________________

*) Ibu Ani hanya tokoh fiktif belaka ( mudah-mudahan tidak ada yang tersinggung).[caption caption="www.wigglywigglers.co.uk"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun